Pengertian Hard Selling, Fungsi, Kelebihan, Kekurangan, dan Perbedaannya dengan Soft Selling
Hard Selling |
A. Pengertian Hard Selling
Hard selling adalah sebuah metode pendekatan untuk melakukan penjualan (sales) yang bersifat gamblang atau langsung. Dengan kata lain, hard selling adalah sebuah metode pemasaran secara langsung dan terbuka. Tujuannya agar konsumen dapat terdorong untuk langsung melakukan transaksi terhadap produk yang diiklankan.
Metode ini dianggap sebagai sebuah metode yang agresif karena pendekatannya yang langsung dan tanpa basa-basi kepada konsumen. Tidak jarang pula konsumen merasa seperti diburu-buru untuk melakukan transaksi sehingga menjadi tidak nyaman. Namun, metode ini terbilang efektif untuk beberapa kondisi.
B. Fungsi Hard Selling
Tujuan utama metode ini adalah tercapainya suatu penjualan akan produk. Metode Hard Selling yang langsung dan tanpa basa-basi lebih cocok bila perusahaan ingin langsung mendapatkan target penjualan dalam waktu singkat. Penggunaan metode ini juga lebih cocok untuk produk-produk yang termasuk ke dalam kebutuhan hidup sehari-hari.
Fungsi lain dari metode Hard Selling adalah untuk mempengaruhi tingkah laku konsumen agar mau bertransaksi secara langsung. Contoh penggunaan metode ini antara lain pemberian insentif terhadap pembelian tertentu.
Sering dijumpai pembelian satu bonus satu, diskon beberapa persen, dan lainnya. Meski tidak secara langsung meminta orang untuk membeli, tetapi hal tersebut dapat mempengaruhi psikis seseorang agar langsung membeli. Inilah yang membuat Hard Selling berfungsi untuk mendapatkan penjualan secara langsung.
C. Kelebihan Hard Selling
1. Membantu konsumen untuk segera mengambil keputusan pembelian.
2. Dapat meningkatkan penjualan dalam waktu yang singkat.
Seperti kita ketahui, hard selling akan cocok pada konsumen yang telah mengenal dan memahami fungsi dan manfaat dari produk tersebut (secara funneling disebut preference step), sehingga yang dibutuhkan adalah dorongan agar konsumen segera mengambil keputusan pembelian.
Konsumen pada tahap preference, secara umum lebih banyak menggunakan otak atau logika, jika penjualan memberikan promosi yang memiliki sifat menekan, segera, atau menciptakan situasi paksaan maka konsumen akan segera melakukan pembelian tanpa berpikir panjang.
D. Kekurangan Hard Selling
1. Dapat mengganggu konsumen, sehingga bisa membatalkan transaksi pembelian.
2. Tidak cocok untuk membangun hubungan baik dalam jangka panjang.
Dalam beberapa kasus, hard selling dapat mengganggu konsumen, terutama konsumen dengan tipe tertentu yang alergi dengan paksaan, mereka bisa merubah keputusan dari ingin membeli menjadi tidak jadi membeli. Bahkan ada yang memutuskan untuk berpindah ke merek lain yang dirasa memberikan kebebasan konsumen dalam melakukan aktivitas pembelian.
Hard selling campaign atau program pemasaran yang berbasis hard selling harus dikemas dengan cantik, karena jika tidak akan berpotensi untuk menurunkan loyalitas konsumen, bahkan mengganggu hubungan baik dengan pelanggan tersebut.
Teknik ini menggunakan metode dengan menciptakan kesan paksaan dan tergesa-gesa, sehingga jika konsumen tidak cukup paham akan manfaat dan fungsi produk atau jika konsumen memdapatkan pengalaman buruk dengan merek produk tersebut, bisa jadi konsumen akan memutuskan untuk tidak lagi membeli produk tersebut.
Lebih parah lagi dalam digital marketing, konsumen sasaran adalah mereka yang melek teknologi dan kemungkinan besar pengguna aktif sosial media, sehingga pengalaman buruk bisa membuat mereka menyebarkan isu negatif.
E. Perbedaan Hard Selling dan Soft Selling
Jika hard selling mengandalkan penjualan yang to-the-point dan cenderung agresif, beda halnya dengan soft selling. Penjualan soft selling mengandalkan persuasi dan penggunaan kata-kata yang halus, sehingga konsumen yang ditargetkan menjadi lebih penasaran.
Selain perbedaan mendasar tersebut, berikut beberapa aspek lain dari hard selling dan soft selling yang juga berbeda di antaranya,
1. Jangka waktu penjualan
Untuk hard selling, jangka waktu penjualan yang ditargetkan tentu saja untuk jangka pendek. Dengan menggunakan teknik hard selling, maka kamu menginginkan orang tersebut untuk segera membeli produk yang ditawarkan di tempat.
Sedangkan soft selling lebih terfokus kepada penjualan jangka panjang. Dilansir dari B2C, terdapat riset dari New Century Media yang menunjukkan bahwa konsumen akan lebih ingin membeli produk dengan teknik penjualan soft selling.
Tak hanya itu, 97% akan merekomendasikan ke teman-temannya dan 95% kemungkinan akan membeli lagi produk atau jasa yang ditawarkan brand tersebut. Jadi, soft selling bisa dikatakan lebih efektif untuk penjualan jangka panjang serta memperluas jangkauan konsumen.
2. Ketertarikan konsumen
Perbedaan kedua adalah ketertarikan konsumen. Dilansir dari Simplicable, soft selling biasanya digunakan oleh perusahaan yang ingin membangun keterikatan dan juga image baik di mata konsumennya.
Semakin tinggi brand engagement-nya, maka kemungkinan besar akan semakin tinggi juga penjualannya. Biasanya, konsumen akan lebih tertarik dengan brand yang melakukan penjualan secara halus. Dengan begitu, mereka akan lebih penasaran untuk mengeksplor apa saja yang dibuat oleh brand ini, apakah ada promo tertentu, dan lain-lain.
Meskipun begitu, bukan berarti hard selling tidak mampu menarik konsumen. Hanya saja ketertarikan tersebut biasanya bertahan untuk jangka waktu yang tidak terlalu panjang. Konsumen hanya tertarik untuk membeli satu produk saja, tanpa mengeksplor brand lebih jauh.
3. Bidang industri yang menggunakannya
Setiap perusahaan tentu saja memiliki pilihannya sendiri, apakah mereka ingin melakukan penjualan dengan teknik hard selling atau soft selling. Meskipun begitu, secara umum, terdapat beberapa industri yang identik dengan satu dari dua teknik penjualan ini.
Industri yang biasa menggunakan teknik hard selling antara lain adalah telemarketing, asuransi, perbankan, dan lainnya. Sedangkan teknik penjualan soft selling biasa digunakan dalam bidang content marketing, konsultan, manufaktur, dan masih banyak lagi.
Dari berbagai sumber
Post a Comment