Abris Sous Roche: Pengertian, Sejarah Kebudayaan, dan Fungsinya
Abris Sous Roche |
Pengertian Abris Sous Roche
Abris sous roche adalah gua menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal. Abris sous roche menjadi salah satu hasil kebudayaan manusia praaksara yang hidup pada zaman Mesolitikum. Dari kebudayaan Abris sous roche ini menunjukkan adanya pola hunian yang menetap di gua-gua.
Umumnya, abris sous roche ini difungsikan sebagai tempat tinggal, yang jika dibandingkan dengan zaman ini mungkin setara dengan rumah atau rusun komunal. Meskipun bentuknya sangat sederhana, tetapi abis sous sangat kokoh dan mampu melindungi manusia purba dari kondisi alam yang ekstrem serta serangan binatang buas.
Penelitian mengenai kebudayaan Abris sous rache ini juga dilakukan oleh van stein Callenfels pada tahun 1928-1931 di Gua Lawu dekat Sampung, Ponorogo (Madiun). Abris sous roche juga ditemukan pada daerah Timor dan Rote oleh Alfred Buhler yang menemukan flakes culture dari kalsedon.
Penemuan ini kemudian dikenal sebagai Sampung Bone Culture yang didasarkan pada tempat dan penemuan alat-alat prasejarah yang terbuat dari tulang yang kemudian memunculkan peneliti-peneliti di antaranya,
1. Van Heekeren. Van Heekeren melakukan penelitian di daerah Besuki (Jawa Timur) dan menemukan kapak Sumatra dan kapak-kapak pendek disasa.
2. Alfred Buhler. Alfred Buhler melakukan penelitian di daerah Timor dan Rote serta menemukan Flakes Culture dari Kalsedon yang memiliki tangkai yang diperkirakan merupakan peninggalan dari bangsa Papua Melanesoid
Sejarah Kebudayaan Abris Sous Roche
Penelitian kebudayaan Abris sous roche ini dilakukan pada tahun 1928 sampai 1931 oleh Van Stein Callenfels di Goa Lawu dekat Sampung, Ponorogo. Alat-alat yang ditemukan di sana lebih banyak terbuat dari bahan tulang, maka disebut dengan Sampung Bone Culture, yaitu kebudayaan tulang yang berhasil ditemukan di wilayah Ponorogo, Jawa Timur.
Di daerah Besuki, yang merupakan salah satu daerah yang ada di Jawa Timur, Van Heekeren menemukan kapak pendek dan juga kapak Sumatera. Selain itu, abris sous roche juga ditemukan di daerah Rote dan Timur oleh Alfred Buhler yang berhasil menemukan flakes culture yang terbuat dari kalsedon bertangkai dan penemuan ini diduga peninggalan dari bangsa Papua Melanesoide.
Hasil kebudayaan Abris sous roche juga berhasil ditemukan Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah Lamancong yang kerap disebut dengan kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala sendiri ditemukan pada sebuah goa yang dikenal dengan Goa Leang Pattae dan sebagai inti dari kebudayaan ini yaitu flakes dan pebble.
Selain Toala, beberapa ahli juga menemukan penemuan lainnya yaitu kebudayaan Bacson-Hoabinh di Indonesia. Bacson-Hoabinh diperkirakan sebagai pusat budaya prasejarah Indonesia yang terdiri dari 2 macam kebudayaan di antaranya,
1. Kebudayaan flakes yaitu yang mana kebudayaan ini datang melalui jalan timur.
2. Kebudayaan pebble yaitu alat – alat yang terbuat dari tulang yang datang dari jalur barat.
Penelitian kebudayaan Bandung ini dilakukan di daerah Padalarang, Cicalengka, Bandung Utara, Banjaran Soreang, dan bahkan sampai sebelah barat Cililin oleh van Koenigswald. Ada juga kebudayaan yang berhasil ditemukan di daerah tersebut berupa flakes yang dikenal dengan microlith atau batu kecil, pecahan-pecahan tembikar, dan juga beberapa benda perunggu lainnya.
Penemuan Artefak pada Kebudayaan Abris Sous Roche
Sebenarnya terdapat banyak temuan goa yang telah berhasil ditemukan dan dikaji oleh van Koenigswald beserta para pakar sejarawan lainnya. Di mana hampir semuanya memiliki kesamaan garis besar yakni ada pada artefak peralatan kehidupan di dalam goa sehari-hari.
Dengan penemuan artefak itu, maka semakin menguatkan pendapat bahwa abris sous adalah konsep awal dari rumah (tempat tinggal). Atas penemuan tersebut, kemudian memunculkan peneliti-peneliti lainnya yang akhirnya melakukan riset terhadap objek Abris sous roche.
Terdapat beberapa ahli yang melakukan penelitian tersebut di antaranya,
1. Alfred Buhler
Pertama adalah Alfred Buhler. Dia melakukan penelitiannya itu di daerah Timor dan Rote. Dari hasil penelitiannya, ia berhasil menemukan Flakes Culture dari Kalsedon di mana ini mempunyai tangkai. Temuannya itu diperkirakan adalah hasil peninggalan dari bangsa Papua Melanesoid.
2. Van Heekeren
Kedua adalah Van Heekeren. Dimana penelitian berikutnya dilakukan di Jawa Timur yakni daerah Besuki. Penemu Heekeren ini berhasil menemukan kapak Sumatra serta kapak-kapak pendek disasak. Kemudian di dalam abris sous roche tersebut juga dijumpai beberapa model teknologi yang terbilang sangat sederhana.
Pertama terdapat alat tulang, yang sebagian besarnya ditemukan di dalam goa-goa Jawa seperti di Goa Lawa. Alat tersebut mempunyai bentuk yang lancip, yakni seperti belati yang dibuat dari bahan tanduk, Selain itu, ada juga yang berupa mata kail yang fungsinya adalah menangkap ikan di sungai.
Kedua, ada pula serpih bilah yang biasanya dipakai untuk senjata berburu. Di mana untuk permukaannya sendiri adalah kasar serta memiliki bentuk yang geometris. Bahan dalam pembuatan senjata ini biasanya berasal dari batuan andesit, kalsedon maupun batu gamping.
Namun, yang paling banyak dijumpai yaitu di goa-goa di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.
Fungsi Abis Sous Roche
Secara umum, abris sous roche berperan sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung manusia purba dari gangguan dan bahaya-bahaya alam terbuka. Berikut beberapa fungsi abris sous roche bagi manusia purba di antaranya,
1. Sebagai Tempat Menetap
Ketika memasuki zaman Mesolitikum, kehidupan manusia prasejarah sudah tidak lagi nomaden seperti sebelumnya. Bahkan mereka sudah mengalami kemajuan pesat dalam hal kehidupan bermasyarakat, karena telah menerapkan sistem aturan.
Oleh karena itu, mereka pun tinggal di suatu tempat secara berkelompok dengan mengenal pembagian tugas. Abris sous roche pada masa ini berfungsi sebagai tempat untuk menetap dan berlindung bagi manusia-manusia tersebut. Hal ini tentu saja perlu karena terdapat banyak binatang berbahaya yang berkeliaran pada masa tersebut.
Selain itu, manusia juga harus berlindung dari hujan, badai, banjir, ataupun fenomena alam lainnya yang dapat mengganggu kesehatan badan manusia.
Manusia purba menjalankan aktivitas sehari-hari berpusat pada abris sous. Mereka tidak akan melakukan kegiatan yang terlalu jauh dari kediaman, karena mereka telah memahami konsep ‘pulang’, bukan lagi sistem hidup berpindah-pindah.
Manusia purba biasanya memilih gua yang di bagian atasnya terdapat karang. Hal ini dikarenakan karang mempunyai sifat sangat kokoh, sehingga lebih tahan dari pelapukan. Karang juga memiliki struktur unik yang mudah dibentuk, jadi jika sewaktu-waktu manusia purba ingin merombak goa maka mudah saja melakukannya dengan peralatan yang ada.
Karena merupakan pusat aktivitas dan kehidupan manusia purba, maka tidak jarang ditemukan pula Kjokkenmoddinger di dekat goa-goa ini, yaitu sampah peradaban manusia pada zaman tersebut.
2. Sebagai Tempat Menyimpan Barang Berharga
Ketika di masa ini para sejarawan banyak menemukan artefak peralatan hidup di dalam abris sous roche, hal tersebut tidaklah mengherankan. Sebagaimana fungsi rumah pada kehidupan manusia modern yang dapat menyimpan banyak perabot penting dan berharga, maka abris sous pun berfungsi demikian.
Pada masa itu kehidupan manusia masih berfokus pada bagaimana mempertahankan hidup dengan menggunakan peralatan tersedia dan berbekal kekayaan alam. Maka manusia purba pun menciptakan alat-alat sederhana yang dapat mereka manfaatkan untuk menangkap buruan, mengurus pertanian, dan lain-lain.
Ketika peralatan tersebut sudah tidak digunakan, tidak mungkin langsung dibuang begitu saja. Maka manusia purba pun menyimpannya di dalam abris sous roche. Konsep ini pada dasarnya sama seperti manusia modern yang menyimpan peralatan rumah tangga di dalam dapur. Hanya saja sistem penyimpanan perabot pada manusia purba belum serapi sekarang.
Menariknya lagi, ada temuan lukisan yang terdapat di dalam goa. Lukisan tersebut masih sangat sederhananya, hanya ada gambar goresan cat merah, putih, dan hitam pada dinding yang menceritakan kehidupan sehari-hari manusia purba. Dengan ini dapat dibuktikan bahwa sebenarnya manusia sudah dekat dengan seni sejak masa prasejarah dulu.
Dari berbagai sumber
Post a Comment