Pengertian Sistem Pembayaran, Komponen, Prinsip, Jenis, dan Sistem Pembayaran di Indonesia
Sistem Pembayaran |
A. Pengertian Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Bank Indonesia.
Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya.
Baca Juga: Pengertian Uang, Sejarah, Syarat, Otoritas Penciptaan, Fungsi, Jenis, dan Teori Nilai Uang
Sistem Pembayaran Menurut Para Ahli
1. CPSS Glossary (2003), sistem pembayaran yaitu interaksi antar entitas yang terdiri dari instrument, prosedur, sistem interbank funds transfer untuk melancarkan perputaran uang.
2. Guitian (1998), sistem pembayaran ialah suatu alat dan sarana yang diterima dalam setiap melakukan pembayaran secara umum, lembaga dan organisasi yang mengatur pembayaran tersebut (termasuk Prudential Regulation), prosedur operasi dan jaringan komunikasi yang digunakan untuk memulai dan mengirim informasi pembayaran dari pembayar ke penerima pembayaran dan menyelesaikan pembayaran.
3. UU Bank Indonesia No.23/1999, sistem pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang digunakan untuk melakukan transfer dana untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari kegiatan ekonomi.
Baca Juga: Pengertian Lembaga Keuangan, Fungsi, Jenis, dan Manfaatnya
B. Komponen Sistem Pembayaran
Terdapat beberapa komponen yang mampu membangun sistem pembayaran agar bisa terealisasi lebih mudah. Di mana setiap komponen saling terikat dan berhubungan agar mampu membentuk payment system di antaranya,
1. Sistem transfer dana. Sistem ini memungkinkan adanya proses pemindahan dana dari satu bank ke bank lainnya ataupun ke bank yang sama.
2. Alat pembayaran. Alat pembayaran adalah alat yang di dalamnya terdiri dari alat pembayaran tunai dan nontunai.
3. Saluran pembayaran. Saluran di dalamnya mencakup teller input, mobile banking, mesin ATM, internet banking, phone banking, sampai EDC atau electronic data capturing.
4. Regulator. Mereka adalah pihak yang mempunyai wewenang dalam mengatur aturan main, kebijakan, dan juga ketentuan lain yang sifatnya lebih mengikat untuk semua komponen yang terlibat di dalam payment system itu sendiri.
5. Penyelenggara. Suatu lembaga yang bertanggung jawab dalam memastikan bahwa semua kegiatan transaksi dapat diselesaikan hingga akhir.
6. Lembaga yang berwenang. Suatu lembaga yang melakukan proses payment system, yakni BI. Sementara itu, kepentingan pasar modal lembaga berada di bawah PT Kustodian Sentral Efek Indonesia dan juga Penyelenggara Kliring Alat Pembayaran Menggunakan Kartu atau APMK.
7. Instrumen. Alat pembayaran yang dilakukan dengan baik secara tunai atau nontunai.
8. Infrastruktur. Seluruh bentuk sarana fisik yang bertugas dalam mendukung proses kegiatan operasional payment system.
9. Pengguna. Mereka adalah pihak yang disebut dengan konsumen atau orang yang memanfaatkan payment system.
Baca Juga: Pengertian Digital Banking, Perkembangan, Layanan, Kelebihan, dan Kekurangannya
C. Prinsip Sistem Pembayaran
Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan.
Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam, sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), Cek, Bilyet Giro, Nota Debit, maupun uang elektronik.
Bank Indonesia sendiri dalam pengaturan sistem pembayaran mengacu pada empat prinsip di antaranya,
1. Aman. Segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran.
2. Efisien. Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelenggaraan sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
3. Kesetaraan Akses. Prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa Bank Indonesia tidak menginginkan adanya praktik monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk. Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek
4. Perlindungan konsumen. Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy.
D. Jenis Alat Pembayaran
Evolusi Alat Pembayaran berkembang sangat pesat, diawali dengan sistem barter antar barang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra modern. Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat.
Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).
1. Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral.
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu bisa terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Belum lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif memakan waktu lama karena antrian yang panjang.
Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang. Menyadari ketidaknyamanan dan inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan terus mendorong untuk membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau Less Cash Society (LCS).
Baca Juga: Pengertian Cashless Society, Perkembangan, Keuntungan, dan Kelemahannya
2. Alat Pembayaran Nontunai
Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Selain efisiensi dalam pembayaran transaksi yang berjumlah besar, alat pembayaran non tunai memiliki risiko pencurian yang kecil karena transaksinya dapat dilacak.
Selain itu, orang-orang yang terlibat dalam transaksi tidak perlu menghitung uang tersebut karena nominalnya telah tertera dengan jelas sehingga proses pengecekan tidak memakan waktu yang lama. Pembayaran yang diterima juga memiliki jumlah yang tidak terbatas. Termasuk dalam alat pembayaran nontunai di antaranya,
a. Cek. Merupakan bukti permintaan nasabah kepada bank untuk mencairkan dana sesuai yang jumlah dan nama penerima yang tertulis dalam cek.
b. Giro. Merupakan bukti permintaan pemindahan sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening nasabah lain sesuai jumlah dan nama yang tertulis.
c. Nota debit. Merupakan bukti transaksi untuk mengurangi utang usaha yang harus dilunasi.
d. Kartu Kredit. Merupakan alat pembayaran berbentuk kartu yang diterbitkan oleh bank di mana bank meminjamkan uang terlebih dahulu kepada nasabah untuk melakukan pembayaran.
e. Uang Elektronik. Merupakan pengganti uang tunai, nasabah menyetorkan uang tunai mereka ke dalam uang elektronik.
3. Alat Pembayaran Internasional
Kita tahu bahwa setiap negara memiliki mata uang yang berbeda-beda yang digunakan dalam setiap transaksinya. Seperti Indonesia menggunakan Rupiah, Singapura menggunakan Dollar Singapura, Jepang menggunakan Yen, China menggunakan Yuan, Amerika menggunakan Dollar Amerika, Uni Eropa menggunakan Euro, dan lain-lain.
Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana cara pembayaran untuk transaksi internasional seperti kegiatan ekspor dan impor, mengingat bahwa setiap negara memiliki mata uang sendiri dan memiliki kurs yang berbeda-beda. Pembayaran internasional dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik dengan alat pembayaran tunai maupun non tunai.
Contoh pembayaran tunai internasional adalah ketika turis mancanegara melakukan transaksi tunai di negara lain. Sedangkan alat pembayaran non tunai dapat berupa:
a. Cek. Pembeli dapat membayarkan jumlah pembayarannya menggunakan cek melalui bank penjual di negara si penjual.
b. Wesel. Pos Pembeli dapat menggunakan jasa bank yang memiliki layanan wesel pos untuk mengirim uang dari dalam negeri ke luar negeri sesuai dengan nama dan nominal yang tertulis pada wesel pos tersebut. Salah satu perusahaan penyedia wesel pos internasional terbesar adalah Western Union.
c. Kartu Kredit. Pembeli dapat menggunakan kartu kredit sesuai dengan jaringan kartu tersebut (Union Pay, MasterCard, Visa, dan lainnya). Penggunaan kartu kredit cocok dilakukan untuk melakukan belanja online dengan pengiriman dari luar negeri seperti Amazon, eBay, ASOS, dan lain-lain ataupun pembayaran wisata mancanegara seperti pembayaran hotel. Pihak jaringan kartu akan menkonversikan mata uang domestik dengan mata uang yang digunakan di negara penjual sesuai dengan peraturan kurs masing-masing jaringan.
d. Online Payment. Selain kartu kredit, pembeli dapat menggunakan alat pembayaran online untuk melakukan pembayaran internasional. Online payment ini mirip dengan uang elektronik di mana nasabah dapat mengisi uang tunai ke dalam akun nasabah atau menyambungkan akun online payment mereka dengan kartu kredit. Salah satu perusahaan online payment terbesar adalah PayPal.
e. Cryptocurrency. Baru-baru ini mendunia sebagai alat pembayaran digital dimana transaksinya dilakukan secara online. Alat ini disusun berdasarkan kode-kode digital yang rumit, membuatnya berbeda dengan pada umumnya. Beberapa negara telah menerima pembayaran menggunakan cryptocurrency sebagai salah satu instrumen pembayaran.
Namun di Indonesia, Bank Indonesia menyatakan bahwa BI tidak mengakui Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah karena tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 7 tentang Mata Uang. Selain itu, cryptocurrency memiliki risiko yang tinggi seperti sulitnya pelacakan transaksi (sehingga dapat digunakan untuk melakukan transaksi ilegal seperti pembelian barang ilegal), nilai yang fluktuatif, serta tidak ada otoritas yang bertanggung jawab atas peredaran mata uang ini. Salah satu jenis cryptocurrency yang terkenal di dunia adalah BitCoin dan Ethereum.
E. Sistem Pembayaran di Indonesia
Peranan BI Dalam Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Lembaga yang memiliki wewenang untuk menjaga dan juga mengatur kelancaran sistem pembayaran adalah Bank Indonesia selaku bank sentral. Hal ini adalah salah satu bagian dari tujuan diciptakannya Bank Indonesia, yakni menjaga stabilitas nilai mata uang Rupiah agar peningkatan perekonomian nasional bisa terwujud dengan baik.
Selain itu, Bank Indonesia juga mempunyai wewenang untuk menetapkan dan juga memberlakukan kebijakan dalam sistem pembayaran yang sudah diatur pada UU No. 23 tahun 1999 dan sudah diubah pada UU Nomor 6 tahun 2009. Hingga saat ini, BI mempunyai peran yang sangat banyak dalam menyelenggarakan sistem pembayaran, yakni:
1. Bertugas dalam menentukan standar tertentu dalam setiap alat pembayaran dan juga menentukan alat pembayaran apa saja yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
2. Memiliki wewenang dalam memberikan persetujuan dan juga izin pada penyedia jasa pembayaran yang turut serta dalam menyediakan sistem pembayaran.
3. Menerapkan aturan dan mengawasi lembaga apa saja yang bisa dan diperbolehkan dalam melakukan sistem pembayaran, baik itu lembaga bank ataupun lembaga non bank.
4. Memiliki wewenang untuk menjadi penyelenggara sistem kliring antar bank, terutama untuk beberapa jenis alat pembayaran khusus. Hal tersebut sudah diatur di dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
5. Memiliki wewenang untuk menjalankan sistem BI, yakni Real Time Gross Settlement. Sistem ini bisa digunakan untuk melakukan kegiatan transaksi nontunai yang nilainya terbilang besar.
6. Mempunyai kebijakan dalam mengendalikan risiko, efisiensi, tata kelola, dan hal lainnya dalam sistem pembayaran.
Dalam artikel jurnal Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia (2006) karya Vera Intanie Dewi, dijelaskan bahwa ada dua jenis sistem pembayaran di Indonesia, yaitu:
1. Sistem pembayaran ritel atau nilai kecil (Retail payment system/small value)
Sistem pembayaran ini biasanya digunakan untuk jenis transaksi di bawah seratus juta, seperti transaksi individual (cek, bilyet giro, transfer), transaksi kartu kredit atau kartu debit, dan transaksi bulk. Pembayaran ritel biasanya menggunakan instrumen pembayaran tunai.
Ada juga yang menggunakan instrumen pembayaran non-tunai, tetapi jumlahnya sedikit. Sementara penyelesaian pembayarannya biasa dilakukan melalui proses kliring. Kliring merupakan pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank, baik atas nama bank maupun nasabah, yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Proses kriling diselenggarakan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral.
Kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia disebut sebagai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). SKNBI merupakan sistem kliring Bank Indonesia yang mencakup kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Tujuan diterapkannya SKNBI adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel dan untuk memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring.
2. Sistem pembayaran nilai besar (High value payment system)
Sistem pembayaran ini biasanya digunakan untuk jenis transaksi dana di atas seratus juta rupiah, transaksi yang bersifat mendesak, serta transaksi dalam pasar modal, valuta asing, dan pasar uang. Pembayaran nilai besar cenderung menggunakan instrumen pembayaran non-tunai.
Sementara proses penyelesaian pembayarannya menggunakan sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). BI-RTGS merupakan proses penyelesaian akhir transaksi yang dilakukan per-transaksi dan bersifat real time. Perbedaan sistem kliring dan BI-RTGS terletak pada waktu penyelesaian akhir transaksi. Pada sistem BI-RTGS dilakukan pada setiap transaksi, sedangkan pada sistem kliring dilakukan pada akhir hari terjadinya transaksi.
Dari berbagai sumber
Post a Comment