Pengertian Social Distance (Jarak Sosial), Aspek, Pendekatan, Faktor, dan Pembentukannya

Table of Contents

Pengertian Social Distance atau Jarak Sosial
Social Distance

A. Pengertian Social Distance (Jarak Sosial)   

Social Distance (Jarak Sosial) adalah pemisahan secara sosial yang dianggap ada dan terjadi antarindividu dan antarkelompok. Jarak sosial dalam hal ini bukan merupakan jarak lokasi, namun merupakan gambaran jarak antara berbagai kelompok dalam masyarakat, dan tidak sekedar meliputi perbedaan-perbedaan seperti kelas sosial, ras/etnis, gender atau seksualitas, tetapi juga sebuah fakta bahwa anggota kelompok yang berbeda kurang berbaur dibandingkan dengan anggota dari kelompok yang sama.

Jarak sosial merupakan suatu perilaku konkret yang menggambarkan derajat hubungan antar kelompok, yang dipengaruhi oleh norma-norma yang mengatur situasi di mana hubungan itu dilakukan. Penggunaan konsep jarak sosial mempermudah pembentukan tingkatan diskriminasi yang kontinum. Konsep ini pertama kali dianalisa oleh Emory S. Bogardus dan menghasilkan alat ukur dan alat banding sikap masyarakat yang disebut skala Bogardus.

Social Distance (Jarak Sosial) Menurut Para Ahli
1. Edward T. Hall, jarak sosial menggambarkan jarak psikologis seperti binatang yang dapat merasa cemas apabila berjarak jauh dari kawanannya. Fenomena ini berlaku pada bayi dan balita yang berjalan atau merangkak menjauh dari orang tuanya atau pengasuhnya kemudian merasa cemas dan sesaat kemudian akan kembali lagi ke zona amannya.
2. Walgito (2011), dalam kehidupan sehari-hari seorang individu dapat melihat bagaimana hubungannya dengan orang lain, ada individu yang lekat hubungannya, namun ada juga individu yang kurang lekat hubungannya. Hal tersebut biasanya akan membawa perbedaan dalam jarak sosial.
3. Sherif (dalam Amanda & Mardianto, 2014), jarak sosial merupakan suatu dimensi interaksi antara anggota kelompok yang berbeda yang merentang dari keintiman hingga keterpisahan yang mutlak (tidak ada hubungan sama sekali).
4. Chaplin, (dalam Amanda & Mardianto, 2014), jarak sosial merupakan suatu bentuk tingkatan atau derajat untuk melihat sejauh mana seorang individu atau kelompok memperlihatkan perbedaan mereka dari individu atau kelompok lainnya.
5. Verawati dkk (2017), jarak sosial menunjukkan penerimaan seseorang terhadap orang lain dalam hubungan yang terjadi di antara mereka. Selain itu jarak sosial merupakan sejauh mana orang bersedia untuk menerima dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakteristik sosial yang berbeda.
6. Hall (dalam Qonita, 2018), jarak sosial merupakan  suatu jarak orang yang berinteraksi antar satu dengan yang lain, dapat berbicara tetapi tidak menyentuh.
7. Doob (dalam Kadir, 2009), jarak sosial merupakan perasaan tertentu untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan tertentu.

B. Aspek Social Distance (Jarak Sosial)

Terdapat tiga aspek pada jarak sosial menurut Walgito (2011) di antaranya,
1. Aspek relasi antar pribadi. Pada aspek relasi antar pribadi didapatkan bahwa jarak sosial masyarakat terletak pada kategori tinggi, hal ini berarti masyarakat memiliki hubungan jauh atau kurang lekat.
2. Aspek relasi di tempat tinggal. Pada aspek relasi tempat tinggal didapatkan bahwa jarak sosial masyarakat terletak pada kategori sedang, hal ini berarti sebagian masyarakat memiliki hubungan yang tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh.
3. Aspek relasi di lingkungan masyarakat. Pada aspek relasi di lingkungan masyarakat didapatkan bahwa jarak sosial masyarakat terletak kategori sangat rendah, artinya sebagian masyarakat bersedia bergabung dalam suatu kegiatan tertentu.

C. Pendekatan Social Distance (Jarak Sosial)

1. Jarak sosial afektif. Menurut pendekatan ini, jarak sosial berkaitan dengan afektivitas jarak, yaitu seberapa bersimpati anggota sebuah kelompok terhadap kelompok lain. Emory Bogardus, pencipta skala jarak sosial Bogardus membuat teori skalanya berdasarkan konsep jarak sosial subjektif-afektif.
2. Jarak sosial normatif. Jarak sosial normatif mengacu pada penerimaan kesepakatan bersama dan pernyataan tentang norma-norma yang menganggap seseorang sebagai "orang dalam" atau merupakan "orang luar/asing." Norma-norma tersebut, dengan kata lain, menentukan perbedaan antara "kita" dan "mereka." Oleh karena itu, jarak sosial normatif berbeda dari jarak sosial afektif. Contoh dari konsep ini dapat ditemukan di beberapa karya dari para sosiolog seperti Georg Simmel, Emile Durkheim dan Robert Park.
3. Jarak sosial interaktif. Pendekatan yang ketiga berpendapat bahwa jarak sosial berfokus pada frekuensi dan intensitas interaksi antara dua kelompok, mengklaim bahwa semakin banyak anggota dari dua kelompok berinteraksi, maka mereka akan semakin dekat secara sosial. Konsep ini mirip dengan pendekatan teori sosiologi jaringan, bahwa frekuensi interaksi antara dua pihak digunakan sebagai ukuran dari "kekuatan" dari ikatan sosial di antara mereka.

D. Faktor Social Distance (Jarak Sosial)

Faktor-faktor jarak sosial menurut  Widiyatmadi (dalam Amanda & Mardianto, 2014) di antaranya,
1. Kelompok primer. Kelompok sosial pertama tempat individu saling mengenal,  berinteraksi sosial, dan bekerja sama yang cukup erat.
2. Kelompok dominan. Kelompok yang jumlahnya tidak terlalu besar dibandingkan kelompok sosial lain, tetapi mereka mempunyai peran yang besar dalam politik, ekonomi dan budaya di suatu negara.
3. Kelompok stereotip. Penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.

E. Pembentukan Social Distance (Jarak Sosial)

Terbentuknya jarak sosial (Widyastuti, 2014)  di antaranya,
1. Adanya norma-norma tertentu dari kelompok mayoritas atau yang dominan sesuai dengan status dan sudut pandangannya yang dihembuskan terhadap kelompok minoritas.
2. Menurut observasi Alport, sosial distance dalam masyarakat hanya terdapat pada masyarakat yang heterogen yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang memiliki fungsi dari interest yang berbeda-beda.
3. Adanya rasa superioritas kelompok atau keunggulan kelompok atau kelompok yang lain.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment