Pengertian Ekonomi Deskriptif, Ciri, Teori, dan Contohnya
Ekonomi Deskriptif |
A. Pengertian Ekonomi Deskriptif
Ekonomi deskriptif adalah ilmu ekonomi yang menggambarkan kondisi riil perekonomian di masyarakat. Melalui fakta (data empiris) tentang peristiwa ekonomi, ekonomi deskriptif berfungsi mengkaji kondisi perekonomian di suatu tempat atau wilayah tertentu.
Ekonomi deskriptif juga diartikan sebagai pandangan yang menjelaskan tentang hubungan prediksi dari kondisi ekonomi yang akan terjadi dengan sifat-sifat ekonomi yang telah terwujud dalam kegiatan ekonomi sebelumnya, serta pengaruh-pengaruh yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Tidak hanya itu, ekonomi deskriptif juga memberikan informasi tentang sifat utama dari sistem ekonomi dan apa yang menjadikan berfungsinya ekonomi itu. Untuk di Indonesia sendiri, ilmu ekonomi deskriptif ini lebih sering digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk bisa menyediakan gambaran terkait kondisi ekonomi Indonesia secara makro ataupun mikro.
B. Ciri Ekonomi Deskriptif
Dari pengertian di atas berikut beberapa ciri-ciri ekonomi deskriptif di antaranya,
1. Bersifat nyata atau faktual dan bukan sebuah rekayasa.
2. Ekonomi deskriptif dalam penggambarannya memiliki beberapa bentuk seperti grafik maupun kurva
3. Fungsi utama dari ekonomi deskriptif ini adalah agar dapat mengetahui ekonomi suatu negara secara nyata
4. Fungsi ekonomi deskriptif adalah mendorong proses produksi dan menciptakan mekanisme untuk distribusi sehingga dapat berjalan dengan baik
5. Memiliki fungsi lain yakni agar dapat mengorganisasikan individu dengan suatu cara ataupun metode tertentu.
C. Teori Ekonomi Deskriptif
Dari segi teori ekonomi deskriptif adalah pengelompokan dalam dua teori, yaitu ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ekonomi mikro adalah teori yang mendasari perilaku manusia dalam unit ekonomi secara perseorangan. Misalnya perilaku pelanggan, pemasukan konsumen, dan lainnya. Sementara, ekonomi makro adalah suatu ilmu ekonomi yang mendasari unit ekonomi secara keseluruhan. Misalnya kebijakan pemerintah, tingkat inflasi, pengangguran, dan lain-lain.
D. Contoh Ekonomi Deskriptif
Beberapa contoh penerapan ekonomi deskriptif di antaranya,
1. Kondisi Ekonomi Amerika Pasca Perang Dunia II
Contoh nyata ekonomi deskriptif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adalah kondisi ekonomi negara Amerika setelah Perang Dunia II. Sistem moneter internasional kala itu sempat mengalami masa keterpurukan di periode dua perang dunia. Dampak dari perang dunia ini adalah rusaknya mekanisme seluruh pasar bebas dan menurunnya tingkat volume perdagangan di seluruh dunia.
Hal tersebut turut berdampak pada daerah lain di negara Eropa. Bahkan, negara Amerika sendiri pun turut terancam kehilangan pasar di wilayah Eropa Barat. Sudah pasti pihak Amerika tidak ingin kehilangan ini dan segera saja membuat suatu tindakan dengan memperbaiki sistem moneter dunia dengan membentuk suatu sistem yang disebut Bretton Woods.
Namun dalam kenyataannya, proses evaluasi ini tidak hanya dilakukan oleh Amerika saja, tapi juga dengan negara Inggris. Sehingga, perlahan-lahan perekonomian dunia pun tampak membaik. Setelah Perang Dunia II inilah pada akhirnya melahirkan negara Uni Soviet sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang lebih dominan.
2. Sistem Pertanian di Bali
Salah satu tempat wisata yang sangat diunggulkan di Indonesia adalah Bali. Di mata para pelancong luar negeri, Bali adalah destinasi wisata yang sangat populer.Selain karena panorama alamnya yang Indah, di Bali juga masih banyak sekali tempat persawahan yang asri. Jadi, bila secara umum Bali lebih dikenal sebagai salah satu pulau yang menawarkan wisata lautnya, ternyata Bali juga mempunyai wisata pada bidang pertaniannya.
Bidang pertanian yang disediakan di Bali sangatlah luar biasa. Keasrian dan juga kealamian wisata persawahan ini membuat banyak wisatawan luar negeri menikmati kesejukan alam di sana.Namun, seluruh hal tersebut sudah mulai diragukan karena banyak sektor pertanian yang digunakan untuk akses jalan dan juga untuk meningkatkan objek wisata di Bali, yang mana justru secara tidak langsung sudah mengusir tingkat keasrian di sana.
3. Kondisi Ekonomi Indonesia Tahun 70-an
Kondisi perekonomian di Indonesia di kala tahun 1970 an berada pada posisi yang sangatlah baik. Seluruh industri dan juga perekonomian nasional kala itu berada pada puncak kesuksesan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution yang bersumber langsung dari economy.okezone.com yang menjelaskan bahwa fokus ekonomi pada tahun 70 an adalah industri substitusi impor dan pada saat itu kebijakan industri sangat banyak diintervensi oleh struktur proteksi pada industri yang ada di dalam negeri.
Saat periode tahun tersebut, struktur proteksi sudah mulai dikembangkan, yang mana sektor tersebut mulai dijadikan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Namun, perkembangan ini tidak berjalan mulus dan inkonsisten. Di tahun 80an, kebijakan industri substitusi impor ini mulai mengalami perlambatan yang mengakibatkan banyaknya industri banting setir.
Walaupun sempat mengalami pelemahan, namun hal tersebut menjadi salah satu cara dalam menyiapkan suatu sistem yang baru. Sehingga, saat melakukan kebijakan substitusi impor pun diubah secara besar-besaran, ketika masa orde baru tersebutlah perekonomian Indonesia nampak semakin kuat. Perkembangan transaksi pun sudah mulai berjalan mulus.
4. Inflasi yang Meningkat di Tahun 1998
Tingkat perekonomian di Indonesia pada tahun 1997 sebenarnya tidak pernah mengalami minus. Tapi setelah tahun tersebut sudah terlewat, perekonomian dalam negeri pun mengalami guncangan hebat. Di tahun 1998, perekonomian semakin menurun. Lalu, di akhir tahun 1998 ekonomi mulai mengalami peningkatan meskipun sangat kecil.
Lantas pertanyaannya adalah, bagaimana krisis moneter pada tahun 1998 bisa terjadi? Sederhana, karena sudah rendahnya tingkat kepercayaan pasar dan masyarakat, sehingga meluncurkan efek bola salju krisis yang semakin besar.
Hal tersebut pun didukung dengan masalah politik akan ketidakpastian tentang suksesi kepemimpinan pada tingkat nasional. Belum lagi, jumlah nilai utang luar negeri yang semakin membengkak pun sudah hampir habis digunakan.
Tepatnya di bulan Maret tahun 1998, utang luar negeri Indonesia menyentuh angka US4 13 miliar yang dilakukan oleh swasta. 2/3 di antaranya adalah utang jangka pendek yang juga jatuh tempo pada tahun tersebut. Sedangkan cadangan devisa yang dimiliki pada saat itu US$14,44 miliar. Dampak dari krisis moneter tersebut terus menjalar pada banyak sektor industri, mulai dari perusahaan, hingga perbankan.
5. Penetapan APBN Tahun 2019
Contoh ekonomi deskriptif lainnya yang bisa kita rasakan adalah tentang penetapan APBN di tahun 2019 lalu. Jumlah APBN pada tahun 2019 ini tidak mengalami nilai defisit dan malah menuju pada angka yang positif, yang mana angka kemiskinan pada saat ini cenderung menurun.
Target penerimaan perpajakan pada tahun 2019 tersebut meningkat 15,4% dari outlook APBN di tahun 2018 lalu. Rasio pajaknya berada sekitar 12,2%. Sehingga, kontribusi penerimaan pajak pun meningkat dan bisa digunakan sebagai stimulus motor untuk bisa meningkatkan iklim investasi dan juga daya saing.
Dalam ekonomi.kompas.com, Sri Mulyani menjelaskan bahwa alokasi belanja Pemerintah Pusat pada tahun 2019 digunakan untuk bisa meningkatkan daya saing bangsa dengan meningkatkan SDM, memperkuat infrastruktur, meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial, pelaksanaan agenda demokrasi, memperkuat birokrasi dan juga mengantisipasi ketidakpastian bencana.
Dari berbagai sumber
Post a Comment