Periodisasi Zaman Praaksara: Pengertian, Geologi, Arkeologi, dan Perkembangan Kehidupannya

Table of Contents

Periodisasi Zaman Praaksara
Zaman Praaksara

Periodisasi Zaman Praaksara

Zaman pra aksara (zaman nirleka) adalah zaman di mana manusia belum mengenal tulisan. Istilah ini digunakan untuk menggantikan istilah prasejarah. Hal tersebut karena meski pada masa itu belum mengenal tulisan, namun sudah menghasilkan kebudayaan-kebudayaan sejarah yang dapat diteliti dan diidentifikasi oleh para sejarawan modern.

Artefak wujudnya berupa benda-benda purbakala yang mana benda tersebut dapat membantu kita untuk memperkirakan bagaimana perkembangan kehidupan manusia. Sedangkan fosil yang berupa sisa-sisa tulang belulang manusia, hewan  dan tumbuhan yang sudah membatu dapat membantu kita mengenai pertumbuhan fisik manusia pada masa praaksara. Sisa-sisa manusia, tumbuhan, dan hewan-hewan yang telah membatu itu terdapat dalam lapisan-lapisan bumi.

Periodisasi zaman praaksara dapat dibedakan berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari bebatuan), arkeologi (peninggalan sejarah), serta perkembangan kehidupannya.

Periodisasi Masa Praaksara secara Geologis

Pada zaman dulu keadaan bumi tidak seperti sekarang. Sebelum adanya kehidupan, bumi mengalami perubahan-perubahan. Awalnya bumi dalam keadaan panas dan pijar sehingga tidak ada satu pun makhluk hidup yang mampu bertahan hidup.

Kemudian bumi mendingin dan terbentuklah kerak atau kulit bumi. Makhluk hidup mulai bermunculan sejalan dengan semakin mendinginnya bumi. Kerak bumi juga menghasilkan ekosistem yang membuat makhluk hidup dapat mempertahankan hidupnya.

Proses perubahan bumi terbagi atas beberapa fase-fase atau zaman. Perubahan dari satu zaman ke zaman berikutnya memakan waktu yang lama, sampai jutaan tahun. Menurut para ahli geologi sejarah perkembangan bumi terbagi menjadi empat periode di antaranya,
1. Zaman Arkaikum
Zaman Arkaikum adalah zaman tertua bagi bumi, zaman ini berlangsung kira-kira sejak 2.500 juta tahun yang lalu. Pada waktu ini, kulit bumi masih sangat panas, sehingga belum terdapat kehidupan di atasnya.

2. Zaman Palaeozoikum
Palaeozoikum atau zaman kehidupan tua berlangsung kira-kira sejak 340 juta tahun yang lalu. Pada zaman ini telah muncul tanda-tanda kehidupan. Tanda-tanda tersebut antara lain munculnya binatang-binatang kecil yang tidak bertulang punggung, berbagai jenis ikan, amfibi dan reptil.

3. Zaman Mesozoikum
Zaman Mesozoikum atau kehidupan pertengahan berlangsung kira-kira sejak 140 juta tahun lalu. Pada zaman ini, kehidupan di bumi makin berkembang. Binatang-binatang mencapai bentuk tubuh yang besar sekali.

Binatang-binatang tersebut adalah Dinosaurus. Selain itu mulai bermunculan pula berbagai jenis burung. Zaman mesozoikum disebut pula dengan zaman reptil karena pada zaman ini jenis binatang reptil yang paling dominan atau banyak ditemukan.

4. Neozoikum atau Kenozoikum
Neozoikum/Kenozoikum atau zaman kehidupan baru ini berlangsung sejak kira- kira 60 juta tahun yang lalu. Zaman ini dibagi menjadi dua di antaranya,
a. Zaman Tertier
Pada zaman tertier jenis-jenis reptil besar mulai punah dan bumi umumnya dikuasai oleh hewan-hewan besar yang menyusui. Contohnya adalah jenis gajah purba (mammuthus) yang pernah hidup di Amerika Utara dan Eropa Utara.

b. Zaman Kuartier
Zaman kuartier berlangsung sejak kira-kira 3 juta tahun yang lalu. Masa kuartier ini sangat penting bagi umat manusia, karena merupakan awal kehidupan manusia pertama kali di muka bumi.

Periodisasi Zaman Praaksara Berdasarkan Arkeologi

Menurut ilmuwan sejarah atau ahli sejarah asal Denmark, CJ. Thomsen (Christian Jürgensen Thomsen), zaman praaksara di Indonesia terbagi menjadi 3 zaman  yaitu zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi. Konsep tersebut disebut dengan “three age system” yang menekankan pada pendekatan teknis dan didasarkan atas penemuan alat-alat peninggalan bangsa prasejarah.

Sejarawan Indonesia, R Soekmono mengadaptasi terori tersebut dan membagi zaman prasejarah Indonesia ke dalam 2 zaman yaitu zaman batu dan zaman logam.
1. Zaman Batu
a. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal
Zaman batu tua berlangsung pada 50.000-10.000 SM. Zaman ini disebut sebagai zaman batu tua karena pada saat itu manusia menggunakan alat-alat batu yang masih dibuat secara kasar dan sederhana. Pada zaman ini manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam kelompok kecil (10-15 orang) untuk mencari makanan.

Pada zaman ini, manusia hanya mengenal berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah dan umbi-umbian), mereka belum mulai memasak atau bercocok tanam. Mereka berlindung dari alam dan hewan buas dengan tinggal di dalam gua. Pada masa ini, manusia purba sudah mengenal api.

Berdasarkan penemuan fosil, jenis manusia purba yang hidup di zaman paleolitikum di antaranya,
• Pithecanthropus Erectus
• Meganthropus paleojavanicus
• Homo Erectus
• Homo Soliensis
• Homo Wajakensis
• Homo Floresiensis

Berdasarkan daerah penemuannya, hasil kebudayaan zaman Paleolitikum dikelompokkan menjadi:
a) Kebudayaan Pacitan
Ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam dan alat serpih yang masih kasar yang Selain di pacitan, alat-alat juga banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara).
• Kapak genggam (chopper): alat penetak/pemotong, serupa kapak tapi tidak bertangkai, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.
• Kapak perimbas (ditemukan juga di Gombong, Sukabumi, Lahat): untuk merimbas kayu, memahat tulang & sebagai senjata, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia Pithecanthropus.

b) Kebudayaan Ngandong
Alat hasil kebudayaan Ngandong ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur. Alat yang ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, diperkirakan digunakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.
• Alat dari tulang binatang: alat penusuk/belati, ujung tombak bergerigi, mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, menangkap ikan.
• Flakes: alat kecil dari batu Chalcedon, untuk mengupas makanan, berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

b. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Merupakan peralihan zaman paleolitikum dan neolitikum. Manusia pendukungnya yaitu bangsa Papua-Melanosoid. Manusia mulai hidup semi menetap di gua-gua yang disebut Abris Sous Roche. Pada masa ini, laki-laki berburu dan perempuan tinggal di gua untuk menjaga anak dan memasak. Hasil budaya yang ditemukan pada zaman mesolitikum di antaranya,
a) Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger ini berasal dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti “dapur” dan modding berarti “sampah”. Kjokkenmoddinger adalah sampah-sampah dapur berupa tumpukan kulit kerang. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera. Penemuan hasil budaya dari kjokkenmoddinger adalah peeble, kapak genggam, kapak pendek, dan pipisan.

Pipisan merupakan batu penggiling yang digunakan untuk menggiling makanan dan menghaluskan cat merah yang berasal dari tanah merah. Cat merah ini diperkirakan digunakan untuk kepentingan religius dan ilmu sihir.

b) Abris Sous Roche
Manusia pada zaman ini manusia purba tinggal di gua-gua pada tebing pantai yang dinamakan Abris Sous Roche. Hasil budaya yang ditemukan dari gua-gua tersebut yaitu peralatan dari batu yang telah diasah serta peralatan dari tulang dan tanduk (banyak ditemukan di gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur, karena itu disebut sebagai Sampung Bone Culture). Abris Sous Roche juga banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, dan Sulawesi Selatan.

Hasil budaya lain yang menonjol yaitu lukisan gua berupa cap tangan yang diyakini sebagai bagian dari ritual agama, dianggap memiliki kekuatan magis. Lukisan tersebut banyak ditemukan di gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan. Cap jari tangan warna merah diperkirakan sebagai simbol kekuatan dan perlindungan dati roh-roh jahat, sementara cap tangan jadi jarinya tidak lengkap diperkirakan merupakan ungkapan duka atau berkabung.

c. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda) – Masa bercocok tanam
Kehidupan manusia pada zaman ini sudah mulai menetap, tidak berpindah-pindah. Jenis manusia yang hidup pada zaman ini yaitu Homo Sapiens ras Mongoloide dan Austromelanosoide. Mereka juga sudah mengenal bercocok tanam, namun masih melakukan perburuan. Mereka juga sudah dapat menghasilkan bahan makanan sendiri (food producing).

Hasil budaya peninggalan pada zaman ini pembuatannya sudah lebih sempurna, lebih halus dan disesuaikan dengan fungsinya. Alat-alat pada masa ini banyak digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Hasil kebudayaan yang terkenal di antaranya,
a) Kapak Lonjong: alat dari batu yang diasah berbentuk lonjong seperti bulat telur. Diperkirakan digunakan dalam menebang pohon. Peninggalan ini banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti Minahasa dan Papua.
b) Kapak Persegi: berbentuk persegi panjang atau trapesium, mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan.  Ukuran besar sering disebut beliung atau pacul, yang berukuran kecil disebut tarah (tatah) dan digunakan untuk mengerjakan kayu. Persebarannya di daerah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.

Ada pula peninggalan lain di antaranya,
a) Mata panah dan mata tombak: terbuat dari batu yang diasah secara halus untuk kepentingan berburu, ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan
b) Perhiasan seperti gelang-gelang dari batu indah: banyak ditemukan di wilayah Jawa.  
c) Alat pemukul kulit kayu
d) Pakaian dari kulit kayu: Pada zaman tersebut sudah dikenal adanya pakaian, dibuktikan dengan penemuan alat pemukul kulit kayu yang dijadikan sebagai bahan pakaian.
e) Tembikar (periuk belanga): banyak ditemukan pecahan-pecahannya di Sumatra. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang berisi tulang-tulang manusia.

d. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
Kebudayaan ini diperkirakan berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu. Manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar. Mereka telah membuat berbagai macam bangunan batu untuk kepentingan upacara keagamaan dan mengubur jenazah. Manusia pendukung pada zaman ini didominasi oleh Homo Sapiens.

Menurut Von Heine Geldren, kebudayaan megalitikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang. Pertama adalah Megalitikum Tua (2500-1500 SM) yang menyebar ke Indonesia pada zaman neolitikum dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.

Sedangkan masa Megalitikum Muda (1000-10 SM), menyebar pada zaman perunggu dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga , sarkofagus dan arca-arca dinamis.

Hasil kebudayaan zaman megalitikum di antaranya,
a) Menhir: tiang atau tugu batu untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Tengah.
b) Punden berundak: bangunan yang tersusun bertingkat, berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Punden berundak bertingkat tiga yang memiliki makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih di kandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Cibedug, Banten Selatan.
c) Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk persembahan pada roh nenek moyang. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Di bawah dolmen sering ditemukan kubur batu untuk meletakkan mayat.
d) Sarkofagus: peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup, pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan. Sarkofagus memiliki jenis bentuk dan ornamen yang berbeda. Di dalamnya ditemukan tulang-tulang manusia dan bekal kubur berupa periuk, beliung persegi, perhiasan dari perunggu dan besi. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali.
e) Kubur batu: peti mati yang dibentuk dari 6 papan batu. Paling banyak ditemukan di daerah Sumba dan Minahasa.
f) Waruga: Kubur batu khas Minahasa, kebanyakan berupa kotak batu dengan tutup berbentuk segitiga mirip bangunan rumah sederhana.
g) Arca batu: patung-patung dari batu berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan yaitu gajah, kerbau, harimau dan monyet. Daerah penemuannya yaitu di Pasemah (Sumatera Selatan), Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur.

2. Zaman Logam
Zaman logam disebut juga sebagai zaman perundagian karena di masyarakat timbul golongan undagi yang terampil dalam melakukan pekerjaan tangan. Pada zaman ini, manusia purba sudah mulai mengenal teknologi dan pertukangan dengan membuat peralatan yang sesuai dengan kebutuhan hidup. Manusia sudah mulai membuat alat dari logam seperti perunggu dan besi.

Ada 2 teknik pembuatan alat logam, yaitu dengan cetakan batu (bivalve) dan dengan cetakan tanak liat dan lilin (a cire perdue). Zaman logam dibagi menjadi 3 zaman yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi, namun zaman tembaga tidak terjadi di Indonesia.
a. Zaman Tembaga
Zaman tembaga merupakan awal manusia mengenal logam. Tembaga digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat peralatan. Indonesia diperkirakan tidak terpengaruh dengan zaman tembaga karena sampai sekarang belum ada ditemukan peninggalan sejarah dari zaman tembaga di Indonesia.

b. Zaman Perunggu
Pada zaman ini, manusia membuat alat dengan bahan dasar perunggu. Peninggalan sejarah dari zaman perunggu di Indonesia di antaranya,
a) Candrasa: sejenis senjata, ditemukan di Bandung dan diperkirakan digunakan untuk keperluan upacara.
b) Kapak Corong (Kapak Sepatu): alat kebesaran dan upacara adat yang berbentuk seperti corong, ditemukan di Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
c) Nekara: Genderang besar atau tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan untuk upacara ritual, khususnya sebagai pengiring upacara kematian, upacara memanggil hujan, dan sebagai genderang perang. Daerah penemuannya yaitu di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Roti, Selayar, dan Kepulauan Kei. Nekara “The Moon of Pejeng” yang merupakan nekara terbesar di Indonesia terdapat di Bali.
d) Moko: sejenis nekara yang ukurannya lebih kecil, berfungsi sebagai benda pusaka seorang kepala suku, benda yang diwariskan kepada anak laki-laki kepala suku dan juga mas kawin. Moko lebih banyak ditemukan di Pulau Alor dan Manggarai ( Pulau Flores).
e) Bejana Perunggu: memiliki bentuk seperti periuk namun langsing dan gepeng. Di Indonesia, bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan Madura. Kedua bejana yang sudah ditemukan memiliki hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar – gambar geometri dan pilin – pilin yang mirip huruf J.
f) Arca Perunggu: ada yang berbentuk manusia dan ada juga yang berbentuk binatang. Umumnya kecil dan terdapat cincin pada bagian atasnya. Cincin tersebut digunakan untuk menggantungkan arca itu karena arca tersebut juga digunakan sebagai liontin. Arca perunggu ditemukan di Bangkinang (Riau), Palembang (Sulawesi Selatan), dan Limbangan (Bogor).

Dari benda-benda peninggalan di atas, peninggalan yang paling terkenal adalah kapak corong. Selain itu ditemukan juga benda-benda perhiasan seperti kalung, cincin, anting-anting, dan manik-manik.

c. Zaman Besi
Manusia telah mampu membuat peralatan yang lebih sempurna dengan bahan besi yaitu dengan meleburkan bijih besi dan menuangkannya ke dalam cetakan. Hasil peninggalan dari zaman besi yang ditemukan di Indonesia yaitu mata kapak, mata sabit, mata pisau, mata pedang, cangkul, dan sebagainya.

Mata kapak digunakan untuk membelah kayu dan mata sabit digunakan untuk menyambit tumbuh-tumbuhan. Benda-benda tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punug (Jawa Timur).

Periodisasi Masa Praaksara berdasarkan Perkembangan Kehidupan

Berdasarkan perkembangan kehidupan atau kebudayaannya, masa praaksara dapat dibagi menjadi beberapa tahap di antaranya,
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana diperkirakan semasa dengan zaman paleolithikum. Pada masa ini, peradaban manusia masih rendah. Manusia masih mengembara berpindah-pindah tempat sebagai pemburu binatang dan penangkap ikan.

Di samping itu, mereka juga meramu, yakni mencari dan mengumpulkan makanan. Jenis makanan yang dikumpulkan misalnya ubi-ubian, buah-buahan dan daun-daunan yang tumbuh alami (tidak ditanam).
a. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana masih sangat bergantung total pada alam. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara berburu hewan dan mengumpulkan umbi-umbian, buah-buahan serta dedaunan yang tumbuh secara alami dan dapat ditemukan di sekitar lingkungan mereka.

Jika sumber makanan di sekitar tempat mereka menipis atau sudah habis, mereka berpindah ke tempat lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa mereka masih mengembara atau disebut juga dengan nomaden.

b. Kehidupan Sosial
Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana hidup secara berkelompok yang tersusun dari keluarga-keluarga kecil. Anggota kelompok yang laki-laki melakukan perburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan kecil.

Mereka selalu berpindah-pindah tempat mencari tempat tinggal baru yang banyak terdapat binatang buruan dan bahan makanan. Selain itu, manusia pada masa ini juga sering mencari tempat-tempat yang ada airnya.

Tempat yang mereka pilih ialah di padang-padang rumput diselingi semak belukar, yang sering dilalui binatang buruan. Kadang-kadang mereka memilih tempat tinggal di tepi pantai, sebab di situ mereka dapat mencari kerang dan binatang-binatang laut lainnya.

c. Kehidupan Budaya
Pada masa ini, manusia sudah mampu membuat alat-alat sederhana dari batu atau tulang dan kayu. Meskipun begitu, alat-alat yang dibuat masih berbentuk kasar. Alat-alat tersebut di antaranya,
a) Alat-alat batu inti, terdiri kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam.
b) Alat serpih yang digunakan untuk pisau, peraut, gurdi, mata panah, dan untuk menguliti umbi-umbian.
c) Selanjutnya adalah Alat dari tulang dan kayu.

2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut diperkirakan semasa dengan zaman mesolithikum. Manusia mulai hidup menetap walaupun hanya untuk sementara waktu dan mulai mengenal cara bercocok tanam sederhana.  

Selain itu, tampak pula beberapa kegiatan manusia yang menghasilkan sesuatu yang belum dicapai pada masa sebelumnya. Seperti lukisan di dinding gua atau dinding karang.
a. Kehidupan Ekonomi
Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sudah mengenal cara bercocok tanam dengan sistem berladang. Caranya adalah dengan menebang hutan, kemudian membersihkan dan menanaminya.

Beberapa kali tanah ladang itu dipergunakan, dan setelah dirasakan kesuburannya berkurang, maka mereka berpindah ke tempat lain. Selain berladang, di zaman ini juga manusia telah mampu memelihara dan mengembangbiakkan binatang.

b. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut masih dipengaruhi oleh cara hidup pada masa sebelumnya. Mereka masih melakukan perburuan hewan, menangkap ikan, mencari kerang dan mengumpulkan makanan dari lingkungan di sekitarnya.

Meskipun demikian, kehidupan manusia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Manusia secara berkelompok mulai hidup menetap dengan memilih gua sebagai tempat tinggalnya. Biasanya gua yang dipilih adalah gua yang letaknya cukup tinggi, yaitu di lereng bukit dan dekat dengan mata air.

c. Kehidupan Budaya
Selama tinggal di gua, mereka biasa melukiskan sesuatu di dinding gua. Lukisan yang mereka tinggalkan menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup. Lukisan-lukisan tersebut dibuat dengan cara menggores dinding atau dengan memberi warna merah, hitam, dan putih. Bentuknya bermacam-macam meliputi: gambar tangan, binatang, atau bentuk lainnya.

Lukisan dinding gua juga menandakan mulai berkembangnya kepercayaan-kepercayaan manusia pada masa itu. Misalnya lukisan cap tangan berwarna merah mengandung arti kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda berkabung.

Pada masa ini, kemampuan manusia membuat alat-alat atau perkakas mengalami kemajuan yang cukup pesat pula. Alat-alat batu yang dibuat bentuknya lebih halus daripada masa sebelumnya. Alat-alat tersebut di antaranya,
a) Kapak Sumatera, yaitu batu kerakal yang dibelah tengah sehingga satu sisinya cembung halus dan sisi lainnya kasar.
b) Alat tulang sampung, yaitu alat yang terbuat dari tulang dan tanduk digunakan sebagai penggali umbi-umbian.

3. Masa Bercocok Tanam
Setelah melewati tahap hidup berburu dan mengumpulkan makanan, manusia memasuki masa kehidupan yang disebut masa bercocok tanam. Masa bercocok tanam diperkirakan semasa dengan zaman Neolithikum. Pada masa ini, peradaban manusia sudah mencapai tingkatan yang cukup tinggi.

Hal tersebut karena manusia sudah mampu mengolah alam untuk mencukupi kebutuhan dan hidup menetap, karena persediaan makanan sudah tercukupi tanpa berpindah-pindah.
a. Kehidupan Ekonomi
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah tidak lagi sepenuhnya bergantung pada alam. Kebutuhan makan dipenuhi dengan cara membabat hutan dan semak belukar untuk ditanami berbagai jenis tanaman, sehingga tercipta ladang-ladang yang memberikan hasil pertanian.

Selain bercocok tanam, mereka juga mengembangbiakan binatang ternak seperti ayam, kerbau dan hewan ternak lainnya. Meskipun sudah bercocok tanam dan memelihara hewan ternak, namun kegiatan berburu dan mengumpulkan hasil hutan juga masih tetap dilakukan.

Kemudian manusia pada masa bercocok tanam juga diperkirakan sudah melakukan kegiatan barter atau menukarkan barang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Barang yang dipertukarkan pada waktu itu ialah hasil-hasil cocok tanam, hasil kerajinan tangan seperti gerabah dan beliung, atau hasil laut berupa ikan yang dikeringkan. Ikan laut yang dihasilkan oleh penduduk pantai sangat diperlukan oleh mereka yang bertempat tinggal di pedalaman.

b. Kehidupan Sosial
Hidup menetap pada masa bercocok tanam memberi kesempatan bagi manusia untuk menata kehidupan secara teratur. Mereka mulai berkelompok dan membentuk masyarakat perkampungan. Perkampungan pada masa bercocok tanam terdiri atas tempat tinggal sederhana yang didiami oleh beberapa keluarga dan dipimpin oleh kepala kampung.

Biasanya kedudukan sebagai kepala kampung dijabat oleh orang yang paling tua dan berwibawa. Kepala kampung merupakan tokoh yang disegani, dihormati dan ditaati oleh penduduk kampung yang dipimpinnya. Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan bersama mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat.

Kegiatan yang banyak menghabiskan tenaga seperti, membabat hutan, menyiapkan ladang untuk ditanami, membangun rumah atau membuat perahu dilakukan oleh laki-laki. Adapun perempuan melakukan kegiatan menabur benih di ladang yang sudah disiapkan, merawat rumah dan kegiatan lain yang tidak memerlukan tenaga besar.

c. Kehidupan Budaya
Pada masa bercocok tanam, manusia semakin mahir membuat berbagai alat-alat atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan sudah lebih halus dan fungsinya beraneka ragam. Alat-alat tersebut di antaranya,
a) Kapak Persegi digunakan mengerjakan kayu, menggarap tanah dan alat upacara keagamaan.
b) Sementara itu Kapak Lonjong digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan sebagai kapak biasa.
c) Gerabah digunakan sebagai wadah untuk menampung makanan.
d) Alat pemukul kulit kayu, digunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus.
e) Perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang.

Pada masa bercocok tanam, berkembang pula kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat meninggal dunia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya sendiri. Oleh karena itu, diadakan upacara pada waktu penguburan.

Orang yang meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari, seperti perhiasan dan periuk yang dikubur bersama tubuhnya. Hal tersebut maksudnya agar perjalanan orang yang meninggal menuju alam arwah dan di kehidupan selanjutnya terjamin dengan baik.

Oleh karena itu, pada masa ini mulai berkembang pula tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik (bangunan besar dari batu). Tradisi ini didasari atas kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati. Kepercayaan itu terutama pada akan adanya pengaruh kuat dari orang yang telah meninggal terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.

Jasa seorang kerabat yang telah meninggal dunia diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Bangunan ini kemudian menjadi media penghormatan, tempat singgah, dan menjadi lambang bagi orang yang meninggal tersebut.

4. Masa Perundagian
Masa perundagian merupakan akhir masa praaksara di Indonesia. Kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah “ahli”. Lebih jauh maknanya mengacu pada seseorang, sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu. Misalnya ahli pembuatan gerabah,  pembuatan perhiasan, atau pembuatan sampan.

Masa perundagian diperkirakan semasa dengan zaman perunggu. Pada masa ini, peradaban manusia sudah maju tingkatannya. Teknologi pembuatan alat-alat atau perkakas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya.
a. Kehidupan Ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian telah mampu menata dan mengatur kehidupannya. Kegiatan kehidupan yang mereka lakukan tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Kegiatan pertanian di ladang dan sawah masih tetap dilakukan. Pengaturan air dilakukan agar kegiatan pertanian tidak sepenuhnya bergantung pada hujan. Hasil pertanian disimpan untuk masa kering dan mungkin juga untuk diperdagangkan ke daerah lain. Kegiatan peternakan juga turut berkembang, hewan ternak yang dipelihara lebih beragam dari masa sebelumnya. Masyarakat telah mampu beternak kuda dan berbagai jenis unggas lainnya.

Munculnya golongan masyarakat yang memiliki keterampilan khusus menyebabkan teknologi berkembang pesat. Seiring kemajuan yang dicapai, terjadi peningkatan kegiatan perdagangan pula, meskipun masih bersifat barter (tukar-menukar barang).

Bedanya, pada masa perundagian, perdagangan telah menjangkau tempat-tempat yang jauh, hingga ke antarpulau. Barang-barang yang dipertukarkan semakin beragam, seperti alat pertanian, perlengkapan upacara, dan hasil kerajinan.

Kegiatan perdagangan antarpulau pada masa perundagian dibuktikan dengan ditemukannya nekara di Selayar dan kepulauan Kei yang dihiasi gambar-gambar binatang seperti gajah, merak, dan harimau. Binatang-binatang ini tidak ada di wilayah Indonesia bagian timur. Hal tersebut menunjukkan bahwa nekara tersebut berasal dari daerah Indonesia bagian barat.

b. Kehidupan Sosial
Masyarakat pada masa perundagian hidup menetap di perkampungan yang lebih besar dan lebih teratur. Beberapa perkampungan kini bersatu hingga jumlah kelompok penduduk bertambah banyak. Masyarakat tersusun dalam kelompok yang beragam. Ada kelompok petani, ada pedagang, ada pula kelompok undagi (pengrajin/tukang).

Dalam tata kehidupan yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti harimau dan kijang masih tetap dilakukan. Namun kali ini perburuan sudah mulai bergeser tujuannya. Perburuan selain untuk menambah mata pencaharian, juga dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat keberanian dan kegagahan dalam suatu lingkungan masyarakat.

c. Kehidupan Budaya
Pada masa perundagian, manusia sudah mahir membuat berbagai peralatan atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan terbuat dari logam digunakan untuk bertani, bertukang, peralatan rumah tangga, perhiasan, hingga alat perlengkapan upacara dan pemujaan.

Kepercayaan yang berkembang pada masa ini masih melanjutkan kepercayaan pada masa sebelumnya. Manusia meyakini bahwa arwah nenek moyang mereka akan berpengaruh terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Oleh karena itu, arwah nenek moyang harus selalu dihormati dengan melaksanakan berbagai upacara.

Penghormatan kepada orang yang sudah meninggal dengan diberi bekal kubur juga masih dilakukan. Apalagi jika orang yang meninggal adalah orang yang terpandang atau mempunyai kedudukan dalam masyarakat.

Pada masa ini, berbagai bidang seni seperti seni lukis, seni ukir/pahat, seni patung, dan seni bangunan (arsitektur) mengalami perkembangan. Hal yang menunjukkan perkembangan ini di antaranya adalah meningkatnya pemahatan arca dan pendirian bangunan batu untuk pemujaan.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment