Pengertian Prosocial behaviour (Perilaku Prososial), Komponen, Faktor, Level, Tahap, dan Teorinya
Prosocial behaviour |
A. Pengertian Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Prosocial behaviour (perilaku prososial) adalah perilaku yang menampilkan sikap positif, cenderung memberi kontribusi baik fisik maupun psikis berupa kebaikan atau kesejahteraan bagi orang lain. Prosocial behaviour merupakan kategori yang luas dari helping behavior. Prosocial behavior didefinisikan oleh beberapa segmen yang signifikan dari masyarakat atau kelompok sosial yang secara umum menguntungkan bagi orang lain, tetapi tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi orang yang melakukan tindakan tersebut.
Perilaku prososial dalam konteks ini adalah membantu orang lain dengan cara meringankan beban fisik atau psikologi orang tersebut, memperhatikan kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri, dan ikut menyokong dengan tenaga dan pikiran. Istilah lain seperti perilaku menolong, amal kebajikan, dan volunterisme juga digunakan untuk menggambarkan tentang hal-hal baik yang dilakukan orang untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang lain.
Prosocial behaviour (Perilaku Prososial) Menurut Para Ahli
1. William (Dayakisni & Hudaniah, 2003), perilaku prososial yaitu perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara mental maupun psikologis.
2. Shaffer (dalam Edwina, 2002), perilaku prososial yaitu tindakan yang memberikan keuntungan bagi orang lain seperti berbagi dengan orang lain yang mendatangkan keuntungan bagi orang tersebut dibanding dengan dirinya sendiri, menghibur atau menolong orang lain untuk mencapai tujuannya atau bahkan membuat orang lain senang dengan memuji perilaku mereka atau prestasi disebut perilaku prososial.
3. Passer & Smith (2004), dengan kedermawanan, persahabatan, kerja sama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial. Prososial diartikan sebagai suatu tindakan heroik dengan tujuan untuk menolong orang lain.
4. Sarwono (2002), prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut. Istilah altruisme sering digunakan secara bergantian dengan prososial, tapi altruisme yang sebenarnya adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri.
5. Byrne (2005), perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong.
6. Clary & Orenstein (dalam Baron&Byrne, 2005), perilaku prososial pada dasarnya diawali dengan timbulnya rasa empati terhadap orang lain. Minat seseorang untuk memberikan pertolongan kepada orang lain bersumber pada motif altruistik yang berdasarkan pada empati (empathy).
7. Sears dkk (2000), perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong, tanpa memperhatikan motif penolongnya.
8. Bartal (dalam Syafriman, 2005) perilaku prososial adalah tingkah laku yang menimbulkan konsekuensi positif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis orang lain.
B. Komponen Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Perilaku prososial terdiri dari berbagai komponen penting menurut Byrne (2005) di antaranya,
1. Perilaku menolong. Perilaku menolong tidak hanya ditujukan kepada orang yang dikenal tetapi juga kepada orang yang tidak dikenal. Artinya, memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan.
2. Suka bekerja sama. Suka menjalin kerja sama dan mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan sendiri (rasa egosentrisme rendah).
3. Berani menanggung risiko. Dari apa yang telah dilakukan untuk orang lain; baik risiko tenaga, pikiran dan risiko finansial.
4. Mempunyai rasa empati yang tinggi. Merasakan apa yang dirasakan orang lain (aspek afektif) dan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain (aspek kognitif).
5. Bertanggung jawab. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi baik kepada orang lain maupun tanggung jawab untuk diri sendiri.
C. Faktor Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
1. Faktor Penyebab Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Kepribadian altruistik adalah suatu kombinasi variabel disposisional yang berhubungan dengan perilaku prososial. Faktor disposisional yang menyusun kepribadian altruistik (altruistic personality) menurut Byrne (2005) di antaranya,
a. Empati. Mereka yang menolong mempunyai empati yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak menolong. Partisipan yang paling altruistik menggambarkan diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab, bersosialisasi, menenangkan toleran, memiliki self-control, dan termotivasi untuk membuat impresi yang baik.
b. Mempercayai dunia yang adil. Orang yang menolong mempresepsikan dunia sebagai tempat yang adil dan percaya bahwa tingkah laku yang baik diberi imbalan, dan tingkah laku yang buruk diberi hukuman. Kepercayaan ini mengarah pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan adalah hal yang tepat untuk dilakukan dan adanya pengharapan bahwa orang yang menolong akan mendapatkan keuntungan dari melakukan sesuatu yang baik.
c. Tanggung jawab sosial. Mereka yang paling banyak memberikan pertolongan mengekspresikan kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menolong orang yang membutuhkan.
d. Locus of control internal. Locus of control internal merupakan kepercayaan individual bahwa ia dapat memilih untuk bertingkah laku dalam cara memaksimalkan hasil akhir yang baik dan meminimalkan yang buruk. Mereka yang menolong mempunyai locus of control internal yang tinggi. Mereka yang tidak menolong sebaliknya, cenderung memiliki locus of control eksternal dan percaya bahwa apa yang mereka lakukan tidak relevan, karena apa yang terjadi diatur oleh keuntungan, takdir, orang-orang yang berkuasa, dan faktor-faktor yang tidak terkontrol lainnya.
e. Egosentrisme rendah. Mereka yang berperilaku prososial tidak bermaksud untuk menjadi egosentris, self-absorbed, dan kompetitif.
2. Faktor Penentu Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Faktor penentu perilaku prososial yang spesifik dapat diuraikan dari tiga sudut pandang yaitu, dari sudut pandang situasi, si penolong, dan orang yang membutuhkan pertolongan (Sears, dkk 2000).
a. Berdasarkan Sudut Pandang Situasi
Berdasarkan sudut pandang situasi ada beberapa faktor penentu perilaku prososial di antaranya,
a) Kehadiran Orang Lain. Menurut Latane (dalam Sears dkk, 2000) kehadiran orang lain yang begitu banyak mungkin telah menjadi alasan bagi tiadanya usaha untuk memberikan pertolongan. Semakin banyak orang lain yang hadir, semakin kecil kemungkinan seseorang benar-benar memberikan pertolongan dan semakin besar rata-rata rentang waktu pemberian bantuan.
b) Kondisi Lingkungan. Keadaan fisik juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu, efek cuaca terhadap pemberian bantuan diteliti dalam dua lapangan yang dilakukan oleh Cunningham (dalam Sears dkk, 2000). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku prososial adalah kebisingan. Beranjak dari gagasan umum bahwa kebisingan dapat menurunkan daya tanggap orang terhadap semua kejadian di lingkungan, beberapa peneliti menyelidiki apakah kondisi yang mengurangi kecenderungan untuk menolong orang asing yang mengalami kesulitan.
c) Tekanan Waktu. Bukti nyata dari efek ini berasal dari penelitian Darley dan Batson pada tahun 1973, tekanan waktu menimbulkan dampak yang kuat terhadap pemberian bantuan.
b. Berdasarkan Si Penolong
Sudut pandang yang kedua dari faktor penentu perilaku prososial adalah dari penolong. Menurut penelitian-penelitian terdahulu, bahwa beberapa orang tetap memberikan bantuan meskipun kekuatan situasional menghambat pemberian bantuan, dan yang lain tidak memberikan bantuan meskipun berada dalam kondisi yang sangat mendukung. Karakteristik kepribadian yang relatif menetap maupun suasana hati dan psikologis yang lebih mudah berubah di antaranya,
a) Faktor Kepribadian. Karakteristik kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan menghambat memberikan pertolongan dalam situasi yang lain. Penelitian yang dilakukan Satow (dalam Sears dkk, 2000) bahwa orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial, lebih cenderung menyumbangkan uang bagi kepentingan amal dari pada orang yang mempunyai tingkat kebutuhan yang rendah untuk diterima secara sosial, tetapi hanya bila orang lain menyaksikannya.
b) Suasana Hati. Ada sejumlah bukti menyatakan bahwa orang lebih terdorong untuk memberikan bantuan bila mereka berada dalam suasana hati yang baik. Ada batasan yang penting untuk efek “merasa baik” tersebut. Pertama, efek suasana hati yang positif tidak berlangsung lama. Kedua, suasana hati yang baik bisa menurunkan kesediaan untuk menolong bila pemberian bantuan akan mengurangi suasana hati yang baik tersebut, Isens (dalam Sears dkk, 2000).
c) Rasa Bersalah. Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi khusus dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaan gelisah yang timbul bila kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah. Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah dapat menyebabkan kita menolong orang yang kita rugikan, atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan tindakan yang baik.
d) Distres Diri dan Rasa Empatik. Distres diri (personal distress) adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang lain (perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang dialami). Sikap empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain (Sears dkk, 2000).
c. Berdasarkan Orang yang Membutuhkan Pertolongan
Sudut pandang ketiga, faktor penentu perilaku prososial adalah dari orang yang membutuhkan pertolongan. Seorang altruistis sejati tidak mempertimbangkan apapun kecuali kebutuhan orang yang mengalami kesulitan, perilaku prososial sehari-hari sering dipengaruhi oleh karakteristik orang yang membutuhkan di antaranya,
a) Menolong orang yang disukai. Berdasarkan penelitian Emswiller (dalam Sears dkk, 2000), tingkat kesamaan antara orang yang akan menolong dan orang yang membutuhkan pertolongan juga penting, individu cenderung lebih memilih memberikan pertolongan pada individu yang mendekati karakteristik yang sama dengannya.
b) Menolong orang yang pantas ditolong. Pertolongan yang diberikan faktor kelayakan kebutuhan juga menjadi pertimbangan, orang yang akan menolong menarik kesimpulan tentang sebab-sebab timbulnya kebutuhan orang tersebut.
Selanjutnya, terkait dengan faktor yang mempengaruhi perilaku prososial Situmeang (2004) mengatakan bahwa, ada pengaruh tempat tinggal anak terhadap perilaku prososial individu dalam kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas maka faktor-faktor penyebab perilaku prososial adalah empati, karakteristik kepribadian si penolong, situasi lingkungan, dan seberapa besar kebutuhan orang yang ditolong tersebut terhadap bantuan orang lain.
D. Level Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Penner et al dalam Mercer dan Debbie (2010:93) membagi prosocial literature dalam tiga kategori di antaranya,
1. Meso level. Tindakan menolong ditinjau dari segi tingkat interpersonal (contoh : spesifikasi dan situasi tindakan prososial diantara seseorang dengan lawannya). Faktor-faktor yang dikatakan dapat menghambat maupun meningkatkan perilaku prososial di antaranya,
a. Who need help. Kita akan lebih membantu teman dengan cepat dibandingkan membantu orang lain yang tidak dikenal.
b. Similarity. Kita akan lebih senang membantu orang yang terlihat sama atau mirip dengan kita. (Contoh : ras, gender)
c. Attribution of the cause of the distress. Kita akan kurang membantu orang yang sudah seharusnya bertanggung jawab atas insiden secara personal. (Contoh : Pemabuk yang terjatuh di jalanan)
d. Alcohol. Alkohol dapat mengurangi ketegangan situasi yang diakibatkan oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga pada saat orang minum, mereka menunjukkan tingkat kecenderungan ingin membantu dikarenakan mereka tidak terpengaruh oleh kepanikan yang terjadi di sekitarnya.
e. Weighing up the costs and benefits. Sebagai bagian dari decision-making process menyarankan bahwa agar para individu mempertimbangkan antara beban (waktu) yang dipakai jika membantu dengan beban (perasaan bersalah) jika tidak membantu.
2. Micro level. Terdapat dua pendekatan asal usul kecenderungan prosocial behavior yaitu : evolutionary theory dan social norm.
a. Pertama, pendekatan evolutionary theory ini berpendapat bahwa kita secara biologis cenderung untuk membantu mereka yang berbagi gen yang sama dengan kita. Hal ini dikenal sebagai inclusive fitness (kemampuan inklusif) yang merupakan kemampuan langsung dari keturunan.
b. Kedua, Gouldner dalam Mercer dan Debbie (2010:98) mengatakan bahwa norma timbal balik atau reciprocity merupakan bagian dari genetik bersama dan menyarankan bahwa norma timbal balik adalah norma budaya bersama. Nilai helping behavior dalam segi social psychology disebut sebagai social norm.
Social norm adalah kepercayaan atau jenis perilaku yang dianggap normal dan dapat diterima dalam kelompok tertentu atau masyarakat. Melalui proses sosialisasi, menjadi keyakinan normatif yang secara internal diadakan yang dapat memiliki efek yang kuat terhadap cara kita berperilaku.
Berkowitz dalam Mercer dan Debbie (2010:98) juga mengatakan bahwa beberapa orang akan membantu orang yang membutuhkan serta tidak mengekspetasikan pujian atau rasa terima kasih dari orang lain. Ini dikatakan memiliki relasi dengan norma dari social responsibility yang dikatakan membantu orang lain merupakan hal yang harus kita lakukan, baik tidak tergantung pada imbalan di masa yang akan datang maupun orang tersebut pernah membantu kita.
3. Macro level. Volunteering merupakan tipe yang beda dari helping behavior karena direncanakan, biasanya berjangka panjang, dan dianggap kurang karena lebih cenderung merupakan rasa kewajiban pribadi. Clary et al dalam Mercer dan Debbie (2010:101) mengembangkan volunteering functions inventory (VFI) dalam enam dimensi di antaranya,
a. Values. Untuk mengekspresikan atau bertindak dalam nilai yang penting (Contoh : paham kemanusiaan atau humanitarianism).
b. Understanding. Untuk belajar lebih mengenai dunia atau melatih skill yang sering tidak dipakai.
c. Inventory enhancement. Untuk meningkatkan dan mengembangkan psikologis pribadi (Contoh : terlibat dalam kegiatan sukarela).
d. Social. Untuk memperkuat relasi sosial.
e. Career. Untuk mendapatkan pengalaman yang berkaitan dengan karir.
f. Protective. Untuk mengurangi perasaan negatif (Contoh : rasa bersalah, kesepian) atau untuk mengatasi masalah pribadi.
E. Tahap Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Ada empat tahap yang menjelaskan bagaimana seseorang memberikan pertolongan kepada orang lain menurut Latense dan Darley (dalam Mahmudah, 2011) di antaranya,
1. Tahap perhatian. Perhatian merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku prososial. Perhatian ini bisa muncul oleh beberapa hal misalnya : terganggu oleh kesibukan, ketergesaan, terdesak oleh kepentingan lain.
2. Interpretasi situasi. Interpretasi atas situasi menentukan perilaku prososial seseorang. Ada dua macam yang ditunjukkan dalam menginterpretasi kejadian, yaitu :
a. Sesuatu yang perlu ditolong.
b. Sesuatu yang tidak perlu ditolong.
3. Tanggung jawab sosial (orang banyak). Seseorang yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi akan mempunyai kecenderungan besar untuk menunjukkan perilaku prososial. Seseorang mungkin akan menolong orang yang dibencinya karena adanya rasa tanggung jawab yang tinggi.
4. Mengambil keputusan. Pengambilan keputusan untuk menolong atau tidak sangat ditentukan oleh berbagai faktor dalam ataupun luar.
F. Teori Prosocial behaviour (Perilaku Prososial)
Teori-teori perilaku prososial menurut Sarwono & Meinarno (2009) di antaranya,
1. Teori Evolusi
Inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup gen. Gen dalam diri manusia telah mendorong manusia untuk memaksimalkan kesempatan berlangsungnya suatu gen agar tetap lestari.
a. Perlindungan kerabat. Orang tua mengutamakan kesejahteraan anak dibandingkan dengan kesejahteraan dirinya sendiri, gennya akan mempunyai peluang lebih besar untuk bertahan dan lestari dibandingkan orang tua yang mengabaikan anaknya. Kedekatan gen-gen secara biologis membuat manusia terprogram secara alami untuk lebih menolong orang yang masih tergolong kerabatnya.
b. Timbal balik biologik. Seseorang menolong karena ia mengantisipasi kelak orang yang ditolong akan menolongnya kembali sebagai balasan, dan bila ia tidak menolong maka kelak ia pun tidak akan mendapat pertolongan.
2. Teori Belajar
a. Teori belajar sosial. Tingkah laku manusia dijelaskan sebagai hasil proses belajar terhadap lingkungan. Menurut teori belajar, orang dapat merasa lebih baik setelah memberikan pertolongan, atau menolong untuk menghindari perasaan bersalah atau malu jika tidak menolong.
b. Teori pertukaran sosial. Interaksi sosial bergantung pada untung dan rugi yang terjadi. Tingkah laku menolong juga bisa semata-mata hanya untuk menutupi kepentingan pribadi seseorang.
3. Teori Empati
Seseorang dapat merasakan apa yang orang lain rasakan dan dengan komponen kognitif seseorang mampu memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasannya.
a. Hipotesis empati-altruisme. Perhatian yang empatik yang dirasakan seseorang terhadap penderitaan orang lain akan menghasilkan motivasi untuk mengurangi penderitaan orang tersebut.
b. Model mengurangi perasaan negatif. Orang menolong 8untuk mengurangi perasaan negatif akibat melihat penderitaan orang lain. Seseorang berada dalam suasana hati yang negatif sebelum melihat orang yang sedang kesusahan dan dengan menolong diharapkan ia dapat mengurangi perasaan negatifnya tersebut.
c. Hipotesis kesenangan empatik. Seseorang akan menolong bila ia memperkirakan dapat ikut merasakan kebahagiaan orang yang akan ditolong atas pertolongan yang diberikannya. Seseorang menolong karena percaya bahwa pertolongannya akan memberikan hasil yang positif.
4. Teori Perkembangan Kognisi Sosial
Dalam merespons suatu situasi darurat (situasi yang membutuhkan pertolongan), tentunya diperlukan sejumlah informasi yang harus diproses dengan cepat sebelum seseorang memutuskan untuk memberikan pertolongan.
5. Teori Norma Sosial
a. Norma timbal-balik. Seseorang harus menolong orang yang pernah menolongnya. Prinsip balas budi dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang harus menolong orang lain karena kelak di masa mendatang, akan ditolong oleh orang lain atau pernah ditolong orang pada masa sebelumnya.
b. Norma tanggung jawaban sosial. Seseorang berbuat seimbang antara memberi dan menerima di dalam sebuah hubungan sosial. Memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan pertolongan tanpa mengharapkan balasan di masa datang.
Dari berbagai sumber
Post a Comment