Pengertian Hoaks, Sejarah, Ciri, Jenis, Alat, Contoh, dan Cara Mengatasinya
Hoaks |
A. Pengertian Hoaks (Berita Bohong)
Hoaks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah informasi bohong, berita tidak bersumber. Hoaks atau berita bohong (Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuan hoaks adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.
Kata hoaks sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Latin hocus sebuah kata yang merujuk pada hocus pocus yang merupakan mantra para penyihir yang kemudian dipakai oleh para pesulap ketika akan memulai trik sulap, hocus pocus sendiri diartikan sebagai “tipuan” di mana sulap sendiri ditujukan untuk menipu orang lain untuk hiburan, namun dalam hal ini para penonton sulap tentunya tidak merasa dirugikan.
Demikian pada awalnya hoaks adalah sebuah berita bohong yang digunakan sebagai bahan hiburan, dengan cara membingungkan penerima informasi tersebut dengan maksud bercanda. Namun seiring berjalannya waktu bercandaan dalam hoaks berubah menjadi sesuatu hal yang serius.
Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran. Hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta.
B. Sejarah Hoaks (Berita Bohong)
Terdapat 2 versi terkait dengan sejarah hoaks. Pertama yang dicatat pada 1661. Kasus tersebut adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson -seorang tuan tanah- yang dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya. Ia mendapat nasib tersebut setelah ia menuntut William Drury - seorang drummer band gipsy- dan berhasil memenangkan perkara.
Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam akibat kekalahannya di pengadilan. Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama. Ia kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakuinya berasal dari kisah nyata.
Kehebohan dan keseraman local horror story tersebut berhasil menaikkan penjualan buku Glancill. Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka.
Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya. Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.
Meski begitu, ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.
Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Kata tersebut dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. Kata-kata hocus sendiri merupakan penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan sulap saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.
Kedua, catatan historis "Great Moon Hoax” tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan. Contoh yang lebih baru adalah 2006 “Flemish Secession Hoax", di mana stasiun televisi publik Belgia melaporkan bahwa Parlemen Flemish telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Belgia, sebuah laporan bahwa yang membuat sejumlah besar penonton menjadi salah paham.
Hingga kini, eksistensi hoaks terus meningkat. Dari kabar palsu seperti entitas raksasa seperti Loch Ness, tembok China yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang bertebaran di pemilihan umum presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Semua hoaks tersebut punya tujuan masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting seperti politik praktis sebuah negara adidaya.
Kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.
Menteri Komunikasi dan Informatika pernah mengungkapkan bahwa hoaks dan media sosial seperti vicious circle, atau lingkaran setan. Dari situ langkah pencegahan mulai gencar dilakukan. Termasuk oleh Facebook dan Twitter sebagai pemilik platform yang membuat tim khusus untuk meminimalisasi keberadaannya. Ditambah lagi dengan kemunculan media abal-abal yang sama sekali tak menerapkan standar jurnalisme. Peran media profesional yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat semakin lama semakin tergerus.
C. Ciri Hoaks (Berita Bohong)
Untuk mengetahui suatu informasi benar atau hanya sekedar hoaks dapat diketahui melalui beberapa ciri hoaks pada umumnya di antaranya,
1. Hoaks umumnya menggunakan judul dan kata pengantar yang provokatif mengenai sesuatu yang dianggap penting oleh masyarakat.
2. Hoaks berisi informasi yang sumbernya tidak jelas, tidak terverifikasi, tidak kredibel, tidak berimbang, dan biasanya menyudutkan pihak-pihak tertentu.
3. Tidak ada rincian jelas mengenai penulis dan sumber informasi.
4. Biasanya hoaks bermuatan fanatisme atas nama ideologi.
5. Hoaks biasanya menimbulkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan di kalangan masyarakat umum.
6. Hoaks biasanya disertai permintaan untuk meneruskan pesan ke sebanyak mungkin orang dengan ancaman konsekuensi jika tidak menyebarkannya.
7. Pada banyak kasus, dari struktur isi pesannya kita dapat melihat bahwa informasi palsu tersebut telah disalin dan diteruskan berkali-kali.
Hoaks memang sangat mudah disebarkan, siapa pun bisa tertipu. Namun, mereka yang menggunakan logika tidak akan menyebarkan sebuah informasi secara membabi buta karena dapat menimbulkan kekhawatiran, kebencian, dan permusuhan.
D. Jenis Hoaks (Berita Bohong)
1. Satire atau Parodi. Satire atau parodi, dibuat dengan tidak berniat untuk merugikan, tetapi berpotensi untuk mengelabui. Satire tidak termasuk konten yang membahayakan. Akan tetapi, sebagian masyarakat masih banyak yang menanggapi informasi dalam konten tersebut sebagai sesuatu yang serius dan menganggapnya sebagai kebenaran.
2. Konten Menyesatkan. Konten yang menyesatkan atau misleading content, di dalamnya biasanya ada penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu. Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.
3. Konten Tiruan. Konten tiruan atau Imposter content adalah ketika sebuah sumber asli ditiru atau diubah untuk mengaburkan fakta sebenarnya. Konten palsu ini juga bisa berbentuk konten tiruan dengan cara mendompleng ketenaran suatu pihak atau lembaga.
4. Konten Palsu. Konten palsu berupa konten baru yang 100% salah dan secara sengaja dibuat, didesain untuk menipu serta merugikan.
5. Keterkaitan yang Salah. Keterkaitan yang Salah, atau False connection Ini adalah ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung konten atau tidak terikat antara satu dengan yang lainnya. Ciri paling gamblang dalam mengamati konten jenis ini adalah ditemukannya judul yang berbeda dengan isi berita. Konten jenis ini biasanya diunggah demi memperoleh keuntungan berupa profit atau publikasi berlebih dari konten sensasional.
6. Konten yang Salah. Konten yang Salah atau False context, ketika konten yang asli dipadankan atau dikait-kaitkan dengan konteks informasi yang salah.
7. Konten yang Dimanipulasi. Konten yang Dimanipulasi atau Manipulated content ketika informasi atau gambar yang asli sengaja dimanipulasi untuk menipu. Secara sederhana, konten jenis ini dibentuk dengan cara mengedit konten yang sudah ada dengan tujuan untuk mengecoh publik.
Adapun jenis-jenis konten yang menjadi sasaran hoaks (berita bohong) di antaranya,
1. Agama, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
2. Politik, konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara, pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan kekuasaan.
3. Etnis, konten yang berkaitan dengan segala hal mengenai kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, suku, bahasa, budaya dan sebagainya.
4. Kesehatan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan keadaan sehat jasmani maupun rohani.
5. Bisnis, konten yang memuat tentang segala usaha komersial.
6. Penipuan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan upaya mengecoh yang mengakibatkan kerugian di pihak yang dikecoh baik berupa uang atau data pribadi.
7. Bencana alam, konten yang memuat hal-hal yang terkait kejadian alam yang memakan korban
8. Kriminalitas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan
9. Lalu lintas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas, baik itu berupa kebijakan atau insiden.
10. Peristiwa ajaib, konten yang memuat kejadian yang tidak lazim dan mustahil.
11. Lain-lain, konten lain yang tidak termasuk dalam kesepuluh kategori tersebut.
E. Alat Hoaks (Berita Bohong)
Adapun alat yang digunakan penyebar hoaks di antaranya,
1. Narasi, biasanya digunakan untuk menggambarkan runtutan peristiwa seperti seolah-olah benar adanya. Narasi yang dibangun lebih kepada hal-hal yang bersifat membesar-besaran, membanding-bandingkan, melebih-lebihkan hingga memprovokasi.
2. Gambar atau foto, biasanya digunakan untuk menambah keyakinan pada pembaca akan berita bohong yang dibuat. Biasanya gambar atau foto yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi atau telah di edit sedemikian rupa.
3. Video, biasanya digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi secara lebih nyata. Biasanya video yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi hingga telah di edit sedemikian rupa.
4. Meme, biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya, tetapi bersifat humor, lucu.
5. Media massa, biasanya digunakan sebagai alat atau sarana untuk menyebarkan hoaks kepada khalayak secara serentak.
F. Contoh Hoaks (Berita Bohong)
Terdapat beberapa contoh kasus penyebaran hoaks yang sempat menghebohkan publik di antaranya,
1. Hoaks tentang Bendungan Bili-Bili di Kab. Gowa retak. Faktanya bendungan Bili-bili masih dalam keadaan aman dan terkendali setelah dilakukan pengecekan oleh pihak Polsek Mamuju Gowa.
2. Hoaks korban musibah. Faktanya foto yang digunakan tersebut adalah foto kejadian gempa tsunami aceh 26 Desember 2004 yang disebarluaskan kembali sebagai dokumentasi korban gempa tsunami Palu.
3. Hoaks Wali Kota Palu meninggal. Faktanya Wali kota Palu Hidayat tidak meninggal dan kini turut melakukan tanggap darurat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.
4. Hoaks gempa bumi susulan. Faktanya tidak ada satu pun negara di dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari Sutopo Purwo Nugroho (Kepala Humas BNPB)
5. Hoaks gerak cepat relawan FPI evakuasi korban gempa Palu 7.7. Faktanya dalam gambar ini adalah relawan FPI membantu korban longsor di desa Tegal Panjang, Sukabumi.
G. Cara Mengatasi Hoaks (Berita Bohong)
Menanamkan etika yang baik dalam berkomunikasi di media sosial sejak dini merupakan keharusan. Berikut ini beberapa cara untuk mengatasi hoaks di antaranya,
1. Waspadalah dengan judul berita yang provokatif karena biasanya hoaks dibuat dengan judul dan kata pengantar yang provokatif.
2. Periksa fakta mengenai sebuah informasi atau berita yang beredar di internet, dan pastikan berasal dari sumber yang kredibel.
3. Periksa keaslian sebuah foto dengan teliti karena rekayasa foto mudah dilakukan.
4. Perhatikan alamat website yang menyampaikan suatu informasi, pastikan membaca berita dari situs yang tercatat dan terverifikasi dalam dewan pers.
5. Bergabunglah dengan group diskusi anti-hoaks yang ada di media sosial. Biasanya semua anggota group dapat saling memberikan kontribusi dalam memeriksa sebuah berita yang beredar di media sosial.
6. Turut serta melaporkan temuan hoaks di internet dengan mengirim email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id atau website https://www.aduankonten.id/.
Dari berbagai sumber
Post a Comment