Pengertian Altruisme, Aspek, Ciri, Faktor, Dampak, dan Contohnya

Table of Contents
Pengertian Altruisme
Altruisme

A. Pengertian Altruisme

Altruisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah,
1. paham (sifat) lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain (kebalikan dari egoisme);
2. (Antropologi) sikap yang ada pada manusia, yang mungkin bersifat naluri berupa dorongan untuk berbuat jasa kepada manusia lain

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Istilah altruisme berasal dari bahasa Spanyol autrui yang mempunyai arti orang lain. Dalam bahasa Latin, kata altruisme berasal dari kata alter yang berarti yang lain atau lain. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata altruisme disebut altruism yang artinya mementingkan kepentingan orang lain.

Menurut kamus ilmiah, istilah altruisme memiliki arti suatu pandangan yang menekankan kewajiban manusia memberikan pengabdian, rasa cinta, dan tolong-menolong terhadap sesama/orang lain (Agustin, 2010). Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika, merujuk pada suatu doktrin etis yang mengklaim bahwa individu-individu secara moral berkewajiban untuk dimanfaatkan bagi orang lain.
 
Konsep ini memiliki sejarah panjang dalam filosofis dan etika berpikir. Istilah ini awalnya diciptakan oleh pendiri sosiologi dan filsuf ilmu pengetahuan, Auguste Comte, dan telah menjadi topik utama bagi psikolog (terutama peneliti psikologi evolusioner), biologi evolusioner, dan etolog. Sementara ide-ide tentang altruisme dari satu bidang dapat memberikan dampak pada bidang lain, metode yang berbeda dan fokus bidang-bidang ini menghasilkan perspektif yang berbeda pada altruisme.

Altruisme dapat mencakup berbagai macam perilaku, misalnya menyumbangkan uang atau waktu kita untuk amal atau untuk membantu seseorang, tanpa berusaha mendapatkan pengakuan untuk itu. Dorongan dan perilaku altruistik adalah bagian penting dari perekat yang mengikat arti keluarga dan kelompok sosial bersama, membantu mereka untuk bekerja sama dan berkembang.

Altruisme  Menurut Para Ahli
1. Taufik (2012), altruisme adalah pertolongan yang diberikan secara murni, tulus, tanpa mengharap balasan apa pun dari orang lain dan tidak memberikan manfaat apa pun untuk dirinya.
2. Nashori (2008), altruisme adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharap imbalan apa pun kecuali telah memberikan suatu kebaikan.
3. Glasman dkk (2009), altruisme adalah konsep perilaku menolong seseorang yang didasari oleh keuntungan atau manfaat yang akan diterima pada kemudian hari dan dibandingkan dengan pengorbanan yang ia lakukan saat ini untuk menolong orang tersebut.
4. Baron dan Byrne (2005), altruisme adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain.
5. Myers (2012), altruisme adalah motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri.
6. Sears dkk (1994), Pengertian altruisme adalah sebagai suatu aksi sukarela untuk bisa membantu orang lain itu tanpa pamrih yang dilakukan individu atau juga kelompok.
7. Santrock (1995), Definisi altruisme adalah sebagai suatu kecenderungan yang tak mementingkan diri di dalam memberikan pertolongan pada orang lain.
8. Baron and Byrne (2005), Arti altruisme adalah sebagai rasa peduli tanpa kemudian memprioritaskan diri sendiri untuk dapat menolong orang lain.

B. Aspek Altruisme

Altruisme tidak dapat diukur secara kuantitatif (angka atau bilangan), namun bisa analisis melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara nyata. Terdapat beberapa aspek atau karakteristik seseorang yang memiliki sifat altruisme menurut Myers (2012) di antaranya,
1. Empati. Perilaku altruistis akan terjadi dengan adanya empati dalam diri seseorang. Seseorang yang paling altruis merasa diri mereka paling bertanggung jawab, bersifat sosial, selalu menyesuaikan diri, toleran, dapat mengontrol diri, dan termotivasi untuk membuat kesan yang baik.
2. Belief on a just world (meyakini keadilan dunia). Seorang yang altruis yakin akan adanya keadilan di dunia (just world), yaitu keyakinan bahwa dalam jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang baik akan dapat hadiah. Orang yang keyakinannya kuat terhadap keadilan dunia akan termotivasi dengan mudah menunjukkan perilaku menolong.
3. Sosial responsibility (tanggung jawab sosial). Setiap orang bertanggung jawab terhadap apa pun yang dilakukan orang lain, sehingga ketika ada orang lain yang membutuhkan pertolongan orang tersebut harus menolongnya.
4. Kontrol diri secara internal. Karakteristik dari perilaku altruistik selanjutnya adalah mengontrol dirinya secara internal. Hal-hal yang dilakukan dimotivasi oleh kontrol dari dalam dirinya (misalnya kepuasan diri).
5. Ego yang rendah. Seseorang yang altruis memiliki keegoisan yang rendah. Dia lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.

