Eutrofikasi: Pengertian, Sejarah, Mekanisme, Perairan yang Terdampak, Dampak, dan Pencegahannya
Eutrofikasi |
Pengertian Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air, khususnya dalam ekosistem air tawar. Eutrofikasi diakibatkan oleh limbah fosfat (PO43-). Dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L.
Pada dasarnya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik.
Namun, proses alamiah tersebut, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Penggunaan pupuk yang berlebihan pada lahan-lahan pertanian nantinya akan menyebabkan pupuk berlebih mengalir ke saluran-saluran pembuangan yang pada akhirnya sampai pada perairan-perairan seperti sungai danau maupun lautan.
Eutrofikasi merupakan salah satu masalah besar bagi perairan-perairan di seluruh dunia. Meningkatnya kandungan nutrisi khususnya fosfat dan nitrogen pada perairan dapat menyebabkan terjadinya algae bloom yang menghasilkan hypoxic deadzone sehingga ikan-ikan dan ekosistem di sana menjadi mati.
Sebagian besar algae bloom disebabkan oleh sebuah spesies ganggang yang disebut dengan cyanobacteria. Cyanobacteria merupakan satu-satunya ganggang air tawar yang berpotensi menghasilkan racun yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Selain berdampak buruk pada lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia, eutrofikasi juga berdampak buruk bagi perekonomian. Eutrofikasi dapat mengganggu aktivitas perikanan pada perairan tersebut serta menurunkan potensi pariwisata pada daerah tersebut. Selain itu, eutrofikasi pada perairan sumber pasokan air kota akan menyebabkan meningkatnya biaya pengolahan air dari perairan tersebut.
Sejarah Eutrofikasi
Masalah eutrofikasi di ekosistem air tawar baru disadari pada dekade awal abad ke-20. Saat itu, banyak alga tumbuh di danau-danau serta ekosistem air tawar lainnya. Masalah ini disinyalir disebabkan oleh akibat langsung dari aliran limbah domestik.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti unsur kimiawi sesungguhnya yang berperan besar dalam munculnya eutrofikasi. Penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar pun dilakukan. Berdasarkan hasil ilmiah, para peneliti menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen utama di antara nutrient tanaman dalam proses eutrofikasi.
Percobaan skala besar pernah dilakukan pada tahun 1968 di perairan Danau Erie di Amerika Serikat. Percobaan tersebut membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan nitrogen dan karbon tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan.
Namun pada danau yang ditambahkan fosfor (dalam senyawa fostat), terbukti nyata mengalami algal bloom. Perhatian saintis dan kelompok masyarakat pecinta lingkungan hidup pun semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Terlebih setelah menyadari bahwa fostat adalah penyebab eutrofikasi.
Hal ini menuntut pencarian solusi, yaitu ada beberapa kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fostat. Misalnya pada detergen serta limbah manusia.
Ada pula kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pun pernah dicanangkan melalui institusi St Lawrence Great Lakes Basin di Amerika Serikat. Program tersebut dilaksanakan untuk mengontrol keberadaan fostat dalam ekosistem air.
Kemudian lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan fostat serta pembuangan limbah fostat rumah tangga dan pemukiman. Mengganti pemakaian fostat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut.
Mekanisme Eutrofikasi
Zat-zat hara sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi konsentrasi nutrisi yang berlebihan di air dapat memiliki banyak efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Kelimpahan nutrisi —terutama nitrogen dan fosfor— dalam air memulai proses yang disebut eutrofikasi.
Eutrofikasi pada sungai, danau, maupun lautan pada dasarnya terjadi melalui beberapa proses mulai dari pemupukan lahan pertanian yang berlebih hingga eutrofikasi menyebabkan sebuah bagian dari perairan tidak dapat dihuni ikan-ikan lagi.
1. Penggunaan Pupuk secara Berlebihan
Kandungan pupuk yang berlebih pada air menyebabkan ganggang tumbuh di permukaan. Ketika pupuk terbawa ke dalam air dari lahan-lahan pertanian, kandungan pupuk tersebut menjadi sumber makanan bagi ganggang.
Ganggang memakan nutrisi yang ada di air, tumbuh, menyebar, dan membuat air menjadi hijau. Ganggang pada akhirnya akan menutupi permukaan air dan menghalangi sinar matahari yang masuk ke air. Ganggang hijau-biru atau Cyanobacteria bahkan dapat menghasilkan racun dan berbahaya bagi manusia dan ekosistem perairan.
2. Algae Bloom dan Berkurangnya kandungan Oksigen Terlarut
Saat ganggang mulai terbentuk di permukaan, banyaknya jumlah ganggang menghalangi sinar matahari yang memasuki dasar kolam, danau, dan sungai. Nutrisi semakin banyak mengalir ke dalam air dan banyaknya ganggang juga melepaskan tambahan nutrisi ke dalam perairan.
Ketika ganggang menerima sinar matahari yang cukup, mereka menghasilkan oksigen melalui fotosintesis dan melepaskannya ke dalam air. Namun tanpa sinar matahari yang cukup, ganggang berhenti menghasilkan oksigen dan malah mengkonsumsinya.
Saat ganggang mati, bakteri mendekomposisi sisa-sisa ganggang dan menggunakan oksigen untuk respirasi. Pada akhirnya, proses pembusukan ganggang akan menyebabkan menurunnya kandungan oksigen terlarut pada air dan lama kelamaan akan menyebabkan menurunnya kemampuan air dalam membawa oksigen terlarut.
3. Terbentuknya Dead Zone bagi Biota Perairan
Kondisi eutrofikasi tersebut dapat mencapai pada suatu titik di mana ikan-ikan tidak dapat berenang lagi dan mati di perairan tersebut. Pada akhirnya, perairan tersebut akan bersifat anoksik dan seiring waktu menjadi dead zone. Ketika suatu perairan mencapai titik ini, ekosistem perairan di sana tidak dapat lagi menopang kehidupan perairan seperti ikan, amfibi, dan biota-biota lainnya.
Perairan yang Terdampak Eutrofikasi
Saat ini, terdapat 415 dead zone yang tersebar di seluruh dunia. Jumlah perairan hipoksik meningkat dengan sangat signifikan selama 50 tahun, mulai dari hanya 10 kasus pada 1960 hingga mencapai lebih dari 169 kasus pada tahun 2007. Mayoritas perairan dead zone berada pada pesisir timur Amerika Serikat, pesisir pantai laut Baltik, Jepang, dan Semenanjung Korea.
1. Teluk Chesapeake
Pada tahun 1970an, Teluk Chesapeake di pantai timur Amerika Serikat merupakan salah satu dead zone pertama yang teridentifikasi. Tingginya kadar nitrogen pada perairan teluk Chesapeake disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu pertanian dan urbanisasi.
Bagian barat teluk Chesapeake dipadati oleh banyak pabrik dan pusat kota yang melepaskan sejumlah besar gas nitrogen ke atmosfer. Nitrogen pada atmosfer larut ke dalam air dan memperkaya perairan teluk Chesapeake dengan kandungan nitrogen. Bagian timur teluk tersebut banyak ditemukan pertanian unggas yang menghasilkan manure dalam jumlah besar.
2. Teluk Meksiko
Teluk Meksiko memiliki zona hipoksia musiman yang terbentuk setiap tahun pada akhir musim panas. Ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 5.000 km2 hingga sekitar 22.000 km2. Setiap tahun, kelebihan kandungan nutrisi dari kota dan daerah pertanian mengalir ke Teluk dan mendorong pertumbuhan ganggang secara masif yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kandungan oksigen terlarut pada perairan tersebut.
3. Laut Baltik
Laut Baltik merupakan perairan dengan dead zone terbesar di dunia. Perairan laut Baltik dipenuhi oleh sejumlah besar fitoplankton yang menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan membunuh ikan-ikan di sana.
Laut Baltik merupakan perairan yang hampir tertutup dan hanya dihubungkan oleh selat sempit ke laut Utara. Sembilan negara memiliki wilayah di sepanjang pesisir Laut Baltik yang membuatnya sangat rentan terhadap aktivitas manusia. Area drainase besar yang mengarah ke laut Baltik menyebabkan banyak dari kelebihan pupuk pada daerah-daerah pertanian mengalir dari tanah dan memasuki Laut Baltik. Selain itu, banyak air limbah perkotaan yang mencapai laut Baltik juga meningkatkan risiko eutrofikasi.
Dampak Akibat Eutrofikasi
Terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari eutrofikasi menurut Sam Wouthuyzen di antaranya,
Pertama, semakin berkurangnya nilai-nilai keindahan tempat pariwisata pada wilayah pesisir karena kecerahan air yang menurun, meningkatnya produksi lendir dan bau tak sedap, akibat marak algae.
Kedua, berbahaya bagi kesehatan masyarakat, bahkan bisa berakibat fatal jika saat terjadi marak algae didominasi oleh jenis yang memiliki racun kuat. Karena racun terakumulasi pada organisme laut atau perairan seperti ikan, kepiting, kerang, udang, dan lainnya yang kemudian dimakan manusia, mamalia laut, hingga burung laut.
Dampak ketiga ini mampu memperjelas pembahasan pengertian eutrofikasi, yaitu kematian massal ikan serta berkurangnya keanekaragaman biota dasar air, yang disebabkan oleh kadar oksigen yang sangat rendah saat marak algae, bisa kurang dari 2ml/l.
Keempat, hilangnya mata pencaharian masyarakat yang berhubungan dengan perairan. Misalnya nelayan, naik itu nelayan tangkap atau nelayan budidaya. Karena pada saat fenomena seperti ini terjadi, masyarakat akan takut untuk memakan produk atau hasil tangkapan laut tersebut.
Pencegahan dan Penanggulangan
Terus bertambahnya wilayah perairan yang mengalami eutrofikasi belakangan ini terus menimbulkan ancaman serius terhadap sumber air minum, perikanan, dan rekreasi pada perairan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi dampak dari terjadinya eutrofikasi di antaranya,
1. Pemanfaatan Sistem Pengolahan Air Limbah.
Selain aktivitas pertanian, limbah perkotaan juga merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan eutrofikasi pada perairan. Detergen dan polutan lain dari perkotaan yang mengandung nitrat dan fosfat berkontribusi dalam terjadinya eutrofikasi. Untuk itu, sistem pengolahan air limbah digunakan untuk mengurangi jumlah polutan-polutan yang masuk ke perairan dari sistem drainase dan mencegah terjadinya eutrofikasi.
2. Biomanipulasi
Alternatif lain untuk meningkatkan kualitas air di perairan yang kaya nutrisi adalah biomanulasi. Biomanipulasi adalah perubahan kesetimbangan jaring makanan untuk memulihkan kondisi ekosistem. Hal ini dilakukan melalui pengurangan konsumen sekunder dari ganggang untuk menambah konsumen primer ganggang. Semakin banyak konsumen primer dari ganggang, akan menghasilkan penurunan dalam jumlah populasi ganggang dan menanggulangi terjadinya eutrofikasi.
3. Penggunaan Sistem Pertanian Modern
Sistem pertanian modern seperti pertanian hidroponik dan aeroponik dapat mengurangi jumlah nutrisi yang terbuang ke perairan. Teknologi pertanian seperti hidroponik dan aeroponik menggunakan pupuk dan pestisida dengan lebih efektif dan mencegah kandungan fosfat dan nitrat berlebih terbuang ke drainase dan pada akhirnya mencapai perairan.
Dari berbagai sumber
Post a Comment