Pengertian Job Costing, Karakteristik, Langkah Menghitung, dan Manfaatnya
Job Order Costing |
A. Pengertian Job Costing (Job Order Costing)
Job costing (job order costing) adalah proses penghitungan biaya kumulatif dari barang atau jasa yang diproduksi berdasarkan jumlah pesanan yang melibatkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan overhead kumulatif. Job Costing juga diartikan suatu metode perhitungan di mana biaya produksi yang dikumpulkan nantinya akan dibebankan dan menjadi biaya ke unit produksi.
Biaya ini bisa dikatakan sebagai biaya berdasarkan pesanan. Kunci dari perhitungan biaya ini adalah biaya harus dipisah antara suatu pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan lainnya, dan penyebab pemisahannya jelas, jadi bisa ditelusuri dengan baik.
B. Karakteristik Job Costing (Job Order Costing)
Terdapat beberapa karakteristik perusahaan yang menggunakan job costing di antaranya,
1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesanan.
2. Biaya produksi digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
3. Biaya produksi langsung terdiri biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai beban pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi.
5. Beban pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
C. Langkah Menghitung Job Costing (Job Order Costing)
Berikut langkah sederhana dalam manajemen perusahaan untuk menghitung Job Costing di antaranya,
1. Mengidentifikasi pekerjaan yang dipilih sebagai objek biaya. Untuk melakukan perincian penghitungan biaya berdasarkan urutan yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, pekerjaan harus diidentifikasi berdasarkan objek biaya.
2. Tentukan biaya kerja langsung. Dalam penentuan biaya produksi dibedakan menjadi biaya produksi langsung yaitu biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja produksi langsung.
3. Pilih dasar alokasi biaya untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan. Biaya produksi tidak langsung adalah biaya yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan, tetapi tidak dapat secara langsung ditelusuri kembali ke pekerjaan tertentu.
4. Tentukan biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap basis alokasi biaya. Satu lokasi berdasarkan jam kerja personel manufaktur langsung dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya produksi tidak langsung ke produk.
5. Hitung tarif unit untuk setiap basis alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead untuk pekerjaan tersebut.
6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan untuk pekerjaan tersebut. Biaya tidak langsung suatu pekerjaan dihitung dengan mengubah kuantitas aktual dari setiap basis alokasi biaya (satu basis alokasi per kumpulan) yang terkait dengan pekerjaan tersebut menjadi rasio biaya tidak langsung dari setiap basis alokasi biaya.
7. Hitung total biaya pekerjaan dengan menjumlahkan semua biaya langsung dan tidak langsung yang terkait dengan pekerjaan tersebut.
D. Manfaat Job Costing (Job Order Costing)
Pemisahan biaya secara jelas tentu saja memberikan banyak manfaat dalam perusahaan. Bagaimana perhitungannya akan dipisah dan menyebabkan tidak akan tercampurnya biaya antara satu dengan lainnya. Berikut beberapa manfaat lain dari job costing di antaranya,
1. Menentukan Harga Jual
Pertama adalah perusahaan bisa menentukan harga jual berapa yang sesuai. Karena dari awal biaya produksinya sudah ketahuan dengan jelas. Jadi, biaya produksi bisa digunakan sebagai acuan penentuan harga jual. Sehingga keuntungan yang didapatkan bisa disesuaikan dengan biaya produksi tersebut. Selain itu juga bisa menghindari persaingan dengan mematok harga sesuai harga pasaran.
2. Bahan Pertimbangan Menerima dan Menolak Pesanan
Biaya ini akan mengetahui berapa besar biaya produksi yang dihasilkan dari besarnya biaya pesanan. Dengan begitu, perusahaan akan mengetahui berapa biaya produksi yang dibutuhkan apakah modal yang tersedia sudah mencukupi.
Apabila modal dirasa terlalu jauh, dan tidak bisa mengcover pesanan yang dibutuhkan maka pengusaha bisa menentukan apakah ingin menerima dan menolak pesanan tersebut namun berdasarkan pertimbangan yang matang.
3. Memantau Penerapan Biaya Produksi
Pengusaha juga bisa memantau biaya produksi melalui tracking yang jelas berdasarkan pesanan yang ingin dibuat. Nantinya jika dirasa ada biaya produksi yang tidak sesuai dengan perhitungan, maka bisa langsung dicari apa kesalahannya. Penerapan biaya produksi yang baik juga akan membantu pengusaha dalam perhitungan hal lain seperti keefektifan waktu kerja.
4. Pemisahan Keuntungan yang Jelas
Ketika hasil penjual sudah didapatkan, pengusaha bisa langsung mengelompokkannya menjadi laba. Namun sebelum itu ada baiknya untuk memisahkan dulu, dengan cara mengurangi keuntungan yang didapat dengan biaya produksi yang sebelumnya sudah dibuat. Dengan begitu pemisahan keuntungan menjadi lebih jelas, dan bisa menjadi tolak ukur apakah pesanan yang didapat sudah memberikan keuntungan atau belum.
5. Dapat Membandingkan Laba Setiap Penyelesaian Pekerjaan
Seperti pembahasan sebelumnya, terkait dengan pemisahan keuntungan yang jelas bisa menjadi tolak ukur. Dengan begitu, pengusaha bisa membandingkan setiap penyelesaian pekerjaannya berapa keuntungan yang didapat. Sehingga dengan begitu menjadi tolak ukur juga apakah perusahaan mengalami peningkatan atau justru mengalami penurunan. Jadi, sekalian sebagai laporan keuangan secara tidak langsung.
6. Mempermudah Mengetahui Kesalahan yang Terjadi Pada Proses Pekerjaan
Pada saat pencatatan berapa biaya produksi yang dibutuhkan, pengusaha bisa dengan cepat mengetahui kesalahan apa yang terjadi dalam proses pekerjaannya. Termasuk apabila terjadi pembengkakan biaya yang dirasa tidak normal, maka bisa diketahui dengan cepat dan bisa diperbaiki. Setiap kesalahan kecil terkait biaya produksi akan diketahui dan dengan cepat bisa diperbaiki sehingga permasalahan tersebut tidak berlarut-larut.
7. Menentukan Beban Produksi
Beban produksi juga bisa diketahui, karena berdasarkan pesanan. Jadi saat pengusaha menerima pesanan, pengusaha bisa langsung memprediksi apa saja yang menjadi kesulitannya. Dengan begitu pengusaha bisa menjadikan hal itu sebagai hipotesis, nantinya hipotesis akan ditentukan melalui perencanaan produksi beserta biayanya yang dibuat.
8. Membandingkan Biaya Aktual
Biaya aktual yang terjadi dibandingkan dengan biaya yang telah ditentukan. Dengan cara ini, tindakan dapat diambil untuk mengendalikan overhead berlebihan yang terjadi. Sama seperti pembahasan sebelumnya, terkait pengusaha yang memiliki hipotesis awal terhadap pesanan yang ingin diambil. Apakah sudah sesuai atau belum, nanti jika terjadi kesalahan bisa menjadi patokan penentuan hipotesis tersebut.
9. Menyiapkan Analisis Tren
Analisis tren dapat disiapkan melalui kompilasi biaya historis atau biaya yang sebelumnya sudah pernah terjadi dan diterapkan sebagai penentuan biaya pekerjaan. Dengan begitu, penentuan biaya selanjutnya menjadi lebih mudah dan realistis untuk pekerjaan selanjutnya. Sehingga meminimalisir terjadinya kesayangan hitungan pada pesanan yang selanjutnya.
Dari berbagai sumber
Post a Comment