Pengertian Stigma, Stigma Sosial, Penyebab, Proses, Bentuk, Jenis, Dampak, dan Contohnya
Stigma Sosial |
A. Pengertian Stigma, Stigma Sosial
Stigma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya; tanda. Demikian, stigma adalah pikiran, pandangan dan kepercayaan negatif yang diperoleh seseorang dari masyarakat atau lingkungannya berupa labeling, stereotip, separation dan mengalami diskriminasi sehingga mempengaruhi diri individu secara keseluruhan.
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Stigma sosial dapat dikaitkan dengan karakteristik seperti jenis kelamin, seksualitas, ras, agama, dan budaya. Stigma muncul karena rasa takut dan kurangnya pemahaman.
Stigma diciptakan oleh suatu masyarakat ketika melihat sesuatu yang dianggap menyimpang atau aneh karena tidak seperti yang lainnya. Stigma diberikan pada sesuatu hal yang memalukan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, sehingga menyebabkan penurunan percaya diri, kehilangan motivasi, penarikan diri dari kehidupan sosial, menghindari pekerjaan, interaksi dalam kesehatan dan kehilangan perencanaan masa depan.
Stigma, Stigma Sosial Menurut Para Ahli
1. Scheid & Brown (2010), stigma adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika seseorang diberikan labeling, stereotip, separation, dan mengalami diskriminasi.
2. Mansyur (1997), stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
3. Goffman (1959), stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang, mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang.
B. Penyebab Stigma
Terdapat beberapa penyebab terjadinya stigma menurut Goffman (1959) di antaranya,
1. Takut. Ketakutan merupakan penyebab umum terjadinya stigma. Kemunculan takut adalah konsekuensi yang diperoleh jika tertular, bahkan penderita cenderung takut terhadap konsekuensi sosial dari pengungkapan kondisi sebenarnya.
2. Tidak menarik. Beberapa kondisi dapat menyebabkan orang dianggap tidak menarik, terutama dalam budaya di mana keindahan lahiriah sangat dihargai. Dalam hal ini gangguan pada anggota tubuh akan ditolak masyarakat karena terlihat berbeda.
3. Kegelisahan. Kecacatan membuat penderita tidak nyaman, mereka mungkin tidak tahu bagaimana berperilaku di hadapan orang dengan kondisi yang di alaminya sehingga cenderung menghindar.
4. Asosiasi. Stigma oleh asosiasi juga dikenal sebagai stigma simbolik, hal ini terjadi ketika kondisi kesehatan dikaitkan dengan kondisi yang tidak menyenangkan seperti pekerja seks komersial, pengguna narkoba, orientasi seksual tertentu, kemiskinan atau kehilangan pekerjaan. Nilai dan keyakinan dapat memainkan peran yang kuat dalam menciptakan atau mempertahankan stigma.
5. Kebijakan atau Undang-undang. Hal ini biasa terlihat ketika penderita dirawat di tempat yang terpisah dan waktu yang khusus dari Rumah Sakit, seperti: klinik sakit jiwa, klinik penyakit seksual menular atau klinik rehabilitasi ketergantungan obat.
6. Kurangnya kerahasiaan. Pengungkapan yang tidak diinginkan dari kondisi seseorang dapat disebabkan cara penanganan hasil tes yang sengaja dilakukan oleh tenaga kesehatan, ini mungkin benar-benar tidak diinginkan seperti pengiriman dari pengingat surat atau kunjungan pekerja kesehatan di kendaraan ditandai dengan pro logo gram.
C. Proses Stigma
Proses terjadinya stigma menurut Scheid & Brown (2010) di antaranya,
1. Individu membedakan dan memberikan label atas perbedaan yang dimiliki oleh individu tersebut.
2. Munculnya keyakinan dari budaya yang dimiliki individu terhadap karakteristik individu atau kelompok lain dan menimbulkan stereotip.
3. Menempatkan individu atau kelompok yang telah diberikan label pada individu atau kelompok dalam kategori yang berbeda sehingga terjadi separation.
4. Individu yang telah diberikan label mengalami diskriminasi.
Proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat terjadi melalui tiga tahap menurut Hermawati (2005) di antaranya,
1. Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat tidak semuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, tetapi hanya pelanggaran norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan perilaku yang dapat menimbulkan stigma.
2. Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang, setelah pada tahap pertama dilakukan di mana terjadinya interpretasi terhadap perilaku yang menyimpang, maka selanjutnya adalah proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh masyarakat.
3. Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan, maka masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan.
D. Bentuk Stigma
Terdapat beberapa bentuk stigma dalam masyarakat menurut Rahman (2013) di antaranya,
1. Labeling, adalah pembedaan dan memberikan label atau penamaan berdasarkan perbedaan-perbedaan yang dimiliki anggota masyarakat tersebut. Sebagian besar perbedaan individu tidak dianggap relevan secara sosial, namun beberapa perbedaan yang diberikan dapat menonjol secara sosial.
2. Stereotip, adalah kerangka berpikir atau aspek kognitif yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial dan traits tertentu. Stereotip merupakan keyakinan mengenai karakteristik yang merupakan keyakinan tentang atribut personal yang dimiliki oleh orang-orang dalam suatu kelompok atau kategori sosial tertentu.
3. Separation, adalah pemisahan "kita" (sebagai pihak yang tidak memiliki stigma atau pemberi stigma) dengan "mereka" (kelompok yang mendapatkan stigma). Hubungan label dengan atribut negatif akan menjadi suatu pembenaran ketika individu yang dilabel percaya bahwa dirinya memang berbeda sehingga hal tersebut dapat dikatakan bahwa proses pemberian stereotip berhasil.
4. Diskriminasi, adalah perilaku yang merendahkan orang lain karena keanggotaannya dalam suatu kelompok . Diskriminasi adalah komponen behavioral yang merupakan perilaku negatif terhadap individu karena individu tersebut adalah anggota dari kelompok tertentu.
Terdapat beberapa jenis stigma menurut Heatherton (2003) di antaranya,
1. Penyembunyian yang mencakup kelulasaan karakteristik stigmatisasi sedapat mungkin bisa dilihat (seperti cacat wajah vs homoseksualitas).
2. Rangkaian penandaan berhubungan dengan apakah tanda tersebut sangat mencolok mata atau makin melemah dari waktu ke waktu (seperti multiple sclerosis vs kebutaan).
3. Kekacauan yang mengacu pada tingkat stigmatisasi dalam mengganggu interaksi interpersonal (seperti gagap dalam berbicara).
4. Estetika yang berhubungan dengan reaksi subjektif yang dapat memunculkan stigma karena suatu hal yang kurang menarik.
5. Asal usul tanda stigmatisasi (seperti cacat bawaan, kecelakaan, atau kesengajaan).
6. Risiko yang mencakup perasaan berbahaya dari stigmatisasi dari orang lain (seperti memiliki penyakit yang mematikan atau membahayakan vs kelebihan berat badan).
E. Jenis Stigma
Stigma yang terkait dengan penyakit mental dapat dibagi menjadi dua di antaranya,
1. Stigma sosial, yang melibatkan sikap berprasangka buruk yang dimiliki orang lain seputar penyakit mental.
2. Stigma yang dipersepsikan sendiri, yang melibatkan stigma internal yang diderita oleh orang yang menderita penyakit mental.
Larson & Corrigan; Werner, Goldstein, & Heinik (2011) mengemukakan tiga jenis stigma di antaranya,
1. Stigma struktural, yaitu stigma yang mengacu pada ketidakseimbangan dan ketidakadilan apabila dilihat dari lembaga sosial. Misalnya, stigma yang merujuk pada rendahnya kualitas perawatan yang diberikan oleh profesional kesehatan menjadi stigma individu atau kelompok.
2. Stigma masyarakat, yaitu stigma yang menggambarkan reaksi atau penilaian negatif dari masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa.
3. Stigma oleh asosiasi, yaitu stigma yang berupa diskriminasi karena mempunyai hubungan dengan seorang individu yang terstigma.
Butt, et al (2010) mengemukakan tingkatan stigma yang bisa dibedakan menjadi empat di antaranya,
1. Diri, yaitu berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita sebut stigmatisasi diri.
2. Masyarakat, yaitu stigma yang berupa gosip, pelanggaran, dan pengasingan di tingkat budaya dan masyarakat.
3. Lembaga, yaitu stigma yang berupa perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembaga.
4. Struktur, yaitu stigma pada lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme, serta kolonialisme yang terus menerus mendiskriminasi suatu kelompok tertentu.
F. Dampak Stigma
Konsekuensi stigma bisa sangat serius dan menghancurkan. Stigma menyebabkan kurangnya pemahaman dari orang lain. Stigma juga membawa konsekuensi yang lebih serius termasuk memicu ketakutan, kemarahan, dan intoleransi yang ditujukan kepada orang lain. Orang yang mengalami stigma lebih mungkin mengalami beberapa hal di antaranya,
1. Keengganan untuk mencari pengobatan
2. Pengobatan tertunda, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
3. Penolakan sosial, penghindaran, dan isolasi
4. Kesejahteraan psikologis yang lebih buruk
5. Pemahaman yang buruk di antara teman dan keluarga
6. Pelecehan, kekerasan, atau penindasan
7. Kualitas hidup yang buruk, kecacatan, dan peningkatan beban sosial ekonomi
8. Meningkatnya perasaan malu dan keraguan diri
G. Contoh Stigma
Contoh bagaimana stigma berkembang meliputi di antaranya,
1. Penggambaran media di mana penjahat sering menjadi karakter dengan penyakit mental
2. Stereotip yang merugikan orang-orang dengan penyakit mental
3. Mengobati masalah kesehatan mental seolah-olah itu adalah sesuatu yang dapat diatasi orang jika mereka hanya “berusaha lebih keras” atau “keluar dari situ”
4. Menggunakan frasa seperti “dia gila” untuk menggambarkan orang lain atau perilaku mereka
5. Kostum Halloween yang menggambarkan orang dengan penyakit mental sebagai kekerasan dan berbahaya
Dari berbagai sumber
Post a Comment