Kerajaan Tarumanegara: Letak, Pendiri, Raja, Sejarah, dan Peninggalannya
Kerajaan Tarumanegara |
Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara (Kerajaan Taruma) adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-5 hingga abad ke-7 M. Kata tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara. Nagara artinya kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Ci Tarum.
Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara setelah kerajaan Kutai yang meninggalkan catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan ini adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Pada muara Citarum ditemukan percandian yang luas yaitu Percandian Batujaya dan Percandian Cibuaya yang diduga merupakan peradaban peninggalan Kerajaan Taruma.
Letak Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara terletak di bagian barat pulau Jawa. Prasasti Tugu menyatakan bahwa kekuasaan Tarumanegara pada masa kekuasaan Purnawarman membentang dari Banten, Jakarta, Bogor, Karawang, dan Cirebon.
Sesuai dengan namanya, Tarumanegara berarti sebuah negara yang berada di sekitar sungai Citarum, Jawa Barat. Tepatnya, pusat kekuasaan Tarumanegara berada di antara sungai Candrabagha, Citarum, Ciliwung, dan Cisadane. Lokasi yang memang menjadi lokasi utama tumbuhnya peradaban. Seperti halnya Kutai di sungai Mahakam, dan Majapahit di sungai Brantas.
Pendiri Kerajaan Tarumanegara
Tidak diketahui secara jelas struktur genealogis raja-raja Tarumanegara. Penemuan Prasasti Ciaruteun yang menyatakan nama Purnawarman kemudian disebut sebagai raja pertama sekaligus pendiri ibukota kerajaan yaitu Sundapura.
Naskah Wangsakerta di sisi lain, menyatakan bahwa Purnawarman adalah raja ketiga, sedangkan pendirinya adalah Rajadirajaguru Jayasingawarman sekitar tahun 358 Masehi. Naskah ini banyak diragukan kebenarannya oleh para ahli.
Raja-raja Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara pernah dipimpin oleh 12 orang raja di antaranya,
1. Jayasingawarman (358-382 M)
2. Dharmayawarman (382-395 M)
3. Purnawarman (395-434 M)
4. Wisnuwarman (434-455 M)
5. Indrawarman (455-515 M)
6. Candrawarman (515-535 M)
7. Suryawarman (535-561 M)
8. Kertawarman (561-628 M)
9. Sudhawarman (628-639 M)
10. Hariwangsawarman (639-640 M)
11. Nagajayawarman (640-666 M)
12. Linggawarman (666-669 M)
Menurut bukti-bukti peninggalan sejarah, KerajaanTarumanegara mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Raja Purnawarman. Dalam prasasti Jambu digambarkan bahwa Raja Purnawarman adalah sosok yang gagah, mengagumkan, dan jujur.
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara termasuk salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Keberadaannya diperkirakan sezaman dengan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Sumber sejarah mengenai keberadaan Kerajaan Tarumanegara terdapat dalam catatan perjalanan seorang musafir Tiongkok bernama Fa-Hsien.
Pada 414 M, Fa-Hsien pernah terdampar di To-lo-mo selama lima bulan. Nama To-lo-mo ini diperkirakan sebagai sebutan Tiongkok untuk Kerajaan Tarumanegara. Selain catatan Fa-Hsien, bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara juga diperkuat dengan prasasti-prasasti peninggalannya.
Pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah seorang maharesi dari Salankayana, Bharata, India, yang bernama Jayasingawarman. Jayasingawarman datang ke Indonesia karena kekacauan dan penjajahan oleh pasukan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada di tanah leluhurnya.
Sesampainya di Nusantara, Jayasingawarman diterima oleh Raja Dewawarman VIII di Kerajaan Salakanagara. Bahkan Jayasingawarman dinikahkan dengan salah seorang putri Raja Dewawarman. Setelah itu, Jayasingawarman membuka wilayah (diperkirakan di sekitar Bekasi atau Bogor sekarang) dan mendirikan Kerajaan Tarumanegara pada 358 M.
Raja Jayasingawarman diperkirakan wafat pada 382 M, dan dimakamkan di dekat Kali Gomati, Bekasi. Setelah itu, raja Kerajaan Tarumanegara yang berkuasa adalah Dharmayawarman (382-395 M).
Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara diperkirakan terjadi pada pertengahan abad ke-7 Masehi, terhitung kurang lebih tiga abad berdiri kerajaan ini kemudian runtuh. Setidaknya terdapat dua faktor utama yang menyebabkan runtuhnya Tarumanegara di antaranya,
1. Serangan Sriwijaya pada tahun 650
Prasasti Kota Kapur (686 M) menyatakan bahwa Dapunta Hyang Sri Jayanasa berupaya melancarkan serangan kepada Bhumi Jawa karena dianggap tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Serangan ini diperkirakan terjadi bersamaan dengan runtuhnya Tarumanegara dan Ho-Ling menjelang akhir abad ke-7 Masehi.
Hal ini tentunya cukup kuat karena memasuki abad ke-8, Sriwijaya memiliki ikatan yang kuat dengan Wangsa Sailendra dari Jawa Tengah.
2. Pecahnya Tarumanegara menjadi Sunda dan Galuh
Naskah Wangsakerta, meskipun diragukan kebenarannya menyatakan akhir dari Tarumanegara dengan cukup jelas. Dinyatakan bahwa Linggawarman yang berkuasa sejak tahun 666 banyak mendelegasikan kepemimpinannya kepada raja-raja kecil di daerah. Sehingga kekuasaan masing-masing meningkat signifikan, terlebih yang berada cukup jauh dari ibukota.
Galuh yang berada di dekat wilayah Cirebon kemudian memilih memisahkan diri dari Tarumanegara, sedangkan penerus Linggawarman memilih untuk mengubah kerajaan dengan nama Sunda. Munculnya dua kerajaan baru di Jawa Barat ini dianggap sebagai akhir dari Tarumanegara
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara meninggalkan banyak peninggalan sejarah seperti halnya kerajaan lain di antaranya,
1. Prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor)
Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor, yang ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun pada tahun 1863. Prasasti ini terbagi menjadi 2 bagian di antaranya prasasti Ciaruteun A yang tertulis dengan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa terdiri atas 4 baris puisi India. Kedua, adalah prasasti Ciaruteun B berisikan goresan telapak kaki dan motif laba-laba yang belum diketahui maknanya.
Adapun bunyi dari prasasti ini adalah “Vikrantasyavanipateh srimatah purnavarmmanah tarumanegarendrasya visnor iva padadvayam”. Hal ini berarti “inilah sepasang (telapak) kaki, yang seperti (telapak kaki) Dewa Wisnu, ialah telapak kaki Yang Mulia Purnnawarman, raja di negara Taruma (Tarumanegara) raja yang gagah berani di dunia”.
2. Prasasti Kebon Kopi (Tapak Gajah)
Prasasti milik Kerajaan Tarumanegara berikutnya adalah prasasti Kebon Kopi. Prasasti ini ditemukan di Desa Ciaruteun Ilir kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor dan tertulis pada prasasti ini dengan aksara Pallawa dan bahasa sanskerta. Dinamakan tapak Gajah karena diapit oleh sepasang gambar telapak kaki gajah.
Bunyi dari tulisan di prasasti tersebut adalah “jayavsalasya taruma/ndra/sya ha/st/inah-sira/vatabhasya vibhatidam-padavayam”. Artinya, “Disini nampak sepasang tapak kaki…yang seperti Airavata, gajah penguasa taruma (yang) agung dalam….dan(?) kejayaan”.
3. Prasasti Muara Cianten
Lokasi prasasti Muara Cianten ada di Kampung Muara Desa Ciaruteun Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Prasasti ini juga terdapat telapak kaki, tetapi sayangnya tulisannya belum dapat diartikan karena dalam huruf ikal, sehingga tidak banyak yang diketahui tentang isinya.
4. Prasasti Tugu
Prasasti ini terletak di Kampung Batu Tumbuh kelurahan Tugu Koja Jakarta Utara. Prasasti ini merupakan prasasti terpanjang dari semua peninggalan Purnawarman dan tulisannya dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang secara melingkar.
Prasasti Tugu ini menerangkan penggalian sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 Km oleh Purnawarman pada tahun ke -22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
5. Prasasti Cidangiang
Ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul Kabupaten Padeglang Banten. Pada prasasti ini berisi dua baris aksara yang merupakan satu sloka dalam metrum anustubh.
Adapun bunyi dari prasasti ini adalah “vikranto yam vanipateh prabhuh satyapara (k) ra (mah) narendraddvajabhutena srimatah purnnavarmmanah”. Artinya “inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia yang mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian Raja”.
6. Prasasti Pasir Awi
Sesuai dengan namanya, prasasti ini ditemukan di Pasir Awi Bogor. Namun sayangnya dalam prasasti ini tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca, meski demikian sama halnya dengan prasasti lainnya pada prasasti Pasir Awi ini terdapat gambar tapak kaki.
7. Prasasti Pasir Kaleangkak
Prasasti ini ditemukan di bukit, daerah perkebunan Jambu daerah Bogor. Adapun bunyi dari prasasti ini adalah “Sriman-data krtajno narapatir- asamo yah pura/ta/r/u/maya/m/namna sri-purnnavarmma pracura-ripusarabhedya-vikhyatavarmmo-tasyedam-padavimbadvayam-arinagaroysadane nityadaksambhaktanamyandripanam- bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam”.
Artinya adalah “gagah memgagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya- yang termashur sri Purnnavarman- yang sekali waktu( memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal (=varmman) tidak dapat di tembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya”.
Dari berbagai sumber
Post a Comment