C. Ciri Altruisme

Altruisme dicirikan oleh sikap tidak mementingkan diri sendiri dan perhatian terhadap kesejahteraan orang lain. Mereka yang memiliki kualitas ini biasanya mengutamakan orang lain dan benar-benar peduli dengan orang-orang di sekitar mereka, apakah mereka memiliki ikatan pribadi dengan mereka atau tidak. Terdapat beberapa tanda yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki sifat kedermawanan atau altruisme di antaranya,
1. Mengutamakan orang lain
Contoh sikap mengutamakan kepentingan orang lain, misalnya seseorang memberikan camilan kepada rekan kerjanya meskipun dia juga lapar; seseorang menyerahkan tempatnya di bioskop untuk kelompok yang membutuhkan tempat duduk tambahan; seseorang menggunakan waktu istirahat makan siang untuk membantu temannya bekerja. Apa pun masalahnya, orang yang memiliki sikap altruisme akan mengutamakan orang lain, bukan karena dia merasa kurang pantas, tapi hanya karena dia sangat bijaksana dan lebih suka memprioritaskan kesejahteraan orang lain.

2. Berpikir tentang bagaimana tindakan kita akan mempengaruhi orang lain
Misalnya, kita menjadi sangat bersemangat saat mengetahui bahwa restoran cepat saji favorit kita sekarang memiliki aplikasi yang memungkinkan kita memesan sebelumnya dan melewati antrean. Namun, kemudian kita bahwa hal itu menjengkelkan bagi orang-orang yang menunggu antrean karena pesanan mereka akan terhambat sebab karyawan harus memprioritaskan pesanan kita. Kita akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan aplikasi dan mengantri dengan orang lain, hanya karena kita tidak ingin merepotkan siapa pun.

3. Merasa lebih baik setelah membantu seseorang
Individu altruistik memiliki sikap tidak mementingkan diri sendiri dan mereka menyukai bagaimana perasaan mereka setelah membantu orang lain, atau dengan kata lain orang-orang dengan sikap ini suka berbuat baik untuk orang lain.

4. Proaktif
Kita tidak menunggu peluang sempurna untuk menjadi tanpa pamrih dan membantu, tapi kita menciptakannya. Kita menjadi sukarelawan di komunitas kita, menyumbangkan uang untuk upaya bantuan, dan menawarkan bantuan sebelum seseorang memintanya.

5. Memiliki dan menunjukkan tingkat kepercayaan diri yang sehat
Kita begitu yakin dengan moral dan keyakinan kita sehingga kita sangat jarang mempertanyakan diri sendiri atau mengalami keraguan diri. Kita tahu bahwa kita hidup dengan ide yang luar biasa dan bahwa kita benar-benar membuat kehidupan orang-orang di sekitar kita menjadi lebih baik, dan tentunya hal itu juga membuat hidup kita lebih baik.

Karakteristik altruisme pada seseorang Sedangkan menurut Dayakisni dan Hudaniyah (2003)dapat diketahui melalui hal-hal sebagai berikut di antaranya,
1. Cooperative (kerja sama). Individu yang memiliki sifat altruis lebih senang melakukan pekerjaan secara bersama-sama, karena mereka berpikir dengan bekerja sama tersebut mereka dapat lebih bersosialisasi dengan sesama manusia dan dapat mempercepat menyelesaikan pekerjaannya.
2. Helping (menolong). Individu yang memiliki sifat altruis senang membantu orang lain dan memberikan sesuatu yang berguna ketika orang lain sedang membutuhkan pertolongan karena hal tersebut dapat menimbulkan perasaan positif dalam diri si penolong.
3. Honesty (kejujuran). Individu yang memiliki sifat altruis memiliki suatu sikap yang lurus hati, tulus serta tidak curang karena mereka mengutamakan nilai kejujuran dalam dirinya.
4. Gonerosity (kedermawanan). Individu yang memiliki sifat altruis memiliki sikap suka beramal dan murah hati terhadap orang lain.

D. Faktor Altruisme

Apa yang menginspirasi orang untuk memberikan waktu, energi, dan uang mereka untuk kemajuan orang lain, bahkan ketika mereka tidak menerima imbalan yang nyata. Psikolog telah menyarankan sejumlah penjelasan berbeda tentang mengapa altruisme ada. Faktor-faktor “keberadaan” altruisme tersebut di antaranya,
1. Evolusi
Seleksi kerabat adalah teori evolusi yang mengusulkan bahwa orang lebih cenderung membantu mereka yang merupakan kerabat sedarah karena hal itu akan meningkatkan kemungkinan penularan gen ke generasi mendatang. Teori tersebut menunjukkan bahwa altruisme terhadap kerabat dekat terjadi untuk memastikan kelanjutannya. dari gen bersama. Semakin dekat hubungan individu, semakin besar kemungkinan orang untuk membantu.

2. Imbalan Psikis
Altruisme mengaktifkan pusat penghargaan (reward centers) di otak. Ahli neurobiologi telah menemukan bahwa ketika terlibat dalam tindakan altruistik, pusat kesenangan di otak menjadi aktif. Satu studi tahun 2014 yang diterbitkan dalam jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience menemukan bahwa terlibat dalam tindakan welas asih mengaktifkan area otak yang terkait dengan sistem penghargaan (reward system), termasuk area tegmental ventral dopaminergik dan striatum ventral. Perasaan positif yang diciptakan oleh tindakan welas asih kemudian perkuat perilaku altruistik.

3. Lingkungan Hidup
Sebuah studi Stanford menunjukkan bahwa interaksi dan hubungan dengan orang lain memiliki pengaruh besar pada perilaku altruistik. Psikolog telah lama memperdebatkan apakah beberapa orang terlahir dengan kecenderungan alami untuk membantu orang lain, sebuah teori yang menunjukkan bahwa altruisme mungkin sebagian besar dikendalikan oleh genetika.

Studi tersebut mempertanyakan teori ini, menemukan bahwa sosialisasi berdampak serius pada tindakan altruistik pada anak-anak berusia satu dan dua tahun. Anak-anak yang mengamati tindakan timbal balik sederhana altruisme jauh lebih mungkin untuk menunjukkan tindakan altruistik, sedangkan tindakan model ramah tapi non-altruistik tidak menunjukkan hasil yang sama. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa memodelkan tindakan altruistik dapat menjadi cara penting untuk mendorong tindakan prososial dan welas asih pada anak.

4. Norma sosial
Aturan, norma, dan ekspektasi masyarakat juga dapat memengaruhi apakah orang terlibat dalam perilaku altruistik atau tidak. Norma timbal balik, misalnya, adalah ekspektasi sosial di mana kita merasa tertekan untuk membantu orang lain jika mereka telah melakukan sesuatu untuk kita.

5. Insentif
Meskipun definisi altruisme mencakup melakukan untuk orang lain tanpa imbalan, mungkin masih ada insentif kognitif yang tidak jelas. Misalnya, kita dapat membantu orang lain untuk meredakan kesusahan kita sendiri atau karena bersikap baik kepada orang lain menjunjung tinggi pandangan kita tentang diri kita sendiri sebagai orang yang baik dan empati. Penjelasan kognitif lainnya meliputi di antaranya,
a. Empati: Para peneliti menyarankan bahwa orang lebih cenderung terlibat dalam perilaku altruistik ketika mereka merasakan empati kepada orang yang dalam kesulitan, sebuah saran yang dikenal sebagai hipotesis empati-altruisme.
b. Membantu meredakan perasaan negatif: Para ahli lain telah mengusulkan bahwa tindakan altruistik membantu meredakan perasaan negatif yang diciptakan dengan mengamati orang lain dalam kesusahan, sebuah gagasan yang disebut sebagai model bantuan keadaan negatif. Pada dasarnya, melihat orang lain dalam masalah membuat kita merasa kesal, tertekan, atau tidak nyaman, jadi membantu orang yang bermasalah membantu mengurangi perasaan negatif ini.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan altruisme kepada orang lain menurut Sarwono (1999) di antaranya,
1. Pengaruh Situasi (Eksternal)
Pengaruh situasi merupakan pengaruh eksternal yang diperlukan sebagai motivasi untuk menimbulkan tindakan altruisme pada seseorang di antaranya,
a. Kehadiran orang lain. Faktor yang berpengaruh pada perilaku menolong atau tindakan menolong orang lain yang kebetulan berada bersama kita di tempat kejadian. Semakin banyak orang lain, semakin kecil kecenderungan orang untuk menolong. Begitu juga sebaliknya, orang yang sendirian cenderung lebih bersedia menolong.
b. Menolong jika orang lain menolong. Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori norma sosial, adanya individu yang sedang menolong orang lain akan lebih memicu kita untuk ikut menolong.  
c. Desakan waktu. Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk tidak menolong, sedangkan orang yang santai lebih besar kemungkinannya untuk memberi pertolongan kepada yang memerlukan.
d. Kemampuan yang dimiliki. Bila individu merasa mampu dalam melakukan pertolongan, ia akan cenderung menolong. Sebaliknya bila seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menolong, ia tidak akan melakukan perbuatan menolong.

2. Pengaruh dari dalam diri individu (Internal)
Pengaruh dari dalam diri individu sangat berperan dalam perilaku individu dalam menumbuhkan tindakan altruisme. Terdapat beberapa pengaruh internal yang menjadi faktor altruisme pada seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. Empati. Empati adalah kontributor afektif yang penting terhadap altruisme. Empati merupakan tanggapan manusia yang universal yang dapat diperkuat atau ditekan oleh pengaruh lingkungan. Manusia memiliki dorongan alamiah untuk mengesampingkan motif pribadi dalam membantu dan meringankan penderitaan orang lain.
b. Faktor personal dan situasional. Faktor personal dan situasional sangat mungkin berpengaruh dalam perilaku menolong, seseorang lebih suka menolong orang yang disukainya, memiliki kesamaan dengan dirinya dan membutuhkan pertolongan, faktor-faktor di luar diri suasana hati, pencapaian reward pada perilaku sebelumnya dan pengamatan langsung tentang derajat kebutuhan yang ditolong.
c. Nilai-nilai agama dan moral. Faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk menolong sangat tergantung dari penghayatan terhadap nilai- nilai agama dan moral yang mendorong seseorang dalam melakukan pertolongan.
d. Norma tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial (sosial-responsibility norm) adalah keyakinan bahwa seseorang harus menolong mereka yang membutuhkan pertolongan, tanpa memperdulikan adanya timbal-balik.
e. Suasana hati. Orang lebih terdorong untuk memberikan bantuan apabila mereka berada dalam suasana hati yang baik.
f. Norma timbal balik. Satu kode moral yang bersifat universal adalah norma timbal balik (reciprocity norm), yaitu bagi mereka yang telah menolong kita, kita harus membalas pertolongannya, bukan dengan kejahatan.

E. Dampak Altruisme

Altruisme adalah salah satu aspek dari apa yang oleh para psikolog sosial disebut sebagai perilaku prososial. Perilaku prososial mengacu pada tindakan apa pun yang menguntungkan orang lain, tidak peduli apa motifnya atau bagaimana pemberi mendapat manfaat dari tindakan tersebut. Namun, ingatlah bahwa altruisme murni melibatkan keegoisan sejati. Meskipun semua tindakan altruistik bersifat prososial, tidak semua perilaku prososial sepenuhnya altruistik. Kita mungkin membantu orang lain karena berbagai alasan seperti rasa bersalah, kewajiban, tugas, atau bahkan untuk hadiah.

F. Contoh Altruisme

Altruisme dalam kehidupan sehari-hari dapat mencakup berbagai macam perilaku, mulai dari mengorbankan hidup seseorang untuk menyelamatkan orang lain, memberikan uang untuk amal atau menjadi sukarelawan di dapur umum, meluangkan waktu kita untuk membantu seseorang, hingga hanya menunggu beberapa detik untuk menahan pintu terbuka bagi orang asing, tanpa berusaha mendapatkan pengakuan untuk itu.

Sering kali, orang berperilaku altruistik ketika mereka melihat orang lain dalam keadaan yang menantang dan merasakan empati dan keinginan untuk membantu. Individu yang berusaha keras untuk membantu orang lain tersebut biasanya akan menerima sesuatu sebagai imbalan, apakah itu hadiah yang tidak berwujud, seperti kekaguman dan rasa hormat, atau dukungan materi di lain waktu.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment