Pengertian Majas dan Jenisnya

Table of Contents
Pengertian Majas dan Jenisnya
Majas

A. Pengertian Majas

Majas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain; kiasan. Pengertian Majas adalah gaya bahasa yang dipakai pada sebuah karya sastra yang bertujuan agar memberikan efek-efek khusus sehingga menjadikan karya sastra tersebut lebih hidup. Sifat majas secara umum adalah tidak ada makna sebenarnya, atau kiasan, atau bersifat konotasi.

Secara umum, majas terbagi ke dalam 4 jenis, yakni majas perbandingan, majas sindiran, majas pertentangan dan majas penegasan. Majas digunakan dalam penulisan karya sastra, termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Umumnya puisi dapat mempergunakan lebih banyak majas dibandingkan dengan prosa. Majas adalah bahasa kiasan yang dapat menghidupkan sebuah karya sastra dan menimbulkan konotasi tertentu. Penggunaan majas yang tepat akan membantu pembaca untuk memahami makna dalam sebuah karya sastra.

Pemakaian majas memiliki tujuan untuk menyampaikan sebuah pesan dengan imajinatif atau mempunyai makna kiasan. Sementara itu, fungsi majas ialah untuk menjadikan sebuah karya sastra lebih indah dalam segi diksinya. Menurut penjelasan Harimurti Kridalaksana, gaya bahasa (style) mempunyai tiga pengertian di antaranya,
1. Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;
2. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; dan
3. Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

Majas Menurut Para Ahli
1. Aina Prihantini, majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.
2. Prof. Dr. H. G. Tarigan, majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui gaya bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian seorang penulis.
3. Aminuddin, majas merupakan gaya bahasa yang dipakai seorang penulis saat menjabarkan idenya yang bersesuaian dengan tujuan dan efek khusus yang ingin dituju.
4. Goris Keraf, majas merupakan sebuah gaya bahasa dalam karya sastra yang disampaikan dengan jujur, menarik, dan sopan santun.
5. Luxemburg, majas merupakan sebuah gaya bahasa yang memberikan karakteristik pada sebuah teks, yang berarti pada waktu khusus sebuah teks bisa dimisalkan seperti individu yang tidak sama dengan individu lain.
6. Aminuddin, majas adalah sebuah gaya bahasa yang penulis gunakan dalam memaparkan gagasan atau pikirannya sesuai dengan efek dan tujuan tertentu yang ingin dicapainya.

B. Jenis Majas

1. Majas Perbandingan
a. Alegori: menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
b. Alusio: mengungkapkan suatu hal dengan kiasan yang memiliki kesamaan dengan yang telah terjadi sebelumnya. Contoh: Megawati berhasil menjadi Kartini modern karena menjadi presiden wanita pertama di Indonesia.
c. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dll. Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
d. Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri. Totok itu seperti ananta.
e. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
f. Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Contoh: Dengan telaten, Ibu mengendus setiap mangga dalam keranjang dan memilih yang berbau manis. (Bau: indera penciuman, Manis: indera pengecapan)
g. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
h. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
i. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek Djarum)
j. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib. Contoh: Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian terkesima.
k. Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
l. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit.
m. Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.
n. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan membuat manusia menjadi memiliki sifat-sifat sesuatu bukan manusia. Contoh: Hatinya telah membatu, padahal semua orang sudah berusaha menasihatinya.
o. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek. Contoh: Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
p. Totem pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. Contoh: Indonesia bertanding voli melawan Thailand.
q. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus. Contoh: Di mana saya bisa menemukan kamar kecilnya?
r. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya. Contoh: Apa kabar, Roni? (Padahal, ia sedang bicara kepada bapaknya sendiri)
s. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. Contoh: Kucing itu berpikir keras, bagaimana cara terbaik untuk menyantap tikus di depannya.
t. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
u. Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
v. Eponim: Menyebutkan nama seseorang yang memiliki hubungan dengan sifat tertentu yang ingin diungkapkan. Contoh: Kami berharap kau belajar yang giat agar menjadi Einstein.
w. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
x. Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.

2. Majas Sindiran
a. Ironi: sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut.
b. Sarkasme: sindiran langsung dan kasar. Contoh: Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang, isi kepalamu!
c. Sinisme: ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi). Contoh: Kamu kan sudah pintar? Mengapa harus bertanya kepadaku?
d. Satire: ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
e. Innuendo: sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

3. Majas Penegasan
a. Apofasis: penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
b. Pleonasme: menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh: Saya naik tangga ke atas.
c. Repetisi: perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Contoh: Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke sini.
d. Pararima: pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
e. Aliterasi: repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.Contoh: Dengar daku. Dadaku disapu.
f. Paralelisme: pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
g. Tautologi: pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
h. Sigmatisme: pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu. Contoh: Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)
i. Antanaklasis: menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
j. Klimaks: pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. Contoh: Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-bondong menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.
k. Antiklimaks: pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
l. Inversi: menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya. Contoh: Dikejar oleh Anna kupu-kupu itu dengan begitu gembira.
m. Retoris: ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
n. Elipsis: penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
o. Koreksio: ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
p. Polisindenton: pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
q. Asindeton: pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
r. Interupsi: ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
s. Eksklamasio: ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
t. Enumerasio: ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
u. Preterito: ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
v. Alonim: penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
w. Kolokasi: asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
x. Silepsis: penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
y. Zeugma: silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu. Contoh: Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.

4. Majas Pertentangan
a. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
b. Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa. Contoh: Hal yang tetap dalam dunia ini adalah perubahan.
c. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
d. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
e. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya
.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment