Batu Gamping: Pengertian, Fungsi, Ciri, Proses Pembentukan, Jenis, dan Kegunaannya
Batu Gamping |
Pengertian Batu Gamping (Batu Kapur)
Gamping dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah batuan berwarna putih, jika dibakar dapat digunakan sebagai campuran bahan bangunan yang sebagian besar terdiri atas kalsium karbonat; batu kapur. Gamping (batu kapur) atau limestone adalah batuan sedimen yang tersusun dari mineral kalsit dan aragonit, yang merupakan dua varian yang berbeda dari kalsium karbonat (CaCO3).
Batu gamping terbentuk secara organik, mekanik dan kimia. Secara organik ketika terjadi pengendapan binatang karang cangkang siput, kerang dan foraminifera. Secara mekanik ketika terjadi perombakan dari batu gamping tersebut yang kemudian dibawa arus dan diendapkan di tempat yang tidak begitu jauh dari tempat semula. Sedangkan secara kimia bisa terjadi pada kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu di dalam air laut maupun di air tawar.
Fungsi Batu Gamping (Batu Kapur)
Batu Gamping berfungsi sebagai kaptan, bahan mentah semen, karbit, bahan pemutih dalam pembuatan soda abu, penetral keasaman tanah, bahan pupuk, industri keramik, industri karet dan ban, kertas, penstabil jalan raya, bahan tambahan dalam proses peleburan dan pemurnian baja, bahan penggosok, pembuatan alumina, floatasi, pembuatan senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air.
Ciri Batu Gamping (Batu Kapur)
Batu gamping yang biasa disebut juga dengan batu kapur terbentuk dari beberapa hewan bercangkang lunak seperti kering, siput serta hewan lain yang sudah mati. Rangka hewan yang terbuat dari kapur tersebut tidak musnah akan tetapi semakin memadat dan akhirnya membentuk batu gamping.
Berikut beberapa ciri batu gamping di antaranya,
1. Teksturnya agak lunak dibandingkan jenis batu gamping lainnya.
2. Memiliki warna putih agak abu-abu dan membentuk gas karbon dioksida apabila ditetesi dengan asam.
3. Memiliki bidang belahan yang tidak teratur.
Proses Pembentukan Batu Gamping (Batu Kapur)
Proses pembentukan batu gamping sendiri terjadi secara berbeda beda menyesuaikan dengan lingkungannya seperti laut dan lingkungan evaporasi.
1. Proses Pembentukan Batu Gamping di Lingkungan Laut
Umumnya, proses pembentukan batu gamping terjadi di laut dangkal yang tenang serta hangat. Ini menjadi lingkungan yang ideal sebab organisme bisa membentuk cangkang kalsium karbonat serta skeleton untuk sumber bahan membentuk batu gamping. Pada saat organisme mati, maka cangkang dan juga skeletonnya akan menumpuk kemudian membentuk sedimen dan selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batu gamping.
Produk sisa organisme ini juga bisa berkontribusi pada pembentukan massa sedimen. Batu gamping yang terbentuk karena sedimen sisa organisme akan dikelompokkan ke dalam batuan sedimen biologis yang biasanya akan terlihat pada kehadiran fosil.
Beberapa jenis batu juga bisa terjadi karena pengendapan langsung kalsium karbonat air laut. Batu gamping yang proses terbentuknya lewat cara ini disebut dengan bantuan sedimen kimia yang jumlahnya tidak terlalu banyak seperti batu gamping biologis.
2. Proses Pembentukan Batu Gamping di Lingkungan Evaporasi
Batu gamping bisa juga terbentuk lewat proses penguapan. Stalakmit, stalaktit serta formasi dari gua lain yang biasa disebut dengan speleothems menjadi contoh batu gamping yang terbentuk dari penguapan. Tetesan air pada gua nantinya akan masuk dari atas gua lewat tekanan atau ruang pori pada langit-langit gua lalu akan menguap kembali sebelum menyentuh dasar gua.
Pada saat air menguap, maka kalsium karbonat yang larut dalam air akan tersimpan di langit gua. Dengan berjalannya proses penguapan secara terus menerus, maka bisa menyebabkan penumpukan es kalsium karbonat pada langit-langit gua yang disebut dengan stalaktit. Apabila jatuh ke dasar kemudian menguap dan berkembang ke atas dari bawah gua, maka dinamakan dengan stalakmit. Batu gamping dengan formasi gua tersebut dinamakan dengan travertine serta masuk ke jenis batuan sedimen kimia.
Jenis Batu Gamping (Batu Kapur)
Secara umum jenis-jenis batu gamping yang telah dikenal meliputi di antaranya,
1. Batu Gamping Klastik
Batu gamping ini merupakan batuan yang terendapkan secara sekunder dengan kenampakan yang pada umumnya berlapis. Batu gamping klastik dibagi menjadi 2 jenis di antaranya,
a. Batu gamping klastik fragmenter; tersusun atas fragmen yang asalnya tidak jelas (merupakan campuran).
b. Batu gamping klastik non fragmenter; merupakan gradasi dari batu gamping bioklastik dan batu gamping klastik fragmenter.
2. Batu Gamping Kristalin
Batu gamping jenis ini terbentuk dari hasil rekristalisasi batu gamping klastik, batu gamping terumbu, atau batu gamping afanitik, dan tidak terbentuk secara langsung dari pengendapan. Proses pembentukan batu gamping kristalin terjadi pada saat diagenesis yang disebut neomorphoisme.
3. Batu Gamping Bioklastik
Batu gamping bioklastik tersusun oleh cangkang atau fragmen kerangka organisme, umumnya dicirikan oleh fragmen/cangkang lepas terutama jika telah tertransportasi. Penamaan batuan bioklastik umumnya berdasarkan organisme penyusun utama di antaranya,
a. Batu gamping (bioklastik) foraminifera
b. Batu gamping Koral (bioklastik, fragmental)
c. Batu gamping coquina (jika seluruhnya terdiri dari cangkang-cangkang moluska)
d. Batu gamping globigerina
e. Kerak ganggang sering pula pecah-pecah membentuk butir
Lingkungan pengendapan gamping bioklastik meliputi di antaranya,
a. Lingkungan laut dangkal dekat pantai, dengan partikel-partikel telah terabrasi.
b. Lingkungan sekitar terumbu, laguna, dan terumbu bagian depan. Endapan merupakan pecahan dari terumbu akibat gelombang dengan butiran yang telah terabrasi, sedangkan di terumbu depan merupakan talus pelongsoran terumbu dan berupa kepingan koral.
c. Lingkungan daerah neritik, misalnya foraminifera besar membentuk bank/gundukan.
4. Batu Gamping Kerangka (Batu gamping Terumbu)
Batu gamping kerangka atau bisa disebut batu gamping terumbu adalah suatu bentuk struktur organisme yang dibentuk oleh koloni organisme, tahan terhadap gelombang dan memiliki relief topografi di atas pengendapan sedimen di sekelilingnya. Macam-macam struktur koloni organisme yang dikenal yakni bank, bioherm, biostrome, dan reef (terumbu).
5. Batu Gamping Afanitik
Batu gamping afanitik sering juga disebut batu gamping mikrokristalin, terdiri dari butir-butir berukuran 0,005 mm sehingga tidak diketahui apakah terdiri dari fragmen halus (pecahan gamping) atau kristal halus. Batu gamping afanitik dapat terbentuk dengan beberapa cara, yaitu:
a. Penggerusan batu gamping yang telah ada sebelumnya, misalkan dari penghancuran terumbu oleh gelombang laut.
b. Pengendapan langsung secara kimiawi dari air laut yang jenuh CaCO3.
c. Pengendapan dengan batuan ganggang hijau (chlorophycese) sebagai jarum-jarum aragonit.
Batu gamping afanitik diendapkan di lingkungan pengendapan laut dangkal yang terlindung seperti laguna di belakang terumbu dengan temperatur yang tinggi atau di daerah tropis sehingga terjadi penguapan kuat. Umumnya batu gamping afanitik kaya akan zat organik dan tidak memiliki struktur perlapisan.
Kegunaan Batu Gamping (Batu Kapur)
Batu gamping merupakan batuan dengan keragaman penggunaan yang sangat besar. Batuan ini menjadi salah satu batuan yang banyak digunakan dibandingkan jenis batuan-batuan lainnya. Sebagian besar batu gamping dapat dibuat menjadi batu pecah yang dapat digunakan sebagai material konstruksi seperti: landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam beton.
Nilai paling ekonomis dari sebuah deposit batu gamping yaitu sebagai bahan utama pembuatan semen portland. Beberapa jenis batu gamping banyak digunakan karena sifat mereka yang kuat dan padat dengan sejumlah ruang/pori. Sifat fisik ini memungkinkan batu gamping dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses abrasi.
Dari berbagai sumber
Post a Comment