Pengertian Burnout (Kejenuhan), Dimensi, Faktor, Ciri, Dampak, dan Cara Mencegahnya
Burnout (Kejenuhan) |
A. Pengertian Burnout (Kejenuhan)
Burnout dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah,
1. kelelahan fisik, emosional, dan mental
2. stres dan kelelahan emosional, frustrasi, dan keletihan yang terjadi jika rangkaian peristiwa dalam suatu hubungan, misi, cara hidup, pekerjaan, atau bisnis tidak menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan harapan
Burnout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi stres berat yang dipicu oleh pekerjaan. Burnout ditandai dengan kelelahan fisik, mental, dan emosional. Burnout membuat penderitanya kehilangan semangat bekerja, bahkan kehilangan minat untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Jika kondisi ini terus dibiarkan, kehidupan pribadi juga bisa terganggu. Terlebih lagi, stres yang berlarut-larut juga bisa membuat rentan terkena penyakit fisik, seperti demam dan flu.
Siapa saja bisa mengalami burnout. Namun, kondisi ini lebih banyak terjadi pada orang yang sering memaksa diri untuk terus bekerja, kurang mendapatkan apresiasi pekerjaan dari atasan, memiliki beban kerja yang berat, atau memiliki pekerjaan yang monoton.
Burnout biasanya merupakan respons terhadap stres yang berkelanjutan ketimbang krisis yang bersifat kilat. Simtomnya dapat berupa kelelahan, insomnia, sakit kepala, pilek yang terus-menerus, gangguan perut, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, dan kesulitan berbaur dengan orang. Pekerja yang burnout bisa jadi berhenti tiba-tiba, menjauhkan diri dari keluarga dan teman, dan tenggelam dalam depresi.
Burnout (Kejenuhan) Menurut Para Ahli
1. Maslach dan Leiter (dalam Swastidkk, 2017), burnout adalah respons paparan stres kerja yang berkepanjangan yang memberikan efek negatif pada individu, organisasi, maupun pengguna pelayanan.
2. Etzion (dalam Schaufeli dkk, 2017), burnout adalah proses laten dari erosi psikologis yang diakibatkan oleh stres kerja yang berkepanjangan.
3. Maslach dan Leiter (1997), burnout bukanlah masalah individu itu sendiri, tetapi juga merupakan masalah dari lingkungan sosial di mana individu tersebut bekerja. Bentuk struktur dan fungsi tempat kerja, bagaimana orang berinteraksi satu sama lain dan bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Ketika tempat kerja tidak mengenali keselamatan kerja, maka risiko burnout akan tumbuh.
4. Brill (dalam Schaufeli dkk, 2017), burnout adalah stres kerja yang berkepanjangan. Menurut Brill, stres mengacu kepada proses adaptasi yang bersifat sementara dan disertai dengan gejala mental dan fisik.
5. Maslach & Johnson (dalam Papalia dkk, 2011), burnout mengandung kelelahan emosional, perasaan tidak mampu menyelesaikan apa pun dalam pekerjaan yang diberikan, dan perasaan tidak berdaya serta lepas kontrol. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang dalam profesi memberikan bantuan (seperti guru, pengobatan, terapi, kerja sosial, dan polisi) yang merasa frustrasi dengan ketidakmampuan mereka menolong orang sebanyak yang ingin mereka lakukan.
6. Pinus dan Aronson (dalam Schaufeli dkk, 2017), burnout sebagai suatu keadaan kelelahan fisik, emosional dan mental yang disebabkan oleh keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang secara emosional menuntut, keadaan tersebut digambarkan sebagai berikut di antaranya,
a. Kelelahan psikis ditandai oleh energi yang rendah, kelelahan yang kronis dan kelemahan,
b. Kelelahan emosional, komponen kedua dari burnout, terutama melibatkan perasaan yang tidak berdaya dan putus asa,
c. Kelelahan mental, hal ini ditandai dengan adanya muncul sikap negatif terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan kehidupan.
B. Dimensi Burnout (Kejenuhan)
Terdapat tiga dimensi dari burnout menurut Maslach & Leiter (1997) di antaranya,
1. Exhaustion. Ketika pekerja merasakan kelelahan (Exhaustion), mereka cenderung berperilaku overextended baik secara emosional maupun fisikal. Mereka tidak mampu menyelesaikan masalah mereka. Tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang cukup, kurang energi dalam melakukan aktivitas.
2. Cynicism. Ketika pekerja merasakan cynicism (sinis), mereka cenderung dingin, menjaga jarak, cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan kerjanya. Cynicism juga merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa. Perilaku negatif seperti ini dapat memberikan dampak yang serius pada efektivitas kerja.
3. Ineffectiveness. Ketika pekerja merasa tidak efektif, mereka cenderung mengembangkan rasa tidak mampu. Setiap pekerjaan terasa sulit dan tidak bisa dikerjakan, rasa percaya diri berkurang. Pekerja menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri dan orang lain tidak percaya dengannya.
C. Faktor Burnout (Kejenuhan)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya burnout menurut Maslach & Leiter (1997) di antaranya,
1. Work overloaded. Work overloaded kemungkinan terjadi akibat ketidaksesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Pekerja terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu yang sedikit. Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjakan melebihi kapasitas kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan.
2. Look of work control. Semua orang memiliki keinginan untuk memiliki kesempatan dalam membuat pilihan, keputusan, menggunakan kemampuannya untuk berpikir dan menyelesaikan masalah, dan meraih prestasi, adanya aturan terkadang membuat pekerja memiliki batasan berinovasi, merasa kurang memiliki tanggung jawab dengan hasil yang mereka dapat karena adanya kontrol yang terlalu ketat dari atasan.
3. Rewarded for work. Kurang apresiasi dari lingkungan kerja membuat pekerja merasa tidak bernilai. Apresiasi bukan hanya dilihat dari pemberian bonus (uang), tetapi hubungan yang terjalin baik antara pekerja, pekerja dengan atasan turut memberikan dampak pada pekerja.
4. Breakdown in community. Pekerjaan yang kurang memiliki rasa belongingnes terhadap lingkungan kerjanya (komunitas) akan menyebabkan kurangnya rasa ketertarikan positif di tempat kerja. Seseorang akan bekerja dengan maksimal ketika memiliki kenyamanan, kebahagiaan yang terjalin dengan rasa saling menghargai tetapi terkadang lingkungan kerja melakukan sebaliknya. Ada kesenjangan baik antara pekerja maupun dengan atasan, sibuk dengan dari sendiri tidak, memiliki qualty time dengan rekan kerja.
5. Treated fairly. Perasaan diperlakukan tidak adil juga merupakan faktor terjadinya burnout. Adil berarti saling menghargai dan menerima perbedaan. Adanya rasa saling menghargai akan menimbulkan rasa keterikatan dengan komunitas (lingkungan kerja). Pekerja merasa tidak percaya dengan lingkungan kerjanya ketika tidak ada keadilan.
6. Dealing with conflict values. Pekerjaan dapat membuat pekerja melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai mereka.
D. Ciri Burnout (Kejenuhan)
Setiap orang tentu pernah merasa kelelahan dalam bekerja. Akan tetapi, seorang yang mengalami burnout cenderung akan merasakan atau menampakkan ciri-ciri di antaranya,
1. Hilangnya semangat bekerja dan kelelahan. Salah satu ciri burnout adalah hilangnya semangat bekerja dan minat terhadap pekerjaan yang sedang dikerjakan. Tetap bekerja tanpa adanya semangat dapat menguras banyak energi sehingga memicu kelelahan.
2. Benci dengan pekerjaan yang digeluti. Burnout bisa menyebabkan stres dan frustrasi saat bekerja. Ini membuat seseorang menjadi sulit berkonsentrasi, merasa tidak kompeten terbebani, dan akhirnya membenci pekerjaan yang sedang ia geluti.
3. Performa kerja menurun. Burnout juga bisa menyebabkan performa kerja menurun. Hal ini dipicu oleh hilangnya minat terhadap pekerjaan yang sedang digeluti, sehingga hasil yang didapat menjadi kurang memuaskan.
4. Mudah marah. Orang yang sedang merasakan burnout cenderung akan mudah untuk marah, apalagi jika semuanya tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi. Ditambah lagi, performa kerja yang menurun dapat menyebabkan pekerjaan terus menumpuk. Hal ini dapat memicu stres dan emosi yang membuat penderita burnout jadi lebih sensitif.
5. Menarik diri dari lingkungan sosial. Stres dan frustrasi akan pekerjaan membuat penderita burnout bersikap sinis terhadap orang-orang yang bekerja dengan mereka. Pekerjaan yang digelutinya dianggap sebagai beban hidup sehingga membuat mereka enggan atau berhenti bersosialisasi dengan rekan kerja, teman, maupun anggota keluarga yang terlibat dalam pekerjaan tersebut.
6. Mudah sakit. Burnout yang terjadi secara berkepanjangan atau tidak diatasi dengan baik dapat membuat imunitas tubuh menurun. Kondisi ini dapat membuat seseorang rentan terkena flu, pilek, sakit kepala, dan sakit perut. Selain itu, risiko untuk alami gangguan tidur, gangguan kecemasan, dan depresi dapat meningkat.
E. Dampak Burnout (Kejenuhan)
Adapun dampak dari burnout menurut Leiter & Maslach (2005) di antaranya,
1. Burnout is Lost Energi. Pekerja yang mengalami burnout akan merasa stress, over whelmed, dan exhausted. Pekerja juga akan sulit untuk tidur, menjaga jarak dengan lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi keinerja performa dari pekerja. Produktivitas dalam bekerja juga semakin menurun.
2. Burnout is Lost Enthusiasm. Keinginan dalam bekerja semakin menurun, semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan. Kreativitas, ketertarikan terhadap pekerjaan semakin berkurang sehingga hasil yang diberikan sangat minim.
3. Burnout is Lost Confidence. Tanpa adanya energi dan keterlibatan aktif pada pekerjaan akan membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Pekerja semakin tidak efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat pekerja itu sendiri merasa ragu dengan kemampuannya. Hal ini akan memberikan dampak bagi pekerjaan itu sendiri.
F. Cara Mencegah Burnout (Kejenuhan)
Resign atau berhenti dari pekerjaan yang tidak Anda sukai dan mencari pekerjaan baru yang lebih menyenangkan, memang merupakan pilihan yang sangat menggiurkan, demi tak terus-menerus menderita job burnout. Namun, kenyataannya, mencari pekerjaan impian tidaklah semudah itu. Jika itu yang terjadi, mengubah pola pikir dan sudut pandang menjadi cara yang paling mungkin untuk mencegah terjadinya burnout syndrome akibat pekerjaan.
Beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mencegah stres kerja di antaranya,
1. Cari sisi positif dalam pekerjaan. Semenyebalkan apapun pekerjaan Anda, fokuslah pada hal yang Anda sukai. Sebagai contoh, pekerjaan ini menyulitkan, tetapi Anda bahagia melihat orang dari departemen lain terbantu karena apa yang Anda kerjakan. Bahkan, hal sederhana seperti teman-teman kerja yang menyenangkan di tengah buruknya lingkungan kerja dan pekerjaan bisa menjadi hal yang positif.
2. Berteman dengan rekan kerja. Terkadang, teman-teman di lingkungan kerja bisa membuat stres karena pekerjaan sehari-hari berkurang. Itu sebabnya, penting juga untuk membangun hubungan yang erat dengan sesama rekan kerja. Berteman dengan rekan kerja akan memudahkan Anda membangun obrolan dan bercanda satu sama lain. Hal itu juga dapat membantu Anda mengurangi stres agar tak telanjur terjebak pada burnout syndrome.
3. Jaga keseimbangan hidup. Cobalah menemukan kembali diri Anda dari lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman-teman. Orang terdekat Anda pasti masih sangat menghargai keberadaan Anda di tengah-tengah mereka. Anda juga bisa menemukan hobi atau mencari kegiatan lain yang membuat Anda bahagia.
4. Manfaatkan cuti. Jika memang burnout tak terhindarkan lagi, cobalah istirahat sejenak dari rutinitas pekerjaan Anda. Cobalah mengambil cuti untuk berlibur demi mengalihkan perhatian Anda sejenak dari kesibukan yang memenjarakan Anda. Gunakan waktu cuti Anda untuk “mengisi ulang” tenaga serta menyegarkan pikiran Anda.
Dari berbagai sumber
Post a Comment