Pengertian Defence Mechanism (Mekanisme Pertahanan Diri), Fungsi, dan Jenisnya
Defence Mechanism (Mekanisme Pertahanan Diri) |
A. Pengertian Defence Mechanism (Mekanisme Pertahanan Diri)
Manusia memiliki mekanisme pertahanan saat menghadapi situasi yang tidak mengenakan. Ketika menghadapi situasi, pikiran, atau orang yang membuat diri merasa tak nyaman, secara alami seseorang akan mengeluarkan mekanisme pertahanan atau defense mechanism. Strategi psikologis ini dapat membantu seseorang dari perasaan yang tidak diinginkan seperti merasa bersalah hingga malu.
Defence mechanism (mekanisme pertahanan diri) adalah suatu proses di mana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Defence mechanism merupakan sebagian cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stres atau pun konflik melalui mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak.
Menurut teori psikoanalisis, ide tentang defense mechanism berangkat dari interaksi 3 komponen yaitu id, ego, dan super ego. Artinya, mekanisme pertahanan bisa terjadi di luar kendali dan kesadaran sepenuhnya dari individu yang bersangkutan. Bahkan, orang bisa menerapkan defense mechanism tanpa sadar strategi yang digunakannya. Freud yang merupakan seorang Austria pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi ini menggunakan istilah Mekanisme Pertahanan Diri (Defence Mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan.
Defence Mechanism (Mekanisme Pertahanan Diri) Menurut Para Ahli
1. Freud (1992) dalam Herdina (2009), mekanisme pertahanan diri sebagai proses psikologis yang tidak disadari saat ada perasaan untuk membohongi diri sendiri tentang kemungkinan adanya bahaya.
2. Haber & Runyon (1984), defence mechanism adalah cara yang digunakan seseorang agar dapat beradaptasi untuk menghilangkan stres dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dalamnya kemampuan manusia dalam perubahan pertukaran sikap, pikiran, proses memperoleh informasi, pengetahuan dan ingatan.
3. Stuart dan Sundeen (1999), mekanisme pertahanan diri adalah setiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
4. Keliat (1999), defence mechanism adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respons terhadap situasi yang mengancam.
5. Lazarus (1984), defence mechanism adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
B. Fungsi Defence Mechanism
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakkan sumber defence di lingkungan. Sumber defence tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya. Jadi fungsi mekanisme defence adalah untuk mengatasi atau melindungi diri dari serangan atau hal-hal yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Selain itu mekanisme defence juga bermanfaat untuk menambah rasa memiliki kontrol terhadap situasi-situasi yang mencemaskan dan berupaya mengurangi perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal (Friedman, 1998).
C. Jenis Defence Mechanism
1. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
2. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
3. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindari diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
4. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja di mana terjadi perubahan yang drastis sering kali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
5. Regresi
Regresi merupakan respons yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidaknya-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil).
Contohnya anak yang baru memperoleh adik, akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknya dianggap sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian.
6. Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respons yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apa pun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
7. Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bila saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
8. Denial (menyangkal kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang sering kali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa reaksi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaran yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.
11. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalahan secara obyektif.
12. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu yang lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.
Dari berbagai sumber
Post a Comment