Pengertian Epistemologi, Sejarah, Sumber, dan Bidang Kajiannya

Table of Contents
Pengertian Epistemologi
Epistemologi

A. Pengertian Epistemologi

Epistemologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan. Epistemologi dari bahasa Yunani, epistēmē, artinya "pengetahuan", dan, logos, artinya "diskursus") adalah cabang dari filsafat yang berkaitan dengan teori pengetahuan. Demikian secara etimologis epistemologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge.
 
Epistemologi mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Banyak perdebatan dalam epistemologi berpusat pada empat bidang: (1) analisis filsafat terkait hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal ini berkaitan dengan konsep-konsep seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi, (2) berbagai masalah skeptisisme, (3) sumber-sumber dan ruang lingkup pengetahuan dan justifikasi atas keyakinan, dan (4) kriteria bagi pengetahuan dan justifikasi.

Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti "Apa yang membuat kebenaran yang terjustifikasi dapat dijustifikasi?", Apa artinya apabila mengatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu? dan pertanyaan yang mendasar, Bagaimana kita tahu bahwa kita tahu?. Istilah 'Epistemologi' pertama kali digunakan oleh filsuf Skotlandia James Frederick Ferrier pada tahun 1854. Namun, menurut Brett Warren, Raja James VI dari Skotlandia sebelumnya telah mempergunakan konsep filosofis ini dan menggunakannya sebagai personifikasi, dengan istilah Epistemon, pada tahun 1591.
 
Epistemologi Menurut Para Ahli
1. Dagobert D. Runes, epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang mengkaji tentang sumber pengetahuan. Struktur sosial pengetahuan, dan metode-metode, serta validasi pengetahuan.
2. Jujun S. Sumantri, epistemologi adalah cara berpikir manusia dalam menentukan dan mendapatkan ilmu dengan menggunakan berbagai kemampuan yang tertanam dalam diri seorang seperti kemampuan rasio, indera, dan intuisi.
3. Mujamil Qomar, epistemologi adalah sebagai salah satu bagian filsafat yang mempelajari secara mendalam tentang pengetahuan manusia.

B. Sejarah Epistemologi

Adapun untuk sejarah epistemologi dianggap bagian daripada konsep penting dari filsafat dimulai dari Aristoteles (384 hingga 322 SM) yang memberikan jawaban ketika dia mengatakan bahwa filsafat dimulai dengan semacam keajaiban atau kebingungan. Hampir semua manusia ingin memahami dunia tempat mereka tinggal, dan banyak dari mereka membangun teori dari berbagai jenis untuk membantu mereka memahaminya. Namun, karena banyak aspek dunia tidak dapat dijelaskan dengan mudah, kebanyakan orang cenderung menghentikan upaya mereka pada suatu saat dan puas dengan tingkat pemahaman apa pun yang telah berhasil mereka capai.

Tidak seperti kebanyakan orang, filsuf terpikat (beberapa orang akan mengatakan terobsesi) oleh gagasan memahami dunia dalam istilah yang paling umum. Dengan demikian, mereka berusaha untuk membangun teori yang sinoptik, akurat secara deskriptif, penjelasan yang kuat, dan dalam semua hal lain dapat dipertahankan secara rasional. Mereka membawa proses penyelidikan lebih jauh daripada yang cenderung dilakukan orang lain, dan inilah yang dimaksud dengan mengatakan bahwa mereka mengembangkan filosofi tentang hal-hal tersebut.

Oleh karena itulah seperti kebanyakan orang, ahli epistemologi sering memulai spekulasi mereka dengan asumsi bahwa mereka memiliki banyak pengetahuan. Namun, ketika mereka merenungkan apa yang mungkin mereka ketahui, mereka menemukan bahwa itu jauh lebih tidak aman daripada yang mereka sadari, dan memang mereka mulai berpikir bahwa banyak dari apa yang selama ini menjadi keyakinan mereka yang paling kuat yang meragukan atau bahkan salah. Keraguan semacam itu muncul dari anomali tertentu dalam pengalaman orang tentang dunia. Dua dari anomali tersebut akan dijelaskan secara rinci di sini untuk mengilustrasikan bagaimana mereka mempertanyakan klaim umum atas pengetahuan tentang dunia.

C. Sumber Epistemologi

Teori pengetahuan tidak dapat menghindarkan pembahasan tentang sumber-sumber pengetahuan tempat bahan-bahannya diperoleh. Sumber-sumber itu menurut filosof, tidak lain adalah indra, akal dan hati. Ada juga yang berpendapat bahwa sumber-sumber epistemologi itu  di antaranya,
1. Alam
Salah satu sumber epistemologi adalah alam semesta ini. Yang dimaksud dengan alam adalah alam materi, alam ruang dan waktu, alam gerakan, alam yang sekarang kita tengah hidup di dalamnya, dan kita memiliki hubungan dengan alam ini dengan menggunakan berbagai alat indera kita. Sedikit sekali fakultas yang menolak alam sebagai sumber epistemologi, tetapi baik pada masa dahulu dan juga pada masa sekarang ini ada beberapa ilmuan yang tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi.

Plato tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi, karena hubungan manusia dengan alam adalah dengan perantaraan alat indera, dan sifatnya partikular (juz’i), karena ia meyakini bahwa partikular bukanlah suatu hakikat. Pada dasarnya ia hanya meyakini rasio sebagai sumber epistemologi, dan dengan menggunakan suatu metode argumentasi, di mana Plato menamakan metode dan cara tersebut dengan “dialektika”.

2. Rasio Dan Hati
Rasio dana hati adalah dua sumber lain epistemologi. Sumber yang lain yang masih perlu dibahas adalah masalah kekuatan rasio dan pikiran manusia. Setelah kita mengetahui bahwa alam ini merupakan “sumber luar” bagi epistemologi, lalu apakah manusia juga memiliki “sumber dalam” bagi epistemologi ataukah tidak memiliki? Hal ini tentunya berkaitan erat dengan masalah rasio, berbagai perkara yang rasional, berbagai perkara yang sifatnya fitrah. Ada beberapa fakultas yang menyatakan bahwa kita memiliki (“sumber dalam” itu), sementara sebagian yang lain menafikan keberadaannya. Ada sebagian fakultas yang meyakini keterlepasan rasio dari indera, dan sebagian lain tidak meyakini keterlepasan rasio dari indera.

3. Sejarah
Sejarah adalah sumber lain epistemologi yang sekarang ini dianggap sebagai suatu sumber yang sangat penting. Al-Qur’an juga sangat mementingkan sumber ini. Karena menurut Al-Qur’an, selain alam, rasio dan hati, masih ada satu sumber lain yaitu, sejarah. Jika kita mengatakan bahwa alam adalah sumber epistemologi, maka di dalamnya juga berisi sejarah. Al-Qur’an secara jelas dan tegas menyatakan bahwa sejarah merupakan bahan kajian.

Dengan demikian, maka sejarah itu merupakan salah satu sumber epistemologi. Seperti disebutkan dalam suatu ayat. Dalam salah satu ayat tersebut timbul pertanyaan, kenapa mereka tidak mengelilingi bumi? Yakni pergi dan perhatikanlah berbagai peninggalan sejarah, kemudian perhatikanlah perubahan sejarah yang terdapat dalam kehidupan dan sosial manusia. Inilah yang menurut pandangan Al-Qur’an dan berbagai riwayat bahwa sejarah itu sendiri merupakan sumber epistemologi.

4. Pengalaman Indra (Sense Experience)
Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk mencerap segala objek yang ada di luar diri manusia. Karena terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebut realisme. Realisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal dari kenyataan yang dapat diindrai.

Tokoh pemula dari pandangan ini adalah Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula oleh Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke dalam akal yang ditangkap oleh indra.

5. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran di antaranya,
a. Principium Identitas yaitu sesuatu itu sama dengan dirinya sendiri (A=A). Asas ini biasa disebut asas kesamaan.
b. Principium contradictioad yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas pertentangan.
c. Principium tertii exclusi yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu di antara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.

6. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan karena adanya otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.

7. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran intuisi sebagai sumber pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan.

8. Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

9. Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikutinya adalah peraturan yang berupa agama.

Adapun keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.

D. Bidang Kajian Epistemologi

Perdebatan dalam epistemologi umumnya terkumpul di sekitar empat bidang kajian di antaranya,
1. Analisis filosofis tentang hakikat pengetahuan dan kondisi yang diperlukan untuk suatu keyakinan merupakan pengetahuan, seperti kebenaran dan pembenaran
2. Sumber pengetahuan potensial dan keyakinan yang dibenarkan, seperti persepsi, alasan, ingatan, dan kesaksian
3. Struktur tubuh pengetahuan atau keyakinan yang dibenarkan, termasuk apakah semua keyakinan yang dibenarkan harus diturunkan dari keyakinan dasar yang dibenarkan atau apakah pembenaran hanya memerlukan seperangkat keyakinan yang koheren
4. Skeptisisme filosofis, yang mempertanyakan kemungkinan pengetahuan, dan masalah terkait, seperti apakah skeptisisme merupakan ancaman bagi klaim pengetahuan biasa kita dan apakah mungkin untuk membantah argumen skeptis

Baca Juga:

1. Pengertian Aksiologi, Aspek, Bagian, dan Fungsinya

2. Pengertian Ontologi, Sejarah, Aliran, Istilah Penting, dan Jenis Kajiannya

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment