Kerajaan Singasari: Pengertian, Letak, Sejarah, Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalannya

Table of Contents
Pengertian Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari

Pengertian Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang. Sumber-sumber sejarah Kerajaan Singasari dapat diketahui dari Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama, serta prasasti-prasasti peninggalannya.

Kerajaan Singasari berdiri menggantikan Kadiri, ketika Sri Ranggah Rajasa (Ken Angrok) menyerbu Daha dan mengalahkan Kertajaya. Masa kejayaan Kerajaan Singasari berlangsung pada masa pemerintahan Raja Kertanegara, yang berkuasa antara 1272-1292 M.

Kerajaan ini tumbuh menjadi imperium yang kuat dan memperluas cakrawala mandala sampai dengan Melayu, Tumasik dan Pahang.

Letak Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari terletak di Jawa Timur, berpusat di Kutaraja atau Tumapel. Tumapel adalah kerajaan daerah milik Ken Angrok yang didapatkannya setelah mengalahkan akuwu Tunggul Ametung. Setelah mengalahkan Kertajaya di Ganter, ia memasukkan wilayah Kediri sebagai bagian dari Kerajaan Tumapel (Singasari).

Pendiri kerajaan ini tidak lain adalah Ken Angrok, menggunakan nama penobatan Sri Ranggah Rajasa. Ia memulai adanya Wangsa Rajasa yang berkuasa tidak hanya di Singasari namun sampai dengan akhir masa keemasan kerajaan Majapahit.

Sejarah Kerajaan Singasari

Pada masanya, kerajaan ini mempunyai kejayaan yang cukup berpengaruh. Namun sebelum kerajaan ini berjaya dan diketahui oleh banyak orang, ternyata Singasari merupakan sebuah daerah bawahan dari Kerajaan Kediri. Hal ini pun telah ditegaskan menurut Pararaton.

Saat itu, seorang yang menjabat sebagai Akuwu (jika saat ini setara dengan Camat) adalah Tunggul Ametung. Akuwu ini mati terbunuh dengan cara ditipu muslihat oleh pengawalnya sendiri, yang bernama Ken Arok. Setelah Tunggul Ametung terbunuh, maka dia berniat untuk melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kediri dan berniat untuk membuat kerajaannya sendiri.

Sejarah mencatat pada tahun 1254 terjadilah sebuah pertarungan sengit antara Kaum Brahmana dengan Raja Kerajaan Kediri yakni Kertajaya. Saat itulah, para Brahmana menggabungkan diri dengan Ken Arok untuk melawan Raja Kerajaan Kediri. Dan di saat itu pula, Ken Arok diangkat menjadi raja pertama dari Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.

Perseteruan tersebut membuat Kerajaan Kediri berperang di Desa Ganter. Perang ini sendiri berakhir dengan kemenangan yang diperoleh pihak Tumapel. Negarakertagama pun mengatakan bahwa tahun yang sama berdirilah sebuah Kerajaan Tumapel, hanya saja tidak menyertakan Ken Arok. Yang menjadi raja di Kerajaan Tumapel justru bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra.

Disebutkan bahwa raja tersebutlah yang berhasil mengalahkan Kertajaya yang merupakan sosok raja dari Kerajaan Kediri. Kemudian pada sebuah Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara di tahun 1255, mengatakan bahwa Pendiri dari Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Namun bisa saja nama tersebut merupakan sebuah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa.

Dalam Negarakertagama sendiri, arwah pendiri Kerajaan Tumapel dipuja-puja sebagai Siwa. Namun dalam Pararaton, disebutkan bahwa sebelum maju perang melawan Kerajaan Kediri ternyata Ken Arok juga memiliki julukan yang bernama Bhatara Siwa.

Raja-raja Singasari
Dalam perjalanan kerajaan terjadi pergantian nama dari Tumapel menjadi Singasari. Pergantian nama ini terjadi pada masa raja kedua. Berikut raja kerajaan Singasari termasuk yang paling terkenal di antaranya,
1. Ken Arok
Ken Arok adalah pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Singasari. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa dia adalah anak Dewa Brahma yang lahir dari seorang wanita desa Pangkur, selatan Gunung Kawi.

Ken Arok hanya bertahta selama lima tahun, dari tahun 1222 hingga 1227. Dia dibunuh oleh seorang budak atas perintah Anusapati. Anusapati sendiri merupakan anak Tunggul Ametung yang dikandung Ken Dedes.

2. Anusapati
Sepeninggal Ken Arok, kerajaan diambil alih oleh Anusapati. Ia memerintah sekitar 21 tahun lamanya, dari tahun 1227 hingga 1248. Namun, tidak banyak diketahui apa yang terjadi selama masa pemerintahannya. Pada tahun 1248, Anusapati meninggal di tangan Tohjaya yang tak lain adalah putra Ken Arok.

3. Tohjaya
Setelah mengalahkan Anusapati, Tohjaya menjadi raja kerajaan Singasari. Namun, raja ketiga ini hanya memerintah dalam waktu yang singkat, tidak sampai satu tahun. Tohjaya harus meninggal akibat balas dendam yang dilakukan oleh Rangga Wuni, putra Anusapati.

4. Wisnuwardhana
Rangga Wuni kemudian menjadi raja keempat menggantikan posisi Tohjaya di Singasari. Ia bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Raja Wisnuwardhana memerintah pada tahun 1248 hingga 1268.

5. Kertanegara
Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai raja muda pada tahun 1248. Namun, ia tetap memerintah sampai akhirnya Kertanegara tumbuh dewasa dan sanggup memegang kendali kerajaan.

Wisnuwardhana meninggal pada tahun 1268. Kerajaan Singasari kemudian resmi dipimpin oleh Kertanegara. Dalam kitab Negarakertagama, Kertanegara adalah raja kerajaan Singasari yang paling terkenal dan menjadi raja yang luar biasa. Ia terkenal dalam bidang politik hingga agama.

Kehidupan Masyarakat
Kehidupan Politik
Kerajaan Singasari dipenuhi dengan intrik perebutan kekuasaan. Sejak Ken Angrok membunuh raja Kadiri Kertajaya di Ganter, pergantian kekuasaan tidak pernah dilaksanakan dengan damai. Baru ketika Wisnuwarddhana menggantikan Tohjaya yang tewas, ia mengalihkan tahta kepada anaknya Kertanagara.

Di bawah Kertanagara, panji politik Singasari dikibarkan hingga ke Semenanjung Malaya, seluruh Jawa, Sumatera timur, Kalimantan dan Sulawesi Selatan, Bali, serta kerajaan-kerajaan Asia Tenggara. Ambisi politiknya sangat besar, namun juga sangat menghormati leluhurnya dari Wangsa Rajasa. Singasari, seperti halnya Kadiri memiliki hubungan tarik ulur dengan raja-raja daerah.

Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, tidak banyak dijelaskan bagaimana masyarakat Singasari bergerak di bidang ekonomi. Namun posisi ibukota Singasari di Kutharaja (Tumapel) yang berada di pedalaman, memperlihatkan bahwa pusat pemukiman berpindah ke dalam. Dibandingkan dengan pusat Kadiri di Daha, dan pusat Majapahit di Terik, Tumapel jauh dari aliran sungai Brantas.

Meski begitu aktivitas penjelajahan melalui laut tetap berlangsung, sehingga dapat diartikan bahwa kegiatan perdagangan melalui laut dapat berlangsung meskipun tidak berada dekat dengan ibukota. Kebanyakan masyarakat pedalaman dapat dipastikan merupakan petani atau peternak. Sementara penduduk kawasan sungai dan pesisir adalah pedagang. Singasari menggunakan koin emas dan perak selain sistem barter dalam menggerakkan perekonomian.

Kehidupan Sosial
Masyarakat Singasari, terutama golongan tertinggi menganut agama Hindu dan Buddha secara sinkretis. Misalnya di Pasuruan terdapat kalangan yang menganut agama Siwa-Buddha, Kertanegara sendiri penganut Buddha Tantrayana meskipun banyak di antara leluhurnya penganut Hindu.

Hal ini berbeda dengan kerajaan-kerajaan masa sebelumnya yang lebih kaku dalam urusan keagamaan. Raja-raja Singasari juga beberapa kali memberikan pemberkatan kepada wilayah tertentu atas hadiah kesetiaannya. Misalnya wilayah Jipang dan Kedu yang dianugerahi oleh Wisnuwarddhana.

Puncak Kejayaan Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari benar-benar berubah menjadi kerajaan besar dan kuat semasa kepemimpinan Raja Kertangera. Hal tersebut dibuktikan dengan berhasilnya Kerajaan Singasari tersebut dalam beberapa hal di antaranya,
1. Ekspansi wilayah kekuasaan dan menjalin hubungan dengan luar negeri
2. Perkembangan pada sektor perdagangan dan pelayaran
3. Struktur pemerintahan Singasari yang kokoh
4. Pengiriman ekspedisi ke Sumatera yang terkenal dengan ekspedisi Pamalayu (1275 M)
5. Perkembangan agama Hindu dan Buddha
6. Kekuasaan pada jalur dagang (selat Malaka-kepulauan Riau)

Keruntuhan Kerajaan Singasari terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah hilangnya sosok Raja Kertangera karena faktor usia dan minimnya pertahanan saat melakukan ekspansi keluar daerah.

Runtuhnya Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari runtuh akibat serangan Jayakatwang, keturunan raja Kadiri Kertajaya yang menguasai Gelang-Gelang. Pada tahun 1292, ketika Kertanagara sibuk memperluas pengaruhnya ke seluruh dwipantara untuk menyaingi pengaruh Dinasti Yuan. Kondisi dalam negeri melemah, dan Jayakatwang memanfaatkan itu dan menyerbu Singasari serta membunuh Kertanagara.

Jayakatwang menobatkan diri sebagai penguasa Kadiri meneruskan Kertajaya dan mengakhiri kekuasaan Singasari. Meskipun Wangsa Rajasa akan merebut kekuasaan kembali melalui Raden Wijaya, namun bukan atas nama Kerajaan Singasari.

Peninggalan Kerajaan Singasari

Peninggalan Kerajaan Singasari lebih banyak ada dalam bentuk candi-candi. Di mana candi ini berfungsi sebagai tempat pemujaan agama sekaligus tempat pendharmaan figure-figur penting kerajaan. Candi pada masa kerajaan Singasari memiliki ciri-ciri estetika yang lebih rumit dibandingkan dengan masa Kadiri.
1. Candi Jawi
Candi Jawi terletak di Pandaan-Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Candi Jawi dibangun oleh Kertanegara untuk menegaskan kekuasaannya di wilayah Pasuruan yang dihuni oleh penganut Siwa-Buddha. Sementara Kertanagara adalah penganut Buddha Tantrayana. Candi Jawi juga diduga tempat pendharmaan abu jenazah Kertanegara, meskipun hanya Sebagian. Sebagian yang lain diletakkan di Candi Singosari.

2. Candi Singosari
Candi Singosari terletak di Singosari, Malang, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada tahun 1300 M untuk memperingati raja Kertanagara yang wafat akibat serangan Jayakatwang pada tahun 1292 M. Candi ini juga menjadi situs yang dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam rangka memperingati leluhurnya Wangsa Rajasa.

3. Candi Kidal
Candi Kidal terletak di Malang, Jawa Timur. Candi ini dibangun pada 1249 sebagai tempat pendharmaan Anusapati yang terbunuh oleh Panji Tohjaya dalam perebutan kekuasaan.

4. Candi Jago
Candi Jago terletak di Malang, Jawa Timur. Candi ini dibangun sekitar tahun 1268 M atas perintah Kertanagara untuk memperingati ayahnya Wisnuwarddhana. Candi ini berlatar budaya agama Buddha Tantrayana yang dianut Kertanagara. Situs ini dikunjungi kemudian hari oleh Hayam Wuruk dan Adityawarman.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment