Garuda Pancasila: Sejarah dan Maknanya

Table of Contents
Sejarah Garuda Pancasila dan Maknanya
Garuda Pancasila

A. Garuda Pancasila

Garuda Pancasila adalah lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penggunaan burung garuda sebagai lambang negara Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958. Dalam lambang tersebut terdapat perisai berbentuk seperti jantung yang digantung menggunakan rantai pada leher Garuda. Tak hanya itu, terdapat juga semboyan bertuliskan 'Bhinneka Tunggal Ika' pada bagian pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Menurut mitologi Hindu, burung garuda merupakan burung mistis yang berasal dari India. Burung tersebut diketahui berkembang sejak abad keenam di Indonesia. Burung garuda tersebut menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. Sementara warna emas pada burung garuda melambangkan kemegahan atau kejayaan.

Lambang ini tercipta melalui proses yang cukup panjang. Pencetus Garuda Pancasila adalah Sultan Hamid II pada tahun 1950. Lambang Garuda Pancasila ini memiliki makna yang cukup mendalam dan dalam pemilihan burung garuda, jumlah bulu, warna hingga simbol-simbolnya memiliki filosofi yang cukup berarti.

Seekor Burung Garuda yang telah dimodifikasi oleh seorang seniman, menjadi simbol negara, dengan gagah membawa pilar-pilar ideologis yang kelak disebut PANCASILA. Sejarah mengungkapkan pada, Pagi, 18 Agustus 1945, atau Sabtu Pahing, 10 Ramadhan 1364, diadakan pertemuan awal untuk merumuskan dasar ideologi bangsa dan negara, Pantjasila ( Pancasila ).

B. Sejarah Lambang Garuda Pancasila

Bermula dari terpukul mundurnya Jepang oleh sekutu, kekalahan telak dimana-mana hingga jantung kota strategis kota Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak dihantam Bom Atom sekutu. Satu persatu wilayah kekuasaan Jepang direbut kembali oleh sekutu, dan Jepang pun terdesak tak berdaya.

Pada situasi terdesak ini Jepang mencoba menarik simpati rakyat Indonesia untuk membantu kepentingannya. Ini merupakan strategi politik Jepang, namun bagi bangsa Indonesia atau kaum pergerakan perjuangan Indonesia ini adalah kesempatan yang penting untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Maka dibentuklah suatu badan untuk mempersiapkan segala hal-hal yang berhubungan dengan kemerdekaan Indonesia, dikenal dengan BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Badan ini merumuskan point-point dasar negara yang kelak kemudian menjadi sila Pancasila.

Setelah kesempatan memproklamirkan kemerdekaan pada hari Jum’at, tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriyah bertepatan dengan 17 Agustus 1945, Belanda pun mengakui kedaulatan Indonesia dalam konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, lalu dirasakan perlunya Republik Indonesia Serikat waktu itu, memiliki lambang negara.
1. Dibentuknya Panitia Lencana Negara
Kemudian dibentuklah Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara, pada tanggal 10 Januari 1950, di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II. Adapun susunan panitia teknis yaitu Ketua dipimpin oleh Muhammad Yamin sedangkan anggota antara lain : Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh. Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka. Merekalah yang bertugas menyeleksi berbagai usulan rancangan lambang negara untuk selanjutnya dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Bung Hatta dalam bukunya “Bung Hatta Menjawab” menerangkan telah dilaksanakan sayembara oleh Menteri Priyono sebagai pelaksana keputusan Sidang Kabinet tersebut. Maka terpilihlah dua karya perancang lambang negara terbaik, yaitu karya putra sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Hamid II dan karya sang pelopor sumpah pemuda, Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H.

Kemudian pada proses selanjutnya rancangan Sultan Hamid II diterima pemerintah dan DPR, sedangkan Karya M. Yamin mengandung unsur pengaruh Jepang yaitu menyertakan sinar-sinar matahari pada rancangannya.

Demi mematangkan dan menyempurnakan konsep rancangan yang telah terpilih, Presiden RIS Soekarno dan perdana Menteri Mohammad Hatta melakukan dialog intensif dengan Sultan Hamid II, selaku perancang. Kesepakatan terjadi pada perubahan pita yang dicengkeram Garuda, warna putih polos dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” mengganti rancangan pita merah putih sebelumnya.

Selanjutnya Sultan Hamid II, selaku perancang yang juga menjabat sebagai Menteri Negara RIS, mengajukan rancangannya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 8 Februari 1950. Rancangan lambang negara ini sempat dikritik oleh Partai Masyumi ( Partai yang beranggota muslim terbesar ), mereka mengajukan keberatan karena mengandung sifat mitologis pada gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai.

Sultan Hamid II menerima aspirasi positif ini kemudian menyempurnakan kembali rancangannya menjadi bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.

Melalui Moh. Hatta sebagai perdana menteri, Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS. Pada 11 Februari 1950 akhirnya Sidang Kabinet RIS meresmikan rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II. ( “Sekitar Pancasila” buku karya AG Pringgodigdo terbitan Dep. Hankam, Pusat Sejarah ABRI). Presiden Soekarno untuk pertama kalinya memperkenalkan lambang negara, Garuda Pancasila berkepala “gundul”, kepada masyarakat umum di Hotel Des Indes Jakarta.

Namun Soekarno masih terus memperbaiki bentuk Lambang Negara ini, beliau beralasan Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat. Maka pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan, Dullah, sang pelukis istana untuk me-redesain dengan menambahkan “jambul” pada kepala Garuda Pancasila.

Tidak hanya itu, selanjutnya posisi cakar kaki Garuda mencengkeram di depan pita, sebelumnya ada di belakang pita. Akhirnya Sultan Hamid II memfinalisasi gambar lambang negara dengan menambah ukuran dan tata warna gambar lambang negara.

Dibentuklah masterpiece rancangan Garuda Pancasila berupa patung besar dari perunggu berlapis emas kelak digunakan sebagai acuan, tersimpan rapi dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional. Jadi inilah sekala bentuk 3 dimensi, kemudian ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, tanpa perubahan desain hingga kini.

Dalam mitologi Hindu, Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, ia adalah raja burung yang berasal dari keturunan Kasyapa dan Winata, salah seorang putri Daka ini memiliki paruh dan sayap mirip elang, tetapi tubuhnya seperti manusia.

Sedangkan Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya “Api Sejarah” jilid 2, menerangkan, Burung Garuda Pancasila bukanlah sebagai Burung Garuda Airlangga dari Kediri, melainkan Burung Elang Rajawali Sayyidina Ali ra.

2. Kemiripan Lambang Garuda Pancasila dengan Lambang Kerajaan Samudera Pasai
Bersumber dari klaim R Indra S Attahashi yang merupakan keturunan silsilah Kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Menurutnya lambang Garuda Pancasila memiliki kemiripan dengan lambang Kerajaan Samudera Pasai, sehingga dianggap meniru.

Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada abad ke 13 atau pada tahun 1267 adalah sebuah kerajaan Islam pertama di Indonesia dengan pendirinya Sultan Malikussaleh (Meurah Silu).

Seorang petualang bernama Ibnu Battutah menulis dalam bukunya Tuhfat Al Nazha, tentang Kerajaan Samudera Pasai di kenal sebagai madrasah atau pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara. Lambang kerajaan ini dirancang oleh Sultan Zainal Abidin, yang juga sebagai sultan kerajaan Islam Samudera Pasai. Lambang ini adalah simbol yang bermakna SYIAR ISLAM YANG KUAT.

Indra mencoba membandingkan lambang Garuda Pancasila dengan gambar dari warisan Muluk Attahashi bin Teuku Cik Ismail Siddik Attahashi. Pasca Perang Cumbok Sultan Muda Aceh, Teuku Raja Muluk Attahashi diangkat menjadi sultan pada 1945. Ketika itu berdiri Kerajaan Sungai Iyu di Aceh Tamiang.

Jika kita perhatikan lukisan lambang peninggalan kerajaan Aceh itu, secara sekilas berbentuk seperti burung, mirip dengan Garuda Pancasila. Tulisan-tulisan arab berwarna keemasan yang dibentuk seperti seekor burung garuda.

Di bagian tengah badan burung ini, tampak seperti perisai bertuliskan rangkaian berwarna merah dan biru.

Menurut Indra lambang negara Samudera Pasai berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam. Jadi secara rinci kalimat “BASMALLAH” membentuk kepala burung, sedangkan sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Lalu kalimat Rukun Islam terdapat pada badan burung.

Teuku Raja Muluk Attahashi adalah keturunan dari panglima Turki Utsmani, ketika itu turun ke Aceh membantu sultan Iskandar Muda menghadapi Portugis. Teuku Raja Muluk Attahashi melukis lambang tersebut sebagai simbol kerajaan.

Aswi Warman Adam selaku sejarawan LIPI, sempat menegaskan bahwa klaim ini bukan hal yang negatif, ini menunjukkan bukti kecintaan bangsa Indonesia.

C. Makna Setiap Sila dalam Lambang Garuda Pancasila

Sebelum kita membahas arti dan makna pada setiap sila Pancasila, ada baiknya mengenal singkat sejarah pembentukan kelima sila ini.

Pada sidang BPUPKI yang pertama belum juga disepakati rumusan dasar negara disepakati, maka terjadilah Masa Reses pada 22 Juni 1945, kemudian dibentuklah panitia kecil, dengan sebutan Panitia Sembilan, untuk kembali merumuskan usulan-usulan dasar negara dan mengakomodasi ide-ide. Setelah panitia sembilan ini melaksanakan sidangnya, maka dihasilkan rumusan dasar negara yang kemudian tercantum pada pembukaan UUD 45, dengan nama PIAGAM JAKARTA.

Piagam Jakarta ini menjadi cikal bakal rumusan dasar Pancasila dengan sila pertama yaitu : “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Namun sesudah penanda tangan Piagam Jakarta, ketika K.H. Achmad Sanoesi dan Ki Bagoes Hadikoesoemo, yang tidak menjadi Panitia Sembilan mengusulkan agar kata-kata bagi pemeluk-pemeluknya dihapuskan dan menjadi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam.” Bung Karno selaku Presiden dalam rapat Pleno Dokuritsu Zyunbi Sakai pada 14 Juli 1945, menolak usulan tersebut, dengan alasan karena sudah disetujui oleh seluruh Panitia Sembilan. Usulan ini pun tercetus oleh Bung Hatta sendiri pada 18 Agustus 1945, untuk penghapusan tujuh kata pada Piagam Jakarta yang telah disetujui Panitia Sembilan.

Mengutip saran Ki Bagoes Hadikoesoemo yang ditulis dalam buku “Api Sejarah” Jilid 2, Ahmad Mansur Suryanegara :
Kemudian, disarankan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo bahwa kita sebagai umat Islam yang mayoritas ini sementara mengalah, yakni menghapus tujuh kata tersebut, demi Kemenangan cita-cita bersama, yakni tercapainya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil makmur, tenang tentram diridhoi Allah.

Akhirnya pada sidang PPKI, 18 Agustus 1945 menghasilkan keputusannya, yaitu :
· Mengesahkan Undang-undang Dasar Negara
· Memilih Presiden dan Wakilnya, yaitu Ir. Soekarno dan Moh. Hatta
· Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) sampai dibentuknya lembaga lembaga negara.

Kemudian menghasilkan rumusan dasar negara dengan 5 sila yang akan kita bahas selanjutnya sesuai makna dan artinya. Terdapat simbol-simbol yang tergambar ke dalam perisai, melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu :
· Sila Pertama Bintang Tunggal
· Sila kedua Rantai Emas
· Sila ketiga Pohon Beringin
· Sila keempat Kepala Banteng
· Sila kelima Padi dan Kapas
(Dalam buku PKN dan Pancasila (2020) karya Ni Putu Candra Prasetya)

Menurut Prof. Ahmad Mansur Suryanegara perisai di dada Burung Garuda Pancasila, berwarna dasar kanan kiri Merah Putih di tengah berwarna Hitam berbentuk segi empat dan lengkung di bagian bawahnya sebagai lambang Ka’bah dan Hijir Ismail.

Cara membacanya dari lambang Bintang di tengah, turun ke Rantai, naik ke Pohon Istana ( Pohon Beringin ), kemudian belok kanan Banteng, turun ke Kapas dan Padi disebut Thowaf seperti mengelilingi Ka’bah.
1. Bintang Tunggal
Bintang tunggal yang memiliki lima sudut, berada di tengah perisai Burung Garuda. Dipakai sebagai simbol sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, simbol ini dianggap sebagai “cahaya”, seperti cahaya kerohanian yang terpancar darnur Tuhan kepada setiap hamba- Nya, Manusia. Latar belakang hitam menandakan keabadian dan warna alam asli yang dimiliki Tuhan.

2. Rantai Emas
Dari Bintang Tunggal kemudian menuju bagian kanan bawah, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, tergambar simbol rantai emas yang melambangkan sila kedua Pancasila. Mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran, melambangkan laki-laki dan perempuan. Segi empat dan lingkaran ini saling berkaitan yang memiliki makna setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Ikatannya bersatu menjadi kuat seperti rantai.

3. Arti dan Makna Lambang sila ke 3 – Pohon Beringin
Lanjut ke bagian kanan atas, terdapat gambar berbentuk pohon ini adalah simbol pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Lambang pohon beringin merupakan simbol bernaung atau tempat berteduh, karena pohon ini tumbuh besar dan subur. Dapat diartikan bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, rakyat yang hidup di dalamnya dapat “berteduh” dengan aman. Akar dan sulur yang dimiliki pohon beringin menjalar ke segala arah, ini bermakna dengan keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.

4. Arti dan Makna Lambang sila ke 4 – Kepala Banteng
Kemudian belok ke kiri ada kepala Banteng atau bagian kiri atas perisai, terdapat simbol kepala Banteng yang melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Arti filosofi kepala Banteng adalah binatang sebagai hewan sosial yang suka berkumpul. Orang-orang yang berdiskusi untuk melahirkan suatu keputusan merupakan makna musyawarah dalam Pancasila.

5. Arti dan Makna Lambang sila ke 5 – Padi dan Kapas
Kemudian turun bagian kiri bawah yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, disimbolkan lambang padi dan kapas yang melambangkan sila kelima Pancasila. Lambang ini representasi dari pangan dan sandang (pakaian) yang merupakan kebutuhan dasar manusia.

Arti Dari Jumlah Bulu Pada Burung Garuda
Menurut Prof. Mansyur Burung Garuda Pancasila adalah cerminan Burung Elang Rajawali Sayyidina Ali ra. Bersayap kanan kiri masing-masing 17, ekor 8, dan bulu pada pangkal ekor 19 dan pada leher 45 merupakan lambang hari Proklamasi 17-08-1945.

Arti Kaki Burung Garuda Mencengkeram Gulungan Bertuliskan Motto Negara Indonesia.
Merupakan lambang garis khatulistiwa, kaki Garuda Pancasila menggenggam pita yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”. ( “Api Sejarah”, Jilid 2 oleh Ahmad Mansur Suryanegara). Semboyan tersebut di kutip dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular, digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan NKRI.

Kalimat tersebut memiliki makna walau berbeda-beda tetapi sejatinya tetap satu kesatuan, mengikat beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment