Pelayaran Hongi: Pengertian, Latar Belakang, Aspek, Tujuan, dan Akibatnya
Pelayaran Hongi (Hongitochten) |
Pengertian Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi (Hongitochten) adalah bentuk pelayaran serta pengawasan yang dilakukan oleh pemerintahan zaman VOC Belanda sebagai strategi guna menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah termasuk Hak Ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon Pala atau Cengkih, demi mengekalkan monopoli rempah-rempah di Kepulauan Maluku dan sekitarnya.
Fokus dari aktivitas pelayaran ini adalah Indonesia bagian Timur, terutama di daerah Maluku, Ambon, Ternate-Tidore, dan Pulau Seram. Kebijakan ini merupakan upaya Belanda untuk mengontrol dan meregulasi siapa saja yang dapat menanam dan menjual rempah. Hal ini penting untuk dilakukan karena jika tidak, maka akan terjadi kelebihan produksi rempah, sehingga harganya pun turun dan akan mengurangi keuntungan perdagangan rempah Belanda.
Karena Indonesia bagian Timur terdiri dari banyak kepulauan-kepulauan kecil, maka aktivitas pengontrolan ini tidak bisa dilakukan dari darat, tetapi harus lewat laut. Kebijakan ini pertama kali dilakukan pada 1625, saat armada VOC melakukan Pelayaran Hongi dan memusnahkan beribu-ribu pohon cengkih milik rakyat Hoamoal. Rakyat Maluku pun terus mengalami penderitaan akibat Pelayaran Hongi yang disertai dengan ekstirpasi.
Latar Belakang Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi terbentuk atas prakarsa dari pihak VOC Belanda yang memang bergerak pada urusan dagang Asia. Diketahui bahwa pelayaran ini sebenarnya merupakan taktik pihak Belanda untuk menguasai hasil rempah-rempah di Nusantara.
Kala itu yang menjadi komoditas menarik dan unik adalah cengkeh dan pala. Permasalahannya wilayah penghasil cengkeh dan pala tergolong sulit untuk dijangkau. Sementara itu keberadaan kedua rempah tersebut semakin langka di dunia perdagangan. Hal itulah yang kemudian menjadi asal mula timbul niat dari Belanda untuk melakukan monopoli dengan membatasi produksi rempah-rempah.
Meski berlindung dengan dalih bahwa tujuan dari pelayaran Hongi adalah untuk mengamankan kawasan Nusantara dari pencurian, nyatanya banyak pihak yang menyadari maksud terselubung tersebut.
Alhasil ketidaksetujuan dan upaya perlawanan dari beberapa wilayah Nusantara tidak bisa terelakkan lagi. Salah satu wilayah yang menolak kebijakan VOC pada masa itu adalah Banda, sehingga Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen mengerahkan armadanya untuk menyerang pada tahun 1621.
Dengan armada yang luar biasa, pihak Belanda mampu menghabisi masyarakat Banda dengan membunuh para pemimpin mereka. Tidak hanya di Nusantara saja, pihak luar yang dianggap mempunyai peluang dan keinginan untuk bersaing dengan Belanda dalam menguasai rempah-rempah juga disingkirkan.
Sebut saja Spanyol, Portugis, dan Inggris. Bahkan pada tahun 1623, hanya berselang dua tahun, Inggris juga dihabisi oleh Belanda.
Aspek Pelayaran Hongi
Patroli Kapal Kora-Kora
Pelayaran Hongi dilaksanakan dengan menggunakan perahu Kora-Kora yang dilengkapi dengan marinir dan meriam lengkap. Selain itu, satu kapal juga dilengkapi dengan pendayung yang mencapai 200 orang untuk memastikan pergerakan di perairan yang cepat. Kapal ini disediakan oleh penguasa-penguasa daerah di Maluku, terutama dari Ambon yang sudah berkerjasama dengan Belanda.
Di lain pihak, Belanda memberikan makanan dan suplai bagi para pendayung dan pasukan Hongi ini. Dengan jumlah pendayung yang banyak serta konstruksi yang kokoh, kapal ini mampu melakukan patroli dengan cepat di perairan dangkal laut Banda.
Hak Ekstirpasi Belanda
Ekstirpasi adalah pembakaran dan penghancuran tanaman-tanaman cengkeh dan pala yang ada di kepulauan Maluku untuk menjaga angka produksi rempah tersebut. Kontrol jumlah produksi ini penting untuk menjaga agar harga rempah tetap tinggi di pasar Internasional. Kebijakan ekstirpasi ini dapat dilaksanakan dengan 2 metode yaitu metode kooperatif dari para penguasa daerah dan metode paksa dari pihak Belanda dan VoC.
Metode kooperatif ini dilakukan dengan cara membangun perjanjian-perjanjian dagang dengan para penguasa dan bangsawan daerah. Bangsawan tersebut berperan mengontrol pertanian cengkeh dan pala serta menghancurkan pertanian apapun yang tidak memiliki izin dari Belanda.
Metode paksa juga dilakukan oleh pihak Belanda dengan cara patroli menggunakan kapal kora-kora yang dilengkapi meriam. Di sini, mereka bertujuan untuk mengecek apakah ada petani yang belum patuh terhadap kebijakan Belanda, jika ada maka lahan petani tersebut akan dibakar dan disita oleh Belanda.
Tujuan Pelayaran Hongi
Tujuan utama dari pelayaran hongi adalah untuk mengukuhkan monopoli rempah yang dimiliki oleh Belanda. Monopoli ini meliputi hak produksi, hak membeli, dan hak menjual yang murni dimiliki oleh Belanda. Berikut alasan Belanda menerapkan kebijakan ini di antaranya,
1. Memonopoli perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara yang pusat produksinya adalah di Maluku
2. Menjaga dan mengawasi siapa saja yang boleh menanam tanaman rempah di Maluku serta apakah mereka sudah memiliki izin menanam dari Belanda
3. Mengontrol dengan ketat jumlah rempah yang diproduksi oleh para petani pribumi
4. Mengawasi jalur perdagangan rempah di Maluku dan Indonesia bagian Timur. Hal ini penting karena terdapat pedagang Spanyol, Inggris, dan Portugis yang beroperasi juga di daerah ini. Kebijakan VOC saat itu adalah, hanya mereka yang dapat membeli rempah yang diproduksi di maluku
5. Menertibkan para petani agar melakukan praktik penanaman dan penjualan rempah yang sesuai dengan kebijakan Belanda
Akibat dari Pelayaran Hongi
Terhadap Penduduk Indonesia
Pelayaran Hongi memiliki dampak yang pada umumnya negatif bagi penduduk Maluku pada saat itu. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat dengan bebas menanam tanaman cengkeh dan pala yang menjadi komoditas unggulan.
Selain itu, mereka juga harus tunduk terhadap kebijakan-kebijakan perdagangan Belanda yang ditetapkan secara searah. Banyak lahan-lahan petani cengkeh yang dihancurkan untuk menjaga agar tidak terjadi kelebihan produksi rempah-rempah ini di pasar Internasional.
Selain itu, aktivitas ini juga membuat Belanda semakin berkuasa di Indonesia karena mereka semakin kaya dan memiliki banyak sumber daya. Oleh karena itu, akan lebih sulit untuk melawan penjajahan Belanda kedepannya.
Meskipun begitu, terdapat pula dampak positif dari kebijakan ini terhadap penduduk Maluku yaitu munculnya rasa solidaritas dan semangat melawan penjajahan. Hal ini terjadi karena masyarakat merasakan penderitaan dari kebijakan-kebijakan Belanda yang satu arah dan menekan.
Selain itu, masyarakat dan penguasa daerah Maluku juga semakin terbuka terhadap perdagangan Internasional antar negara yang sedang berkembang saat itu. Meskipun begitu, mereka tetap tidak dapat melakukan apapun untuk memanfaatkan perdagangan tersebut.
Terhadap Belanda dan VoC
Kebijakan Hongi Tochten memiliki dampak yang sangat positif terhadap perekonomian Belanda dan kondisi keuangan dari Veerenigde Oost Indische Compagnie (VoC). Hal ini terjadi karena Belanda mampu menguasai perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang hanya dapat ditemukan di Maluku.
Keuntungan dari monopoli cengkeh dan pala ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Belanda sehingga menjadi salah satu negara paling kaya di zamannya. Oleh karena itu, kebijakan ini sukses dalam mewujudkan tujuan Belanda untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari daerah jajahannya di Hindia Belanda.
Dengan adanya dorongan keuntungan ini, VoC juga mampu untuk menyewa lebih banyak tentara kolonial. Tentara-tentara ini nantinya akan ditugaskan untuk menjaga dan memperluas wilayah jajahannya di Hindia Belanda.
Dari berbagai sumber
Post a Comment