Pengertian BPUPKI, Sejarah, Anggota, Tujuan, Tugas, dan Sidang BPUPKI

Table of Contents
Pengertian BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)

A. Pengertian BPUPKI

BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Chosakai adalah badan bentukan pemerintah Jepang untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia yang bersedia membantu dalam perang dengan sekutu. Sebagai imbalannya, Jepang berjanji membantu proses kemerdekaan Indonesia.

BPUPKI didirikan pada tanggal 1 Maret 1945 dengan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua, dan wakil ketuanya adalah Hibangase Yosio dari Jepang dan Raden Pandji Soeroso dari Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang, termasuk 60 orang Indonesia dan 7 orang Jepang, dan bertanggung jawab untuk pengawasan.

BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945 karena misinya sudah selesai. Selama BPUPKI berdiri, secara resmi melakukan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama dilaksanakan pada 29 Mei-1 Juni 1945. Sidang kedua dilaksanakan pada 10 Juli-17 Juli 1945.

B. Sejarah BPUPKI

Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu dalam proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang dan diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat, Hibangase Yosio (Jepang), dan Wakil Ketua R.P. Soeroso.

Mengenai sejarah formal pembentukan BPUPKI, hal itu tertuang dalam Deklarasi Rumah Militer Nomor 23 tanggal 29 Mei 1945. Dilihat dari latar belakang dikeluarkannya Deklarasi Nomor 23 tersebut, hal ini dikarenakan posisi (kekuasaan) Jepang yang fasis sudah sangat kuat mulai terancam.

Oleh karena itu sebenarnya kebijakan pemerintah Jepang melalui pembentukan BPUPKI tidak semata-mata niat baik, tetapi Jepang hanya ingin egois, maksudnya dulu. Jepang ingin mempertahankan kekuatannya dengan menarik hati masyarakat Indonesia melalui politik kolonial.

Selain anggota BPUPKI, juga dibentuk badan administrasi (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan administrasi dipimpin oleh Soroso R.P. dan diketuai oleh perwakilan dari Abdul Jafar Prigodigedo dan Masuda (Jepang).

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Independen Indonesia yang beranggotakan 21 orang untuk mencerminkan representasi etnis, termasuk 12 dari Pulau Jawa, 3 dari Sumatera, dan 2 WNI. Sulawesi, 1 Kalimantan, 1 Nusa Tenggara, 1 Maluku, 1 Tionghoa.

C. Anggota BPUPKI

Berikut ini beberapa nama-nama anggota BPUPKI yang diketuai oleh KRT Radjiman Wedyodiningratdi antaranya K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat (ketua), R.P. Soeroso (wakil ketua), Ichibangse Yoshio (wakil ketua), Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, KH. Wachid Hasyim, Abdoel Kahar Muzakir, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejo, H. Agoes Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djajadiningrat, Ki Bagoes Hadikusumo, A.R. Baswedan, Soekiman, Abdoel Kaffar, R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking, K.H. Ahmad Sanusi, K.H. Abdul Salim, Liem Koen Hian, Tang Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, Yap Tjwan Bing.

D. Tujuan Pembentukan BPUPKI

Tujuan utama dibentuknya BPUPKI ialah untuk mengkaji, mendalami, serta menyelidiki bentuk dasar yang cocok guna kepentingan sistem pemerintahan negara Indonesia setelah kemerdekaan. Jadi, BPUPKI dibentuk untuk mempersiapkan proses kemerdekaan Indonesia.

Sedangkan bagi Jepang, tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk menarik simpati rakyat Indonesia agar membantu Jepang dalam perang melawan Sekutu dengan cara memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia.

Saat itu, Jepang terlibat dalam Perang Dunia II melawan tentara Sekutu sehingga pihak Jepang membutuhkan banyak dukungan. Oleh karena itu, dibentuknya BPUPKI oleh Jepang tidak 100 persen tulus untuk memberi kemerdekaan Indonesia, tetapi juga untuk mendapat dukungan dan melaksanakan politik kolonialnya.

E. Tugas Utama BPUPKI

Tugas utama dari BPUPKI adalah untuk mempelajari, menyelidiki, dan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal penting yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Tugas BPUPKI Berdasarkan Sidang
Berdasarkan pembahasan dalam sidang, berikut merupakan tugas-tugas BPUPKI secara lebih spesifik di antaranya,
1. Membahas dan menyusun rancangan dasar negara Indonesia.
2. Sesudah sidang pertama, BPUPKI bertugas membentuk reses selama satu bulan
3. Membentuk panitia sembilan yang bertugas untuk menampung saran-saran dan konsepsi dasar negara dari para anggota.
4. Membantu panitia sembilan bersama panitia kecil.
5. Panitia sembilan menghasilkan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.

F. Sidang-sidang BPUPKI

Karena adanya BPUPKI, segala keputusan akan persiapan-persiapan terkait kemerdekaan Indonesia lebih terorganisir. Mulai dari segi politik, pemerintahan, ekonomi menuju Indonesia merdeka.

Secara rinci, tugas-tugas BPUPKI yang paling penting adalah membentuk dan menyusun dasar-dasar Indonesia merdeka, membuat peraturan berupa undang-undang dengan membuat reses selama sebulan, dan membentuk panitia kecil untuk menerima saran atau konsepsi dasar.

Untuk manfaatnya sendiri, BPUPKI diharapkan dapat memerdekakan Indonesia secara resmi, menjalin kerja sama baik dengan pemerintah Jepang, menemukan tokoh politik yang dapat diandalkan, mempertemukan tokoh-tokoh daerah dari Sabang sampai Merauke.
Sidang Pertama BPUPKI
Sidang dibagi menjadi dua babak yang dilakukan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 10-16 Juli 1945. Pada sidang pertama, rancangan asas terkait dasar Indonesia merdeka segera dipidatokan. Usulan dari Muhammad Yamin disampaikan pada tanggal 29 Mei 1945 secara lisan, yakni sebagai berikut.
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat

Usulan secara lisan Muhammad Yamin tersebut berbeda dengan usulannya yang secara tertulis di antaranya,
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan persatuan Indonesia.
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tokoh yang mengusulkan dasar negara Pancasila selanjutnya adalah Soepomo. Soepomo mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia pada tanggal 31 Mei 1945. Ia mengatakan, negara yang dibentuk hendaklah negara integralistik atau negara persatuan yang berdasarkan hal-hal berikut di antaranya,
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Usulan dari Prof. Dr. Soepomo disampaikan pada tanggal 31 Mei 1945. Beliau ternyata memiliki pendapat sendiri, berdasarkan tiga teori berikut.
1. Sebagaimana yang dicetuskan oleh Thomas Hobbes, Jean Jacques Rousseau, Herbert Spencer, John Locke dan H. J. Laski, ada sebuah usulan untuk golongan individualistik yang disusun atas dasar kontak sosial yang warganya sendiri mengedepankan kepentingan individu.
2. Class theory atau negara golongan yang pernah dipaparkan oleh Marx, Engels, dan Lenin.
3. Negara tidak boleh berdiri hanya karena satu golongan, tetapi tetap bertahan untuk kepentingan semua anggotanya. Teori yang didasari oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel ini disebut sebagai negara integralistik.

Menurut Soepomo, usulan yang lebih baik dipakai adalah poin ketiga. Negara integralistik atau negara persatuan. Wilayah yang satu untuk semua orang. Usulan dari Ir. Soekarno, Abikoesno Tjokrosoejoso, M. Soetardjo K, Ki Bagus Hadikusumo, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Liem Koen Hian disampaikan pada tanggal 1 Juni 1945.

Soekarno berpendapat bahwa dasar Indonesia yang dimaksud adalah philosophise grondslag atau berdasarkan filsafat, fundamen, dan pikiran sedalam-dalamnya untuk didirikannya gedung Indonesia merdeka. Untuk mewujudkannya, Ir Soekarno mengusulkan lima asas sebagai berikut.
1. Nasionalisme atau kebangsaan
2. Internasionalisme yang didasari kemanusiaan
3. Musyawarah dengan mufakat maupun perwakilan
4. Kesejahteraan nasional
5. Ketuhanan melalui kebudayaan

Dari kelima asas tersebut, tercetuslah nama Pancasila (Panca berarti lima, sila berarti dasar) atas bantuan dari seorang ahli bahasa dan jika tidak tersetujui, usulan dapat kembali disaring menjadi trisila (sosio demokrasi, sosio ketuhanan, dan demokratis). Selanjutnya, apabila ditolak kembali, trisila dapat menjadi ekasila, yakni gotong royong. Hanya satu poin penting, tetapi dapat menjadi dasar negara yang utama bagi Indonesia.

Usai sidang tersebut, dilanjutkan dengan masa reses yang dilaksanakan antara sidang pertama dan sidang kedua. Tahapan ini digunakan oleh para anggota untuk membahas rancangan pembukaan undang-undang.

Acaranya dapat terbilang tidak resmi karena hanya dihadiri oleh 38 anggota, termasuk Soekarno yang menjadi pemimpinnya, padahal pertemuan tersebut dimaksudkan supaya Indonesia dapat memperoleh prosedur secepatnya untuk kemerdekaan.

Keinginan tersebut dilandasi oleh seorang bala tentara Dai Nippon yang secara singkat dapat memerdekakan Birma (Myanmar).

Sidang Kedua BPUKI
Sidang kedua BPUPKI dimulai dengan adanya enam anggota baru sebagai badan penyelidik. Ir. Soekarno juga memberikan hasil laporannya atas pertemuan yang dilakukan pada tanggal 1 Juni 1945. Pertemuan tersebut adalah panitia kecil yang beranggotakan delapan orang,
1. Ir. Soekarno sendiri
2. Drs. Moh. Hatta
3. Mr. A. A Maramis
4. Sutardjo
5. Wachid Hasyim
6. Ki Bagus Hadikusumo
7. Otto Iskandardinata
8. Mohammad Yamin

Tugas mereka adalah menampung dan mengidentifikasi usulan dari BPUPKI. Namun, terjadi perbedaan pendapat antara golongan nasionalis dan Islam. Golongan Islam menginginkan negara yang dilandaskan syariat Islam, sedangkan golongan nasionalis berpikiran sebaliknya. Mereka tidak menghendaki landasan negara berdasarkan hukum agama tertentu.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Soekarno mengadakan pertemuan dengan anggota badan penyelidik di kantor besar Djawa Hookokai. Pertemuan tersebut membentuk sebuah panitia kecil yang dinamakan Panitia Sembilan, beranggotakan Ir. Soekarno, Wachid Hasyim, Mr. Maramis, Mr. Soebardjo, Drs. Moh. Hatta, Drs. Mr. Moh. Yamin, Kyai Abdul Kahar Muzakir, Abikusno Tjoko Soejoso, dan Haji Agus Salim.

Panitia kecil tersebut kembali merumuskan kesepakatan dari formula kedua belah pihak di BPUPKI. Tujuannya adalah untuk mengatasi perbedaan dan menyelesaikannya dengan perdamaian. Akhirnya, mereka berhasil menyepakati piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Dasar negara tersebut tertuang dalam rancangan preambule, tepatnya pada alinea keempat.

Perbedaan usulan tersebut dengan perjanjian selanjutnya, hanya terletak pada sila pertama, yakni ‘ketuhanan dengan menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Usulan tersebut disebut sebagai rancangan preambule hukum dasar, sedangkan Mohammad Yamin mempopulerkannya sebagai ‘Piagam Jakarta’.

Sidang kedua yang telah dijalani dari tanggal 10-16 Juli membuahkan beberapa keputusan di antaranya,
1. Dasar negara, yakni Pancasila yang disepakati berdasarkan piagam Jakarta.
2. Bentuk negara Indonesia adalah republik, berdasarkan kesepakatan 55 orang dari 66 orang yang telah hadir.
3. Wilayah Indonesia yang telah disepakati meliputi Hindia Belanda, Malaka, dan Timor Timur dengan 33 suara tanda setuju.

Pada tanggal tersebut juga dibentuk panitia perancang hukum dasar. Pembagian tugasnya sebagai berikut.
1. Ir. Soekarno menjabat sebagai ketua dari panitia perancang hukum dasar.
2. Drs. Moh. Hatta sebagai panitia perancang ekonomi dan keuangan.
3. Abikoesno Tjoko Soejoso sebagai ketua dari panitia perancang pembela tanah air.

Rapat yang dilakukan juga memutuskan terkait wilayah Indonesia, panitia untuk merancang HAM, bentuk negara, dan pimpinan negara beserta isi pembukaan.

Pada tanggal 13 Juli 1945, panitia kecil menghimpun sebuah panitia baru yang dinamakan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang tidak lama setelah itu akan sidang. Anggotanya berasal dari wakil-wakil seluruh Indonesia, dinaungi pimpinan Dai Nippon yang bertempat di wilayah selatan.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment