Pengertian Legal Standing, Sejarah, Syarat, dan Prosedurnya
Legal Standing |
A. Pengertian Legal Standing
Legal standing adalah hak yang diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat dan badan hukum untuk mengajukan gugatan atas suatu perkara atau sengketa. Pihak tergugat bisa berasal dari pemerintah, perusahaan, perorangan, maupun badan hukum.
Materi gugatan mencakup kebutuhan orang banyak dalam hal memperjuangkan kepentingan, mengungkap pelanggaran hak publik, perlindungan konsumen, serta hak sipil dan politik. Adapun kepentingan hukum yang berkaitan dengan hak gugatan organisasi adalah tentang kepemilikan atau munculnya kerugian yang langsung dialami oleh Penggugat.
Pada dasarnya, aturan mengenai legal standing telah tercatat dalam hukum nasional secara materiil. Namun, hukum acara yang berperan sebagai hukum formil untuk mempertahankan hukum materiil ini belum diatur oleh negara.
Secara materiil, aturan mengenai hak gugatan organisasi ada pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 37, Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 71 ayat (1), dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46.
Legal Standing menurut Para Ahli
1. Prof. Dr. M. Laica Marzuki, legal standing adalah suatu dasar dari seseorang atau kelompok orang untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang.
2. Harjono, legal standing adalah keadaan di mana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.
3. Darwan Prinst, legal standing merupakan hak gugat yang diberikan oleh undang-undang kepada lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang tertentu yang tidak secara langsung menjadi korban untuk mengajukan tuntutan hak.
4. Black Henry Campbell, M.A, legal standing adalah A Party’s right to make legal claim or seek judicial enforcement of a duty or right.
5. Restaria F. Hutabarat, legal standing merupakan hak perorangan ataupun kelompok atau organisasi yang bertindak sebagai Penggugat untuk dan mewakili kewenangan publik maupun kewenangan lingkungan hidup ke Pengadilan sebagai penggugat.
B. Sejarah Legal Standing
Gugatan Legal standing pertama kali muncul di Amerika Serikat pada kasus Sierra v. Morton di tahun 1972. Lalu konsep tersebut semakin berkembang dan diterima di banyak negara, seperti Belanda pada kasus Nieuwe Mee (1986) dan Kuvaders (1992) dan Australia pada kasus Yates Security Services Pty. Ltd. V Keating pada tahun 1990.
Di Indonesia, penggunaan gugatan ini pertama kali digunakan pada tahun 1988 pada kasus gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melawan PT Indorayon Utama (IU). Sejak saat itu, gugatan legal standing menjadi dikenal di Indonesia. Dalam kasus tersebut Walhi mempersoalkan pencemaran lingkungan yang diyakini dilakukan oleh PT IU.
Akan tetapi, konsep gugatan legal standing baru dikenal pada dua bidang di Indonesia yakni, bidang lingkungan dan bidang perlindungan konsumen. Gugatan di bidang lingkungan mulai muncul pada Putusan Pengadilan antara WALHI melawan PT IU pada tahun 1988 dan diformalkan di Undang-Undang Lingkungan Hidup Tahun 1997. Sementara gugatan legal standing di bidang perlindungan konsumen diformalkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang terbit pada tahun 1999.
C. Syarat Penggugat Legal Standing
Berikut adalah syarat penggugat untuk memenuhi pengajuan di antaranya,
1. Suatu pihak secara langsung dirugikan oleh undang-undang atau tindakan yang menjadi permasalahan, dan kerugian ini akan terus berlanjut kecuali jika pengadilan turun tangan dengan memerintahkan pemberian kompensasi, menetapkan bahwa hukum yang dipermasalahkan tidak berlaku untuk pihak tersebut, atau menyatakan bahwa undang-undang tersebut batal demi hukum.
2. Penuntut tidak dirugikan secara langsung, tetapi mereka memiliki hubungan yang masuk akal dengan situasi yang menyebabkan kerugian tersebut, dan jika dibiarkan kerugian dapat menimpa orang lain yang tidak dapat meminta bantuan dari pengadilan.
3. Lembaga negara, badan hukum publik, dan badan hukum privat yang diakui secara resmi.
D. Prosedur Pengajuan Legal Standing
Merujuk pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2003, legal standing dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski begitu, prosedur pengajuan legal standing belum ditulis secara baik dalam undang-undang. Namun, secara umum, pengajuan tersebut harus melewati tahap pengujian dengan prosedur berikut di antaranya,
1. Penggugat mengajukan permohonan secara tertulis menggunakan Bahasa Indonesia yang sudah ditandatangani.
2. Penggugat mendaftarkan permohonan tersebut kepada panitera MK dengan disertai bukti-bukti.
3. Panitera MK akan memeriksa kelengkapan dokumen beserta bukti-bukti yang diberikan oleh penggugat.
4. Setelah dokumen dan bukti perkara dianggap lengkap, Panitera MK mencatat permohonan ke Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari.
5. Berkas pengajuan perkara selanjutnya diserahkan kepada Ketua MK. Berawal dari sini, Ketua MK membentuk Panel Hakim yang bertugas memeriksa dan menguji kasus.
6. Kurang lebih 14 hari usai perkara dicatat dalam BRPK, MK membuka sidang pemeriksaan permohonan. Setelah itu, dilanjutkan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Sidang Pemeriksaan Pokok Perkara dan Bukti, serta Putusan.
Dari berbagai sumber
Post a Comment