Pengertian Kognisi Sosial, Aspek, dan Proses Pembentukannya
Kognisi Sosial |
A. Pengertian Kognisi Sosial
Kognisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Sementara kognisi sosial dalam KBBI adalah proses, pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang. Istilah kognisi sendiri berasal dari bahasa Latin cognoscere yang artinya mengetahui.
Kognisi sosial berkaitan dengan bagaimana cara kita berpikir tentang dunia sosial, bagaimana cara kita mencoba untuk memahaminya dan bagaimana cara kita memahami diri kita dan tempat kita di dalam dunia itu. Kognisi sosial kita berfungsi secara “otomatis”: cepat, tanpa usaha dan tanpa penalaran yang cermat atau logis, karena telah ada skema yang membimbing kita.
Di dalam kognisi sosial ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan, yang mempengaruhi proses terjadinya kognisi yaitu pertama, konsep. Konsep merupakan kemampuan berpikir yang mengkategorikan sesuatu atau sebuah objek tertentu. Yang kedua adalah konsep dasar, konsep dasar adalah sebuah konsep yang memiliki klasifikasi pertengahan atau tidak lebih sedikit ataupun lebih banyak.
Yang ketiga adalah prototipe, yaitu sesuatu yang menganalisa dan membandingkan sesuatu apakah sesuatu itu layak untuk masuk kategori konsep tertentu atau tidak. Cara untuk mensortir dalam kategori konsep itu menggunakan prototipe. Sebuah konsep tidak akan bisa berdiri sendiri dan membentuk sesuatu yang mudah dipahami, karena konsep yang hanya disimpan pada mental tidak akan berguna.
Cara yang digunakan untuk menghubungkan beberapa konsep tersebut adalah menggunakan proposisi. Proposisi adalah sesuatu yang memiliki makna dan tercipta dari penggabungan konsep yang menggambarkan sebuah ide utuh. Kemudian proposisi-proposisi tersebut akan membentuk suatu jaringan yang mana berisi tentang kepercayaan, pengetahuan, atau hubungan-hubungan. Jaringan yang terbentuk merupakan skema kognitif.
Skema adalah struktur mental yang membantu seorang individu mengatur informasi sosial dan mengarahkan pemrosesannya. Skema terletak di dalam otak dan terwujud dalam bentuk scenario di dalam otak kita. skema ini berfungsi sebagai organizer kognitif, artinya memberi kemampuan dalam membuat persepsi tentang orang lain secara akurat dan membuat tafsiran atas perilaku mereka.
Konsep skema bertugas untuk membuat gambaran tentang bagaimana informasi sosial dipersepsikan dan diorganisasikan secara selektif di dalam memori manusia. Pada dasarnya, manusia akan lebih mudah dalam membuat kategori dan mengelompokkan informasi di sekitarnya, termasuk dalam mengenali orang lain. Pengelompokan ini bisa berdasarkan pada karakteristik dan sifat-sifat yang menonjol, seperti jenis kelamin, penampilan, ras, pekerjaan, dan lain sebagainya.
Kognisi Sosial Menurut Para Ahli
1. Baron and Byrne (2003), kognisi sosial adalah cara kita menginterpretasi, menganalisis, mengingat dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.
2. Taylor dkk (2009), kognisi sosial merupakan studi tentang bagaimana orang menarik kesimpulan dan memberi penilaian dari informasi sosial.
3. Barn dan Byne, kognisi sosial merupakan cara individu untuk mengingat, menganalisa dan menggunakan informasi yang diterima dari peristiwa-peristiwa sosial. Bagaimana cara individu memahami, mengetahui, dan menganalisis lingkungan dan peristiwa yang terjadi menggunakan kemampuan berpikir atau intelegensinya.
B. Aspek Kognisi Sosial
Dalam melakukan analisa dan membuat kesimpulan, kadang-kadang individu tidak melakukan dengan cara memasukkan semua informasi yang ditangkap, hanya informasi-informasi tertentu yang ditangkap oleh individu di antaranya,
1. Memperhatikan yang Inkonsisten. Individu lebih cenderung memperhatikan yang inkonsisten untuk membuat suatu kesimpulan mengenai suatu gejala sosial
a. Memperhatikan yang Negatif. Individu cenderung memperhatikan hal-hal yang negatif saja dari seseorang dan tidak menghiraukan sisi baik orang lain
b. Keraguan Karena Motivasi
2. Berpikir Kontrafaktual. Individu mengabaikan informasi terbaru yang ia terima dan menyimpulkan sesuatu berdasarkan informasi yang sudah lebih dahulu ada
3. Pribadi dan Benda Milik. Individu sering kali juga memberikan atribusi tertentu kepada orang lain berdasarkan benda-benda yang ia miliki. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa kepribadian seseorang tercermin dari benda-benda yang dimiliki.
C. Proses Pembentukan Kognisi Sosial
Terdapat empat skema dalam proses pembentukan kognisi sosial di antaranya,
1. Self schema, yaitu skema yang berisi karakteristik diri sendiri. Menurut Nasby (1989), self skema memiliki fungsi untuk mengorganisasikan ingatan abstrak dan konkret tentang dirinya sendiri serta mengendalikan pemrosesan informasi yang relevan dengan dirinya sendiri.
2. Person schema, skema ini memuat informasi mengenai tipikal orang dan lebih berfungsi untuk mengkategorikan orang lain, termasuk prototype yang berkaitan dengan kelompok orang tertentu. Jenis skema ini sering disebut dengan teori kepribadian implisit karena pandangannya yang lebih membahas mengenai ciri-ciri kepribadian seseorang dan semacamnya.
3. Skema peran, yaitu skema yang memuat konsep-konsep tentang norma dan perilaku yang sesuai bagi kelompok orang dari berbagai kategori sosial atau status tertentu. Skema peran ini menunjukkan cara kita yang mengharapkan perlakuan tertentu saat memerankan peranan tertentu.
4. Skema kejadian, berisi pengetahuan tentang urutan kejadian sosial. Melalui skema ini kita akan lebih memahami dan mengingat kejadian untuk mengkaitkannya dengan kejadian yang sedang dialami.
Dalam pembentukan kognisi sosial akan terjadi sebuah proses yang berlangsung berurutan. Dari proses inilah akan terbentuk kognisi sosial di mana seorang individu akan menganalisa hingga memahami hal-hal di sekelilingnya. Proses yang terjadi di antaranya,
1. Attention atau perhatian
Dalam proses yang pertama ini seorang individu akan mulai melihat kejadian-kejadian atau gejala-gejala sosial di sekitarnya. Dalam hal ini skema berperan sebagai penyaring informasi, di mana individu memilih informasi mana yang baginya penting untuk masuk ke kesadarannya dan disimpan di dalam otak.
Maka, dalam proses perhatian ini, individu tidak sekedar melihat kejadian tersebut sambil lalu, melainkan dia mencurahkan perhatiannya terhadap kejadian tersebut. Pemberian perhatian ini penting karena akan membuat individu tersebut melanjutkan proses kognisi sosial ke tahapan selanjutnya.
Hal ini tentu berbeda dengan seorang individu yang hanya melihat sekilas sebuah kejadian tanpa memperhatikannya, di mana jika ini yang terjadi maka proses kognisi sosial tidak akan terjadi.
2. Encoding atau pengkodean
Pengkodean adalah proses penyimpanan informasi ke dalam otak. Informasi yang tersimpan ini merupakan fokus dari perhatian di proses sebelumnya dan memungkinkan untuk tersimpan di dalam otak dalam jangka panjang. Setelah seseorang tersebut memperhatikan sebuah kejadian, dia akan menyimpan kejadian tersebut ke dalam memorinya.
Dengan proses inilah kejadian sosial yang terjadi di sekitar individu tersebut akan tersimpan dan membuat ingatan khusus pada individu tersebut. Tidak hanya itu, ingatan akan kejadian tersebut bisa menimbulkan kesan khusus dan memiliki arti.
3. Retrieval atau mengingat kembali
Selanjutnya, proses pembentukan kognisi sosial juga akan melibatkan tahapan retrieval yaitu mengingat kembali ingatan yang pernah disimpan. Di dalam proses ini terjadi pemilihan informasi tentang apa yang paling siap untuk diingat dan memanggil informasi tersebut untuk disesuaikan dengan hal-hal lain yang mereka alami. Ketika seorang individu mengalami sebuah kejadian, dia akan cenderung mengumpulkan informasi untuk melihat kesamaan-kesamaan gejala dari kejadian serupa yang pernah dialaminya.
Dalam hal ini, dia akan mengeluarkan ingatannya kembali dan membandingkannya dengan kejadian yang baru dialaminya. Proses ini nantinya akan membuat orang tersebut mengetahui mengungkapkan sesuatu tentang peristiwa yang dialami atau mencoba menceritakannya kepada orang lain.
Proses pembentukan kognisi sosial di atas bukannya bebas dari gangguan. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan kesalahan dalam kognisi sosial. Beberapa faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Bias negativitas
Bias negativitas adalah sebuah kecenderungan untuk seseorang lebih memperhatikan hal-hal atau informasi yang sifatnya negatif. Maka, dalam hal ini informasi negatif memiliki pengaruh yang lebih kuat dibandingkan informasi yang sifatnya positif. Contohnya, ketika kita diberi informasi bahwa kita akan bertemu klien yang pintar, profesional namun pernah berurusan dengan polisi terkait tindak penipuan, maka kita akan lebih fokus dengan informasi keterkaitan orang tersebut dengan kepolisian.
2. Bias optimistik
Bias optimistik merupakan suatu perdisposisi yang membuat seorang individu selalu berharap apa pun yang terjadi akan berakhir baik-baik saja sesuai harapannya. Dalam hal ini seseorang berpikir bahwa dirinya akan lebih berpeluang mendapatkan keuntungan dan keberhasilan dibandingkan dengan kegagalan seperti orang lain.
Sebagai contohnya adalah pemerintah yang sering membuat program dengan target yang sangat tinggi dan yakin akan penyelesaian proyeknya, namun target tersebut tidak diimbangi dengan perencanaan yang matang. Ketika orang-orang ini mulai melihat bahwa hal-hal tidak berakhir sesuai harapan, mereka akan justru bersiap menghadapi hal yang buruk dan menunjukkan pola pesimistik.
3. Terlalu banyak berpikir
Banyak di antara kita yang terlalu banyak berpikir sehingga bisa mempersulit diri sendiri dalam berpikir kognitif. Berpikir secara rasional dan sistematis akan lebih baik dan membantu menjaga fungsi kognisi sosial.
4. Pemikiran konterfaktual
Merupakan pemikiran yang berlawanan dengan keadaan yang sedang dialami, misalnya pemikiran berandai-andai jika begini atau jika tidak begitu. Pemikiran seperti ini akan memberi pengaruh yang kuat terhadap afeksi seorang individu.
5. Hallo Effect
Hallo effect ini biasanya terjadi pada pertemuan pertama seseorang dengan orang lain. Misalnya, ketika seorang individu ‘tertipu’ dengan penampilan orang lain sehingga menciptakan kesan yang salah tentang orang lain tersebut. Hallo effect ini bisa terjadi akibat cara berpikir seorang individu yang cenderung mengelompokkan atau mengkategorisasi sifat-sifat manusia.
Dari berbagai sumber
Post a Comment