Money Laundering: Pengertian, Dasar Hukum, Modus, Ciri, dan Tahapannya
Money Laundering |
Pengertian Money Laundering
Money Laundering (pencucian uang) adalah suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Padahal kenyataannya, aset ataupun uang yang bukan miliknya tersebut dikaburkan dan tidak terlihat lagi seperti sudah digunakan sesuai dengan keperluan. Sehingga, pihak yang melakukan tindak money laundry ini mampu mengakuisisi ataupun aset tersebut secara penuh.
Money laundering atau pencucian uang merupakan tindak pidana yang melibatkan kegiatan keuangan dalam batasan yang sangat sulit untuk menentukan keterlibatan institusi, selain perbankan yang selama ini dikenal sebagai sarana aktivitasnya.
Dasar Hukum Money Laundering
Tindakan kejahatan money laundry ini bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Karena, pelaku bisa memberikan kerugian pada banyak pihak dengan total kerugian yang besar. Untuk itu, dengan beberapa pasal pada UU N0 8 di tahun 2010, para tersangka money laundry bisa menerima hukuman penjara hingga 20 tahun serta denda sebanyak 10 miliar rupiah.
Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), tindak pidana pencucian uang dapat diklasifikasi ke dalam 3 (tiga) pasal:
1. Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
2. Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
3. Pasal 5
Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.
Modus Money Laundering
Selain banyaknya proses yang dilakukan, money laundry juga mempunyai beberapa motivasi atau modus. Modus money laundry ini mencakup loan back, kegiatan jual beli di perdagangan internasional, c-chase, akuisisi, perdagangan saham, investasi pada instrumen tertentu, identitas palsu, serta deposit taking.
Modus money laundry yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah akuisisi. Modus ini adalah berupa pengambilalihan suatu saham dengan modus perusahaan yang hendak diakuisisi adalah perusahaan milik pribadinya.
Ciri Money Laundering
Kiagus Badarudin, Ketua PPATK, menjelaskan bahwa terdapat beberapa ciri orang yang melakukan tindak pidana pencucian uang di antaranya,
1. Hasil dana atau aset yang diperoleh akan disimpan pada sistem keuangan. Dana tersebut umumnya akan disimpan pada bank, asuransi ataupun pasar modal
2. Melakukan kegiatan dana ataupun aset agar semakin sulit dilacak sumbernya. Ciri ini umumnya dilakukan oleh pelaku dengan cara menyimpannya pada suatu bank, lalu memindahkannya pada bank lain dengan cara transfer ke rekening dengan menggunakan nama lain, seperti ke rekening asisten, pembantu, dan lain-lain.
3. Memanfaatkan dana untuk bisa membeli suatu aset pada suatu wilayah. Tapi, proses pembelian aset ini dilakukan dengan menggunakan nama orang lain yang umumnya tidak berada pada lingkaran kerabatnya. Lalu, agar dia bisa memiliki aset tersebut, maka dia akan berpura-pura untuk membeli aset tersebut sebagai tangan kedua secara kredit atau tunai.
Tahapan Proses Money Laundering
Uang kotor biasanya melewati beberapa langkah dan fase sebelum dicuci agar tampak “bersih” di antaranya,
1. Penempatan
Dalam fase ini, uang dimasukkan ke dalam sistem keuangan yang sah. Penjahat biasanya ingin “kehilangan” uang karena menjaga kepemilikan fisik uang tunai yang secara langsung terhubung dengan kegiatan kriminal mereka dan membuat mereka terekspos dan rentan untuk tercium pihak berwajib.
Sebagai gantinya, mereka memasukkan uang ke dalam sistem keuangan, biasanya menggunakan perusahaan, bisnis ritel, rekening bank, konversi menjadi cek perjalanan, cryptocurrency, dan diselundupkan ke luar negeri, dan lain-lain.
Tujuan fase ini adalah untuk memindahkan uang dari tempat akuisisi untuk menghindari terdeteksi dan mengubahnya menjadi aset lain. Pencucian uang adalah bisnis yang padat uang, karena fakta bahwa uang tunai fisik dan transaksi tunai ilegal tidak dapat dilacak.
Bisnis yang paling rentan terhadap pencucian uang adalah bank, restoran, hotel, bar, dealer mobil, akuntan, pengacara, kasino, seni, dan pedagang barang antik, tempat parkir, pengecer, dealer dengan komoditas dan barang mewah, operator mesin penjual otomatis, dan lain-lain.
Misalnya, organisasi kriminal dapat menggunakan restoran atau bisnis penjualan mobil (yang mengambil uang tunai) dan membiarkan uang kotor melewati bisnis ini dengan menggelembungkan penerimaan kas harian restoran. Restoran menyalurkan uang melalui rekening banknya dan uang tersebut kemudian digunakan sebagai uang bersih.
2. Pelapisan (Layering)
Sekalipun uang tunai berhasil dimasukkan ke dalam sistem keuangan, uang itu masih dapat ditelusuri kembali ke asal (orang yang memasukkannya ke dalam sistem). Ini berarti bahwa uang itu tidak bisa begitu saja dimasukkan ke dalam sistem dan “duduk” di sana. Uang itu harus dipindahkan untuk membingungkan dan menyembunyikan asalnya.
Fase ini memiliki tujuan untuk menyembunyikan sumber uang dengan menggunakan serangkaian transaksi, perusahaan dan orang yang berbeda, tipu muslihat pembukuan dan trik lainnya.
Ini adalah proses membagi uang tunai ilegal dan menyalurkannya melalui beberapa rekening bank, perusahaan, transaksi, perantara, mengonversinya bolak-balik, melakukan beberapa transfer kawat, pesanan, letter of credit, cryptocurrency, saham, pembelian aset berharga (seni, perhiasan), emas, dan lain-lain.
Pelapisan mencakup sistem transaksi yang sangat kompleks. Teknik-teknik ini dirancang untuk menyembunyikan jejak, mengaburkan sumber dan memberikan tingkat anonimitas.
3. Integrasi
Ini adalah tahap akhir, uang yang dicuci tampaknya sah, bercampur dengan uang sah dan gunakan sebagai uang bersih.
Para penjahat menggunakan beberapa teknik untuk mengintegrasikan uang dan sehingga mereka menciptakan asal hukum yang jelas, seperti pinjaman fiktif, dividen, kontrak, capital gain (keuntungan modal), dan lain-lain. Pada tahap ini, agak sulit untuk membedakan mana uang yang akan diperoleh secara legal dan yang mana secara ilegal.
Integrasi ini adalah tahapan di mana uang kotor sudah kabur asal usulnya dan bercampur dengan harta lainnya, sehingga sudah amat sulit terdeteksi karena tampak sah dan siap untuk dinikmati oleh si penjahat. Dan diinvestasikan ke beragam bentuk kekayaan material maupun mau pun keuangan, uang itu digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis sah si pelaku dan juga untuk pembiayaan kembali usaha ilegalnya.
Dari berbagai sumber
Post a Comment