Pengertian Impulsive Buying, Motivasi, Karakteristik, Aspek, Faktor, dan Tipenya

Table of Contents
Pengertian Impulsive Buying atau Pembelian Impulsif
(Impulsive Buying)

A. Pengertian Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

Impulsive buying (pembelian impulsif) adalah pembelian tanpa perencanaan disertai dengan dorongan yang muncul secara tiba-tiba serta adanya dorongan positif untuk segera membeli tanpa memperhatikan akibat pembeliannya. Impulsive buying biasanya dilakukan secara spontan, tidak terefleksi, terburu-buru, dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk atau tergoda oleh persuasi dari pemasar.

Pembelian impulsif merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat dilawan. Peneliti memiliki dugaan bahwa emosi dan feeling memiliki peran dalam keputusan pembelian. Seseorang diberi sebuah input dengan melihat produk atau pesan-pesan promosi yang masuk ke otak (top of mind).

Impulsive buying terjadi tidak hanya untuk produk-produk yang relatif murah (cokelat, baju, majalah) tetapi juga pembelian produk-produk relatif mahal (perhiasan, kendaraan, pekerjaan-pekerjaan seni). Kebiasaan impulsive buying ini tentunya dapat menyebabkan permasalahan keuangan, seperti penolakan dari pasangan, perasaan bersalah karena membeli barang yang tidak terlalu berguna dan lain-lain.

Impulsive Buying (Pembelian Impulsif) Menurut Para Ahli
1. Baumeister (dalam Arifianti, dkk, 2010), pembelian impulsif terjadi ketika adanya dorongan untuk membeli sesuatu selain menghabiskan waktu dan perhatian untuk membeli barang ketika masuk ke dalam.
2. Verplanken dan Herabadi (dalam Diba, 2014), pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional.
3. Beatty and Ferrel (dalam Hanifah, 2015), pembelian impulsif sebagai pembelian yang tiba-tiba dan segera tanpa ada minat pembelian sebelumnya.
4. Manning dan Reece (dalam Arifianti, dkk, 2010), pembelian impulsif adalah salah satu hal yang mendorong calon pelanggan untuk bertindak karena daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu.
5. Thomson (dalam Arifianti, dkk, 2010), ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional sehingga tidak dilihat sebagai sugesti di mana dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibandingkan irasional.
6. Utami (2010), pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena adanya rangsangan yang menarik dari toko tersebut.
7. Herabadi (2003), pembelian impulsif adalah perilaku pembelian yang dilakukan secara tidak sengaja dan kemungkinan besar melibatkan berbagai macam motif yang tidak disadari, serta dibarengi oleh respons emosional yang kuat.
8. Sumarwan (2011), pembelian impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, terburu-buru, dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk serta tergoda oleh persuasi dari pemasar.
9. Rahmasari (2010), pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, di mana konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika.
10. Chaplin (2011), pembelian impulsif adalah suatu tindakan membeli yang bersifat langsung, tanpa refleksi (tanpa pikir) secukupnya, tidak dapat ditahan-tahan dan tidak dapat ditekan.
11. Solomon (2002), pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi secara spontan karena munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera.

B. Motivasi Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

Hal-hal apa saja  yang memotivasi secara psikologi seseorang melakukan impulsive buying (pembelian impulsif) di antaranya,
1. Senang atau Gemar Berbelanja (Shopaholic)
Shopaholic adalah kegilaan seseorang pada kegiatan berbelanja. Biasanya hal ini terjadi karena alasan “balas dendam”. Banyak kejadian seorang shopaholic merasa masa kecilnya tidak dapat dipenuhi kebutuhannya, ketika sudah tumbuh dewasa, kerja dan memiliki cukup pendapatan mereka merasa saatnya membeli barang-barang yang dulu tidak bisa dibeli.

2. Tombol “Sayang” atau “Takut Rugi”
Otak dasar manusia adalah otak yang sifatnya konservatif dan mencari aman (bahasa Inggrisnya adalah loss aversion switch). Ketika ada sesuatu barang yang sedang diskon (benar-benar diskon) dan pesan itu masuk ke dalam otak kita, seketika pesan tersebut membuat switch takut rugi kita jalan dan langsung membeli barang tersebut.

3. Pengetahuan dan Perencanaan yang Kurang
Masih banyak orang yang berpikiran hidup itu mengalir saja, tidak perlu rencana, tidak perlu pengaturan, sedikit disiplin jadi tidak masalah membeli barang ini sekarang. Ide dasar yang ada di otak adalah POKOKNYA SAYA HARI INI SENANG. Pemikiran-pemikiran seperti ini yang menyebabkan seseorang melakukan impulsive buying. Tanpa tujuan yang jelas seseorang hanya akan berpikir jangka pendek dan akan cenderung bersikap konsumtif.

C. Karakteristik Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

Karakteristik pembelian tidak terencana (impulsive buying) menurut Mowen dan Minor (2002) di antaranya,
1. Membeli produk atau barang secara mendadak dan tiba-tiba. Pembelian impulsif merupakan pembelian yang dilakukan secara spontan dan tiba-tiba. Individu dikatakan melakukan pembelian secara tiba-tiba atau mendadak, tidak dapat ditekan atau ditahan.
2. Membeli produk atau barang tanpa direncanakan terlebih dahulu. Individu dikatakan berperilaku pembelian impulsif jika melakukan pembelian secara tidak terencana. Pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu.
3. Membeli barang atau produk tanpa berpikir panjang. Perilaku membeli impulsif merupakan kegiatan untuk terlibat dalam pembelian-pembelian tanpa refleksi atau berpikir secukupnya. Individu membeli barang tanpa berpikir apakah barang tersebut benar-benar saya butuhkan atau tidak.

Sementara menurut Engel (dalam Nasir, 2010) terdapat beberapa karakteristik dalam pembelian impulsif di antaranya,
1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.
2. Kekuatan, kompulsi dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.
3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”, “menggetar-kan,” atau “ liar.”.
4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

D. Aspek Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

Terdapat tujuh aspek dalam pembelian impulsif (impulsive buying) menurut Beatty dan Ferrel (1998) di antaranya,
1. Desakan untuk berbelanja (urge to purchase)
Urge to purchase atau desakan untuk berbelanja merupakan suatu dorongan atau hasrat yang dirasakan ketika membeli sesuatu secara tiba-tiba atau spontan. Impulsive buying terjadi ketika konsumen mengalami dorongan atau desakan secara mendadak, kuat dan gigih untuk membeli beberapa hal segera.

Dorongan kuat, kadang-kadang tak tertahankan atau sulit dihentikan, kecenderungan untuk bertindak tiba-tiba tanpa musyawarah. Walaupun sangat kuat dan terkadang tidak dapat ditolak namun tidak selalu dilakukan. Bahkan orang-orang menggunakan strategi yang sangat banyak untuk mendapatkan kontrol terhadap hasrat ini.

2. Emosi positif (positive affect)
Pengaruh positif individu dipengaruhi oleh suasana hati yang sudah dirasakan sebelumnya, disposisi afeksi, ditambah dengan reaksi terhadap pertemuan lingkungan toko tersebut (misalnya, barang-barang yang diinginkan dan penjualan yang ditemui). Suasana hati yang positif (senang, gembira, dan antusias) menyebabkan seseorang menjadi murah hati untuk menghargai diri mereka, konsumen merasa seolah-olah memiliki lebih banyak kebebasan untuk bertindak, dan akan menghasilkan perilaku yang ditujukan untuk mempertahankan perasaan yang positif.

3. Melihat-lihat toko (in-store browsing)
In-store browsing merupakan komponen utama dalam proses pembelian impulsif. Jika konsumen menelusuri toko lebih lama, konsumen akan cenderung menemukan lebih banyak rangsangan, yang akan cenderung meningkatkan kemungkinan mengalami impulsive buying yang mendesak.

4. Kesenangan berbelanja (shopping enjoyment)
Shopping enjoyment mengacu pada kesenangan yang didapatkan dari proses berbelanja, dalam hal ini mengacu pada konteks berbelanja di dalam mal atau pusat perbelanjaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelian impulsif dapat menjadi upaya seseorang untuk meringankan depresi atau untuk menghibur diri sendiri.

5. Ketersediaan waktu (time available)
Time available mengacu pada waktu yang tersedia bagi individu untuk berbelanja. Tekanan waktu dapat mengurangi impulsive buying, sebaliknya ketersediaan waktu secara positif terkait dengan melakukan aktivitas pencarian dalam lingkungan ritel dapat mengakibatkan impulsive buying. Individu dengan lebih banyak waktu yang tersedia akan melakukan pencarian lagi.

6. Ketersediaan uang (money available)
Money available mengacu pada jumlah anggaran atau dana ekstra yang dimiliki oleh seseorang yang harus dikeluarkan pada saat berbelanja. Beatty dan Ferrel menghubungkan variabel ketersediaan uang secara langsung dengan impulsive buying karena hal tersebut dinilai menjadi fasilitator untuk terjadinya pembelian terhadap suatu objek.

7. Kecenderungan pembelian impulsif (impulsive buying tendency)
Impulse buying tendency adalah kecenderungan mengalami dorongan yang secara tiba-tiba muncul untuk melakukan pembelian on the spot. Desakan untuk bertindak atas dorongan tersebut dengan hanya sedikit pertimbangan atau evaluasi dari konsekuensi.

E. Faktor Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku individu sehingga melakukan pembelian impulsif (impulsive buying) Menurut Utami (2010) di antaranya,
1. Penggunaan daftar belanja
Daftar belanja merupakan sebuah daftar unit yang digunakan untuk sebuah pembelian. Konsumen menggunakan daftar belanja supaya mudah melakukan pembelanjaan, tetapi pada kenyataannya, 75% keputusan pembelian dilakukan di dalam toko. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen berbelanja di luar daftar belanja, yang menimbulkan perilaku pembelian impulsif.

2. Pemilihan toko
Sebelum melakukan pembelian, konsumen pasti akan memilih, dan memutuskan toko mana yang akan mereka datangi. Beberapa hal yang mempengaruhi konsumen dalam memilih toko di antaranya, lokasi toko yang di jangkau, keamanan akses menuju toko, tersedianya transportasi untuk banyak orang, adanya akses dari jalan besar, jam operasional toko yang buka dari pagi sampai malam, pelayanan toko, kelengkapan produk dalam toko, kualitas dan penataan produk yang menarik, serta tersedianya lahan parkir yang luas.

3. Pengaruh suasana toko
Pengaruh keadaan toko adalah kombinasi dari karakteristik fisik toko, seperti arsitektur, tata letak, penanda, display, warna, pencahayaan, temperatur, music serta aroma, yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. Melalui suasana toko yang diciptakan, peritel mengkomunikasikan segala informasi untuk memudahkan konsumen dalam berbelanja.

Sementara menurut Shofwan (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif pada konsumen di antaranya,
1. Kondisi mood dan emosi konsumen. Keadaan mood konsumen dapat mempengaruhi perilaku konsumen, misalnya kondisi mood konsumen yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang memiliki mood negatif, pembelian impulsif lebih tinggi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kondisi mood yang negatif.
2. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif juga.
3. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang cenderung dibeli secara impulsif adalah produk yang memiliki tampilan menarik (bau yang menyenangkan, warna yang menarik), cara memasarkannya, tempat di mana produk itu dijual. Tampilan toko yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian impulsif.
4. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status sosial. Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang tinggal di daerah pinggiran kota.
5. Karakteristik konsumen. Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial demografi atau karakteristik sosial ekonomi, yang merupakan karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang. Kepribadian di dalamnya mencangkup kontrol diri, yakni pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang.
6. Pemasaran dan marketing. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah banyak outlet yang self service, iklan melalui media massa yang sangat sugestibel dan terus menerus, iklan dititik penjualan, posisi display dan lokasi toko yang menonjol.

F. Tipe Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

Secara umum ada empat tipe pembelian impulsif menurut Loudon dan Bitta (dalam Sihotang, 2009) di antaranya,
1. Pembelian impulsif murni, yaitu dorongan untuk membeli produk baru, mencari variasi baru atau pembelian terhadap produk di luar kebiasaan pembeliannya.
2. Pembelian impulsif yang timbul karena sugesti, yaitu dorongan yang didasarkan stimulus pada toko dan ditunjang dengan pemberian saran, baik dari sales promotion, pramuniaga maupun teman.
3. Pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau, yaitu dorongan yang muncul saat melihat barang pada rak toko, display atau teringat iklan dan informasi lainnya tentang suatu produk.
4. Pembelian impulsif yang direncanakan, yaitu pembelian impulsif yang terjadi apabila kondisi penjualan tertentu diberikan. Dorongan berupa intensi membeli berdasarkan harga khusus, kupon, diskon dan lain sebagainya tanpa merencanakan produk yang akan dibelinya.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment