Meganthropus Paleojavanicus: Pengertian, Sejarah, Ciri, Pola Hidup, dan Jenisnya
Meganthropus Paleojavanicus |
Pengertian Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus adalah salah satu di antara fosil manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia. Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata 'Mega' yang berarti besar dan 'Anthropus' berarti manusia, dan 'Paleo' berarti tertua, serta 'Javanicus' berarti Jawa. Jika digabungkan, memiliki arti manusia bertubuh besar paling tua di pulau Jawa.
Fosil tersebut kali pertama ditemukan oleh G.H.R von Koenigswald pada penelitian 1936 dan berakhir pada 1941 di Situs Sangiran. Bagian yang ditemukan ketika itu ialah rahang bawah dan rahang atas. Ketika pertama ditemukan, von Koenigswald menyebutnya Meganthropus palaeojavanicus, artinya 'manusia raksasa dari Jawa'.
Meganthropus paleojavanicus konon diperkirakan hidup pada masa 1-2 juta tahun yang lalu yaitu masa Paleolithikum atau zaman batu tua. Meganthropus Paleojavanicus seperti manusia purba lainnya yang masih bersifat nomaden dan mengandalkan berburu. Hal itu berarti manusia-manusia tersebut mengandalkan alam untuk bertahan hidup.
Sejarah Meganthropus Paleojavanicus
Penemuan dari fosil meganthropus ini terbagi menjadi beberapa bagian di antaranya,
Awal Penemuan
Pertama kalinya fosil tersebut ditemukan oleh GHR Von Koeningswald pada tahun 1936 sampai 1941 sampai di situs Sangiran. Terdapat dua bagian kepala dari manusia purba Meganthropus Paleojavanicus yaitu bagian rahang bawah dan atas.
Menurut keyakinan dari Von Koeningswald manusia purba jenis ini menjadi yang paling tua di pulau Jawa dengan perkiraan hidup sekitar 1 sampai 2 juta tahun yang lalu. Lebih tepatnya ketika peradaban manusia masih berada di fase Paleolithikum atau sering disebut sebagai jaman batu tua.
Perjalanan Von Koeningswald
Pada tahun 1936, Koenigswald melakukan penyisiran pada lembah Bengawan Solo yang ada di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah untuk menemukan fosil-fosil serta artefak purba.
Von Koeningswald berhasil memperoleh fosil manusia purba meskipun hanya berupa tengkoraknya saja. Baru setelah itu banyak dari ilmuwan yang berbondong-bondong untuk melakukan penelitian terhadap fosil yang sudah didapatkan itu.
Fosil ini pun kelak akan menjadi fosil yang dikenal sebagai meganthropus dan menjadi salah satu fosil manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia dan bahkan dunia.
Pemberian nama Meganthropus Paleojavanicus
Pemberian nama ini disesuaikan dengan kondisi fosil dan hasil penelitian yang sudah didapatkan oleh penemunya. Meskipun didapati dari Sangiran akan tetapi manusia purba satu ini mempunyai karakteristik yang berbeda dari penemuan sebelumnya, terutama pada ketinggian badan.
Meganthropus Paleojavanicus dibuktikan mempunyai geraham yang serupa dengan milik manusia zaman sekarang dan bukan seperti kera. Setelah mengetahui nama yang cocok para ilmuwan memberikan kesimpulan bahwa manusia ini merupakan makhluk vegetarian yang mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan.
Penelitian Lebih Lanjut
Penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald berakhir pada tahun 1942 karena terjadi perang dunia kedua dan kekuasaan Belanda di Indonesia berhasil dipatahkan oleh Jepang. Oleh sebab itu, kelanjutan dari penelitian diserahkan oleh ilmuwan lain yang bernama Franz Weidenreich, dengan perolehan fakta baru yakni rahang fosil tersebut mirip dengan gorilla, akan tetapi ukurannya jauh lebih besar.
Kemudian setelah itu penemuan-penemuan terkait fosil-fosil baru terus berkelanjutan pada waktu ke waktu. Sejumlah ilmuwan handal juga berhasil menemukan beberapa tengkorak serupa, terutama di wilayah Sangiran dan sekitarnya. Penemuan-penemuan ini akan menjadi salah satu batu loncatan yang mendorong aktivitas arkeologi dan penelitian sejarah di Indonesia.
Ciri Meganthropus Palaeojavanicus
Berikut beberapa ciri Meganthropus palaeojavanicus di antaranya,
1. Meganthropus paleojavanicus hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam, sehingga kehidupannya tergantung pada alam.
2. Cara hidup meganthropus paleojavanicus adalah nomaden atau selalu berpindah tempat karena bertahan hidup dengan mengumpulkan makanan. Ketika sumber makanan di suatu tempat sudah habis, maka mereka akan berpindah mencari lokasi lainnya.
3. Ciri meganthropus paleojavanicus lainnya adalah memiliki rahang bawah yang tebal dan kuat.
4. Memiliki tubuh yang sangat tegap.
5. Kening meganthropus paleojavanicus tebal dan menonjol.
6. Tulang pipi yang juga tebal dan menonjol tampak sangat dominan.
7. Memiliki otot yang sangat kuat.
8. Tidak terlihat memiliki dagu, tetapi bagian mulutnya menonjol.
9. Tulang pada ubun-ubun nampak pendek.
10. Bentuk hidung melebar.
11. Gigi dan rahang sangat besar sehingga otot kunyahnya sangat kuat.
12. Bentuk geraham menyerupai manusia.
13. Volume otaknya sebesar 900 cc.
14. Memiliki tinggi sekitar 2,5 meter.
15. Cara berjalannya mirip dengan orang utan, yaitu agak membungkuk dengan tangan yang menyangga tubuh.
16. Tangannya berukuran lebih panjang daripada kakinya.
17. Menggunakan peralatan memasak yang masih sangat kasar, karena dibuat dengan cara yang sangat sederhana yaitu dengan membenturkan batu dengan yang lain. Pecahan dari benturan batu akan menyerupai kapak. Alat inilah yang kemudian digunakan untuk mengumpulkan makanan dan memasak.
Pola Hidup Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus Paleojavanicus, seperti manusia purba lainnya, masih bersifat nomaden dan juga mengandalkan berburu dan meramu. Artinya, manusia-manusia ini mengandalkan alam untuk bertahan hidup, berbeda dengan manusia sekarang yang mengandalkan akal dan teknologi.
Ketika sumber daya alam dan makanan yang ada di suatu tempat habis, maka meganthropus akan berpindah ke tempat lain yang sumber daya alamnya masih berlimpah. Pola hidup berpindah-pindah ini mungkin terjadi karena biasanya mereka hidup dalam kelompok-kelompok yang relatif kecil dan bersifat hierarkis serta sebagai sebuah klan.
Untuk membantu mengolah makanan dan mengubah alam tempat mereka tinggal, meganthropus paleojavanicus menggunakan alat-alat batuan seperti kapak genggam dan kapak perimbas. Kedua jenis alat ini berguna untuk memotong-motong makanan hasil buruan mereka.
Jenis Meganthropus Paleojavanicus
1. Pithecanthoropus Soloensis, merupakan seorang pria monyet dari Solo. Jenis fosil manusia purba ini ditemukan sekitar 1931 oleh Openorth dan Von Koenigswald di pulau Jawa. Bagian pertama yang ditemukan adalah sebuah tulang tibialis dan tengkorak.
2. Meganthropus 2, Meganthropus 2 merupakan sebuah fragmen tengkorak yang pertama kali dijelaskan oleh Sartono pada 1982. Bentuk dari tengkorak itu lebih dalam, lebih melengkung, dan lebih luas dari spesies yang sebelumnya ditemukan. Tak hanya itu, temuan ini punya lambang sagital yang sama atau punggung temporal ganda dengan kapasitas tengkorak yaitu sekitar 800-1000 cc.
3. Meganthropus 1, spesimen Tyler (1) ini sudah digambarkan sebagai sebuah tengkorak yang hampir lengkap, tetapi dihancurkan dalam batas-batasnya. Apa yang berbeda dari tipe lain, yaitu spesimen ini tak punya sebuah ketinggian ganda yang memenuhi hampir di atas tengkorak dan bagian belakang lehernya sangat tebal.
4. Homo Soloensis, Franz dan Koenigswald menemukan manusia purba ini pada kisaran 1931-1934. Karena volume otaknya, manusia purba tersebut tidak termasuk kelas monyet-manusia. Mereka juga dianggap lebih pintar dan mempunyai kehidupan yang lebih baik. Adapun fosil pertama yang ditemukan yaitu tulang tengkorak dan diperkirakan hidupnya terjadi antara 900 ribu dan 300 ribu tahun yang lalu.
5. Arkaik, Arkaik sudah ditemukan pada lapisan tanah liat hitam dalam pembentukan grenzbank dan pucangan di Sangiran dan pasir vulkanik di utara Perning. Tipe Arkaik ini merupakan sebuah tipe terbesar dan paling berotot, dengan volume otak sekitar 870 cc.
6. Progresif, merupakan sebuah jenis paling maju yang ditemukan di endapan aluvial di Ngandong (Blora), Selopuro (Ngawi), dan endapan vulkanik di Tiger Connect. Volume otak pada jenis Progresif ini mencapai 1.100 cc, dengan tengkorak yang lebih tinggi dengan wajah pudar.
7. Tipik, merupakan tipe yang paling maju, kalau dibandingkan dengan tipe arkaik atau tipe lainnya. Spesies tipik ini ukurannya lebih besar dari Homo Erectus di Indonesia. Tipik ditemukan di Kedung Brubus (Madiun), Patiayam (Kudus), dan sejak 2011 kembali ditemukan di (Tegal). Konstruksi tengkorak pada spesies tipik lebih ramping, meski dahi masih miring, dan agak bengkok. Kapasitas otak pada spesies tipik ini sekitar 1.000 cc.
Dari berbagai sumber
Post a Comment