Pengertian Redenominasi, Perbedaan, Tujuan, Manfaat, Tahap, Risiko, dan Contohnya

Table of Contents
Pengertian Redenominasi
Redenominasi

A. Pengertian Redenominasi

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Dengan kata lain, redenominasi adalah suatu pengurangan jumlah digit pada denominasi atau juga pecahan mata uang menjadi pecahan yang lebih sedikit tanpa mengurangi nilai, daya beli/juga nilai tukar terhadap suatu harga barang dan juga jasa.

Redenominasi dilakukan ketika terjadi inflasi, di mana jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah, sehingga harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar.

Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, maka rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan 10, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".

Bank Indonesia menegaskan jika redenominasi bukan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang atau sanering. Salah satu manfaat dari adanya redenominasi adalah pemilik uang tidak perlu membawa uang dalam jumlah yang besar ke manapun ketika akan melakukan transaksi keuangan.

B. Perbedaan Redenominasi dengan Sanering

Sanering bertolak belakang dengan redenomisasi. Sanering adalah pemotongan nilai mata uang guna mengurangi jumlah mata uang yang saat itu sedang beredar. Hal ini biasa digunakan saat adanya inflasi tinggi, sehingga salah satu cara instan dalam menguranginya adalah dengan melakukan sanering. Oleh karena itu, sanering tidak bisa diartikan sebagai redenomisasi. Sederhananya, adanya sanering akan menurunkan daya beli masyarakat karena nilai mata uang tersebut ternyata berkurang, sedangkan harga akan tetap sama.

Contoh sanering adalah, misal Anda memiliki uang sebanyak Rp5,000, lalu pemerintah menurunkan nilainya menjadi Rp5 saja. Jika saat sebelumnya harga sebungkus roti adalah Rp5000, maka harga roti tersebut akan tetap sama, namun Anda harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli roti. Sehingga, daya beli masyarakat otomatis akan menurun drastis ketika diberlakukannya sanering.

C. Tujuan dan Manfaat Redenominasi

Jumlah digit angka dalam mata uang merupakan akumulasi dari krisis ekonomi dan inflasi yang terjadi di masa lalu. Semakin banyak jumlah digit dalam mata uang, semakin tinggi kebutuhan untuk redenominasi. Adapun tujuan dan manfaat melakukan redenominasi di antaranya,
1. Pencatatan dalam Akuntansi dan Sehari-Hari Bisa Lebih Sederhana
Dengan mengurangi digit nol di dalam mata uang, pencatatan dalam akuntansi maupun kehidupan sehari-hari bisa lebih efisien. Kita tentu menyadari bahwa tiga digit angka nol hampir tidak pernah dipakai, di mana tiga digit tersebut hanya memperpanjang penulisan angka saja. Jika tiga digit nol dihilangkan, semua pencatatan keuangan akan lebih sederhana. Ini juga bisa mencegah atau meminimalisasi kesalahan penulisan.

2. Meningkatkan Kredibilitas dan Kesetaraan Mata Uang
Anda tentu menyadari bahwa perbedaan nilai tukar Rupiah Indonesia dengan Dolar Amerika sangat jauh. $1 setara dengan Rp14.000. Sementara itu, $1 setara dengan 31,3 Baht Thailand dan 4,27 Ringgit Malaysia. Redenominasi akan memberikan kesan bahwa nilai tukar Rupiah setara dengan mata uang asing lainnya. Hal tersebut terlihat positif dalam kacamata perdagangan dan psikologi market.

Mari kita lihat negara Turki. Sebelum melakukan redenominasi, $1 setara dengan 1,8 juta Lira. Setelah redenominasi, $1 sama dengan 1,8 Lira. Hal ini membuat Lira sejajar dengan mata uang lainnya. Hal ini juga bisa meningkatkan kredibilitas dan daya saing mata uang Lira di perdagangan internasional.

Tahukah Anda bahwa pecahan Rp100.000 adalah pecahan terbesar kedua di Asean? Pecahan terbesar pertama adalah 500.000 dong Vietnam. Di Indonesia Rp100.000 memiliki daya beli yang kecil. Mungkin hanya bisa digunakan untuk beberapa kali makan saja. Mari kita bandingkan dengan Dolar Singapura. Uang sebesar 100.000 Dolar Singapura dapat digunakan untuk makan selama satu tahun.

D. Tahapan Redenominasi

Dalam penerapan dari redenominasi rupiah harus melalui beberapa tahapan di antaranya,
1. Tahap persiapan. Tahapan persiapan serta pengesahan UU Redenominasi Rupiah dan juga rencana pencetakan uang baru. Selain dari itu juga perlu untuk dilakukan sosialisasi serta edukasi kepada seluruh masyarakat.
2. Tahap masa transisi. Masa transisi di mana menggunakan dua mata uang itu dengan secara bersamaan yakni rupiah lama serta rupiah baru. Pada tahapan tersebut, pedagang dan juga dunia usaha diwajibkan untuk mencantumkan harga barang atau jasa di dalam rupiah lama serta rupiah baru (dual price tagging).
3. Tahap seluruh transaksi. Seluruh transaksi barang dan jasa dan juga seluruh kegiatan atau aktivitas ekonomi itu harus menggunakan rupiah baru.

E. Risiko Redenominasi

Berikut beberapa risiko diberlakukannya redenominasi di antaranya,
1. Pembulatan Harga Berujung Inflasi
Adanya pembulatan harga yang sangat berlebihan ternyata bisa menyebabkan inflasi tinggi. Terdapat istilah money illusion, yaitu kondisi yang terjadi saat Anda melihat angka pada uang, bukan pada daya beli yang ada pada uang tersebut. contohnya, jika Anda terbiasa menghabiskan Rp15,000 untuk sekali makan, lalu adanya redenomisasi Rp15,000 berubah menjadi Rp15, maka di sanalah akan terjadi money illusion.

Hal ini terjadi karena Anda sudah terbiasa menghabiskan makan sebanyak belasan ribu, maka saat Anda menghabiskan makan dengan harga Rp15, maka uang tersebut akan terlihat kecil dan menjadi terasa kurang berharga. Padahal, nyatanya uang Rp15 mempunyai daya beli yang sama dengan Rp15,000. Jika dalam skala besar ilusi ini benar-benar terjadi di masyarakat, maka kita harus waspada. Adanya money illusion yang masif akan menyebabkan inflasi yang tinggi.

2. Sosialisasi dan Implementasi yang Membutuhkan Biaya Tinggi
Ketika pemerintah membuat kebijakan untuk menerapkan peraturan redenomisasi, maka pemerintah juga harus sedia menyiapkan biaya yang cukup tinggi untuk proses sosialisasi dan implementasi. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Masyarakat yang hidup di dalamnya merupakan masyarakat yang hidup dengan kondisi geografis yang berbeda, pengetahuan pendidikan yang beragam, akses yang berbeda, serta fasilitasnya pun beda. Masyarakat urban tentu bisa mengakses internet dengan baik, namun mereka yang tinggal di pelosok tentunya akan sulit dalam mendapatkan internet.

Pemerintah mempunyai pekerjaan rumah yang besar dalam mensosialisasikan hal ini. Selain karena banyaknya perbedaan, pemerintah juga harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit. Lebih dari itu, waktu yang diperlukan juga sangat banyak agar masyarakat memahami tujuan diberlakukannya redenomisasi. Biaya yang diperlukan bukan hanya untuk sosialisasi saja, namun juga untuk proses penerapan redenomisasi. Biaya tersebut nantinya dibutuhkan untuk pencetakan uang, penyaluran uang, dan proses adendum hukum yang sudah diatur.

Untuk itu, diperlukan rencana, kesiapan, dan persiapan yang matang untuk memberlakukan kebijakan redenomisasi. Keadaan ekonomi negara pun harus sangat mendukung dalam melakukan proses ini agar bisa berjalan dengan baik.

F. Contoh Redenominasi

Indonesia sendiri sebelumnya pernah melakukan peraturan redenomisasi pada tahun 1965 dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 27/1965. Tapi, redenomisasi yang dilakukan pada tahun 1965 ternyata gagal karena beragam faktor, salah satunya adalah kondisi psikologis masyarakat yang belum paham sepenuhnya, sehingga inflasi yang tinggi terjadi di mana-mana. Terlebih lagi, pada saat itu juga sedang ada gejolak politik yang sangat tinggi.

Kunci sukses dari penerapan redenomisasi adalah pemahaman masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Kebijakan pemerintah juga belum tentu memberikan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, semuanya tergantung dari kesiapan masyarakatnya. Tanpa adanya bentuk sosialisasi yang baik ke masyarakat, maka kebijakan redenomisasi juga akan bisa mengulang kegagalan yang sudah pernah terjadi di tahun 1965 lalu.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment