Pengertian Manusia Purba, Sejarah, Kehidupan, Peralatan, dan Jenis Perbedaannya
Manusia Purba |
A. Pengertian Manusia Purba
Pengertian purba dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dahulu (tentang zaman yang ribuan atau jutaan tahun yang lalu). Manusia modern diteorikan berkembang dari manusia purba, yang berkembang dari Homo erectus. Jenis dari manusia purba dikelompokkan di bawah nama binomial "Homo sapiens" karena ukuran otaknya sangat mirip dengan manusia modern. Manusia purba memiliki ukuran otak 1200 sampai 1400 sentimeter kubik, yang melebihi rentang pada manusia modern.
Manusia purba dibedakan dari manusia modern anatomis dari tengkoraknya yang tebal, tonjolan bubung alis dan tidak menonjolnya dagu. Menurut salah satu definisi, Homo sapiens adalah spesies tunggal yang terdiri dari beberapa subspesies yang mengikutkan manusia purba dan modern. Di bawah definisi ini, manusia modern disebut dengan Homo sapiens sapiens dan manusia purba juga diberikan prefiks "Homo sapiens".
Garis pembatas yang membedakan manusia modern dengan Homo sapiens purba dan manusia purba dengan Homo erectus adalah sangat kabur. Fosil terbaru dari manusia modern anatomis seperti Omo remains dari 195.000 tahun lalu dikenal sebagai manusia modern. Namun, manusia modern awal tersebut memiliki campuran ciri-ciri purba, seperti bubung alis yang sedang, tetapi tidak menonjol.
B. Sejarah Evolusi Manusia Purba
Manusia purba telah hidup pada zaman dulu dan belum mengenal tulisan dan hidup dengan cara yang sangat sederhana, yakni masih sangat bergantung pada alam sekitarnya. Para ilmuwan sejarah di seluruh dunia kebanyakan memakai teori evolusi kera atau yang dikenal dengan teori Australopithecus yang sudah punah sebagai ras nenek moyang manusia.
Sebenarnya terjadi perbedaan yang sangat signifikan dan jauh, sama sekali tak ada hubungannya di antara manusia dan kera. Perbedaan tersebut tak bisa dijelaskan oleh mereka dengan mata rantai yang hilang yang dikenal dengan sebutan missing link.
Teori Asal Usul Manusia Purba
Darwin mengajukan pernyataannya bahwa manusia dan kera berasal dari satu nenek moyang yang sama dalam bukunya The Descent of Man, terbitan tahun 1871. Sejak saat itu hingga sekarang, para pengikut jalan Darwin telah mencoba mendukung pernyataannya. Tatapi meskipun berbagai penelitian telah dilakukan, pernyataan mengenai “evolusi manusia” tidak didukung oleh penemuan ilmiah yang nyata, khususnya dalam hal fosil. Kebanyakan masyarakat awam tidak menyadari kenyataan ini, dan berpikir bahwa pernyataan evolusi manusia didukung oleh banyak bukti yang kuat.
Penyebab adanya opini yang keliru ini adalah bahwa permasalahan ini sering dibahas dalam media dan dihadirkan sebagai fakta yang terbukti. Tetapi yang benar-benar ahli dalam masalah ini menyadari bahwa tidak ada landasan ilmiah bagi pernyataan evolusi manusia. Landasan gagasan evolusi manusia yang diajukan oleh para evolusionis ialah adanya banyak fosil yang dengannya para evolusionis bisa membangun tafsiran-tafsiran khayalan. Sepanjang sejarah, telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera, dan kebanyakan dari mereka telah punah.
Saat ini, hanya 120 spesies yang hidup di bumi. Enam ribu atau lebih spesies kera ini, di mana sebagian besar telah punah, merupakan sumber yang melimpah bagi evolusionis. Pernyataan evolusi ini, yang “miskin akan bukti,” memulai pohon kekerabatan manusia dengan satu kelompok kera yang telah dinyatakan membentuk satu genus tersendiri, Australopithecus. Menurut pernyataan ini, Australopithecus secara bertahap mulai berjalan tegak, otaknya membesar, dan ia melewati serangkaian tahapan hingga mencapai tahapan manusia sekarang (Homo sapiens). Tetapi rekaman fosil tidak mendukung skenario ini. Meskipun dinyatakan bahwa semua bentuk peralihan ada, terdapat rintangan yang tidak dapat dilalui antara jejak fosil manusia dan kera.
Sejarah Manusia Purba di Indonesia
Zaman prasejarah merupakan istilah yang digunakan untuk membagi masa ketika manusia belum mengenal tulisan. Pada masa itu, manusia purba hidup dengan cara yang sangat sederhana dan bergantung pada alam. Berdasarkan teori evolusi kera atau Australopithecus yang dianut oleh sebagian besar ilmuwan dunia, manusia purba ialah nenek moyang manusia modern. Namun, terdapat teori lain yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan evolusi antara kera dan manusia, karena ada perbedaan-perbedaan signifikan dan jauh. Akan tetapi, terdapat missing link sehingga perbedaan tersebut sulit untuk dijelaskan.
1. Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia prasejarah terbesar dan tertua di Indonesia. Oleh karena itu, pemberian namanya terdiri dari gabungan kata megan = besar, anthropus = manusia, paleo = tua, javanicus = dari Jawa. Fosil manusia purba ini ditemukan pertama kali oleh Von Koenigswald di daerah Sangiran, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1936. Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia prasejarah yang berbadan tegap dan memiliki rahang yang sangat kuat dan besar. Untuk bertahan hidup, manusia prasejarah dari Jawa ini mengumpulkan makanan dari buah-buah dan tumbuh-tumbuhan hutan. Berikut ini ciri-ciri manusia purba Meganthropus Paleojavanicus:
a. Tinggi badan 165 cm – 180 cm
b. Berbadan tegap
c. Volume otak 900 cc
d. Bentuk kening menonjol dan tebal, melintang sepanjang pelipis
e. Tidak memiliki dagu
f. Berhidung lebar
g. Struktur rahang kuat dan besar
h. Makanan berupa buah dan tumbuhan
2. Pithecanthropus Erectus
Fosil manusia purba ini paling banyak ditemukan di Indonesia. Fosil Pithecanthropus Erectus yang memiliki arti manusia berjalan tegak ini ditemukan oleh Eugène Dubois, pemimpin tim menemukan fosil tengkoraknya di Trinil, Ngawi pada tahun 1891. Pithecanthropus Erectus terbagi menjadi 3 jenis sesuai tempat penemuan fosilnya, yaitu: Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Mojokertensis, dan pithecanthropus Soloensis. Berdasarkan lokasi atau lapisan penemuan fosilnya, maka Pithecanthropus Erectus hidup sekitar 30.000 tahun hingga 1 juta tahun yang lalu. Berikut ini ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Erectus:
a. Bentuk tengkorak memiliki tonjolan kening yang tebal
b. Berhidung lebar dengan tulang pipi kuat dan menonjol
c. Tinggi badan 165 cm – 180 cm
d. Memakan daging dan tumbuhan
e. Memiliki rahang bawah yang kuat
f. Tulang pipi tebal
g. Bertulang belakang tajam dan menonjol
h. Bertubuh gelap
i. Tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat
3. Pithecanthropus Mojokertensis
Pada tahun 1936 fosil anak manusia purba berupa tengkorak ditemukan oleh peneliti bernama Widenreich di sebuah desa di Mojokerto. Fosil manusia prasejarah ini dinamakan Pithecanthropus robustus. Namun, Ralph von Koeningswald menyebutnya dengan Pithecanthropus Mojokertensis sesuai dengan tempat ditemukannya. Secara tipologi, fosil ditemukan pada lapisan Pucangan dan Kabuh dengan perkiraan hidup 30.000 tahun hingga 2 juta tahun yang lalu. Berikut ini ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Mojokertensis:
a. Bertubuh tegap
b. Tidak memiliki dagu
c. Memiliki kening yang menonjol
d. Tinggi badan 165 cm – 180 cm
e. Volume otak 750 cc – 1.300 cc
f. Geraham dan rahangnya lebih kuat
g. Tulang tengkorak tebal
h. Bentuk tulang tengkorak yang lonjong
4. Homo Sapiens
Homo sapiens oleh para peneliti dianggap sebagai yang termuda dibanding manusia purba lainnya. Berdasarkan fosil yang ditemukan, homo sapiens diperkirakan hidup antara 15.000 hingga 40.000 tahun sebelum Masehi. Homo sapiens memiliki kemampuan berpikir dan kecerdasan di atas manusia purba lainnya, hal ini ditunjukkan dari volume otaknya yang hampir sama dengan manusia modern. Berikut ini ciri-ciri manusia purba Homo Sapiens:
a. Tinggi badan 130 cm – 210 cm
b. Kapasitas otak yang lebih berkembang daripada manusia purba lain
c. Otot kunyah, gigi, dan rahang menyusut
d. Tonjolan kening berkurang dan memiliki dagu
e. Ciri seperti ras Mongoloid dan Austramelanosoid
Ada 3 jenis homo sapiens yang ditemukan di Indonesia di antaranya,
a. Homo Soloensis, fosil manusa purba ini ditemukan oleh Von Koenigswald dan Weidenrich pada tahun 1933 – 1924 di lembang sungai Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak yang memiliki volume seperti kera
b. Homo Wajakensis, fosilnya ditemukan oleh Dubois pada tahun 1889 di daerah Wajak, Tulungagung. Homo Wajakensis telah menggunakan peralatan yang terbuat dari batu dan tulang untuk berburu serta meramu
c. Homo Floresiensis, manusia purba ini dikenal dengan nama manusia hobit dari Flores karena memiliki bentuk tubuh kerdil
C. Kehidupan Manusia Purba
Zaman ketika manusia purba hidup merupakan masa di mana seluruh kehidupan masih bergantung dengan alam. Pola kehidupan masa purba antara lain sebagai berikut:
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan, pada masa ini manusia berburu dengan tujuan untuk mengumpulkan bahan makanan bagi kelompoknya, ciri-ciri kehidupannya adalah:
a. Tidak memiliki tempat tinggal tetap
b. Hidup sendiri atau dalam kelompok kecil
c. Mengumpulkan makanan berupa umbi-umbian
d. Menggunakan kapak genggam untuk berburu hewan
e. Menempati gua
f. Membuat lukisan cap jari tangan dan babi rusa dalam keadaan terpanah. Lukisan tersebut dibuat menggunakan warna hitam, putih, dan merah
2. Masa Bercocok Tanam, pada masa ini manusia telah mengenal bercocok tanam dan tinggal dalam suatu wilayah lebih lama, ciri-ciri kehidupannya adalah:
a. Mulai menetap di sekitar lokasi bercocok tanam
b. Mulai mengenakan pakaian dari kulit hewan dan kulit kayu
c. Membuat rumah dari kayu
d. Berpindah jika tanah sudah tidak subur
e. Menggunakan alat bercocok tanam, seperti mata panah, beliung persegi dan kapak lonjong
f. Menggunakan perhiasan
3. Masa Mengenal Kepercayaan, pada masa ini manusia telah mengenal kepercayaan terhadap sesuatu, seperti matahari, hewan, pohon dan lainnya. Ciri-ciri kehidupannya adalah:
a. Melakukan upacara-upacara tertentu sebagai tanda jika terdapat kekuatan yang melebihi manusia
b. Mulai membangun bangunan besar untuk upacara-upacara tertentu
4. Masa Perundagian, pada masa ini manusia mulai memiliki kehidupan yang lebih maju, ciri-ciri kehidupannya adalah:
a. Mulai tinggal dalam sebuah desa atau perkampungan dalam waktu yang cukup lama
b. Telah mampu mengolah logam untuk dibuat perhiasan, seperti cincin atau kalung
c. Mengenal sistem perdagangan sederhana, yaitu barter untuk mendapatkan logam, hasil bercocok tanam, hewan, dan lainnya
D. Peralatan Manusia Purba
Bukti keberadaan manusia purba di Indonesia juga didukung oleh peninggalan berbagai macam perkakas yang digunakan untuk membantu kehidupan mereka. Berikut ini adalah alat-alat manusia purba di antaranya,
1. Kapak Genggam, alat ini digunakan oleh manusia purba jenis Pithecanthropus untuk berburu. Struktur dan bentuknya masih sangat sederhana, yaitu hanya satu bagian sisi yang tajam. Kapak Genggam digunakan dengan cara digenggam untuk memotong benda. Alat ini ditemukan di beberapa situs purba, seperti Trunyan (Bali), Awangbangkal (Kalimantan Selatan) dan Kalianda (Lampung).
2. Alat Serpih, alat ini digunakan oleh manusia zaman dahulu untuk menusuk, memotong dan melubangi kulit binatang. Bahan pembuatnya adalah serpihan batu dari batu yang dibuat menjadi Kapak Genggam. Penemuan Alat Serpih terdapat di Gombong (Jawa tengah) dan Cabbenge (Flores).
3. Kapak Persegi, peralatan ini terbuat dari batu yang digunakan untuk memahat, mencangkul dan berburu. Bentuknya segi empat di mana kedua sisinya diasah halus. Pada salah satu pangkal diberi lubang untuk memasang tangkai. Alat ini banyak ditemukan di situs-situs purba mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi.
4. Kapak Lonjong, kapak ini berbentuk lonjong dengan pangkal lebar dan tajam. Pada bagian ujung akan diikat dengan gagang agar dapat digunakan. Kapak Lonjong adalah batu yang diasah hingga halus dan ditemukan di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
5. Menhir, yaitu sebuah tugu batu raksasa, tinggi dan besar. Dahulu digunakan untuk tempat pemujaan manusia prasejarah.
6. Dolmen, yaitu batu yang disusun berbentuk meja dan digunakan manusia zaman dahulu untuk menyimpan sesaji persembahan.
7. Sarkofagus, adalah peti mati yang terbuat dari batu.
8. Arca, merupakan peninggalan masa lampau berupa batu yang dipahat hingga membentuk makhluk hidup tertentu.
9. Bejana Perunggu, adalah peninggalan yang terbuat dari perunggu. Bentuknya mirip gitar Spanyol tanpa gagang. Benda ini ditemukan di Madura dan Sumatera.
10. Kapak Corong, adalah kapak yang terbuat dari perunggu dan bagian atasnya berbentuk mirip corong. Alat purba ini ditemukan di Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua.
E. Jenis Perbedaan Manusia Purba
Cara hidup mereka masih sangat sederhana dan masih sangat bergantung pada alam. Jenis-jenis manusia purba dibedakan dari zamannya di antaranya,
1. Zaman Palaeolitikum (Zaman Batu Tua)
Zaman ini ditandai dengan penggunaan perkakas yang bentuknya sangat sederhana dan primitif. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman ini, yaitu hidup berkelompok; tinggal di sekitar aliran sungai, gua, atau di atas pohon; dan mengandalkan makanan dari alam dengan cara mengumpulkan (food gathering) serta berburu. Maka dari itu, manusia purba selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden) belum tahu bercocok tanam. Pada zaman ini alat-alatnya terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Contoh alat-alat tersebut di antaranya,
a. Kapak Genggam, banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut “Chopper” (alat penetak/pemotong)
b. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa : alat penusuk (belati), ujung tombak bergerigi
c. Flakes, yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan. Alat-alat dari tulang dan Flakes, termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan. Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokkan menjadi kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
2. Zaman Mezolitikum (Zaman Batu Madya (mezo)/Pertengahan)
Zaman ini disebut pula zaman “mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat lanjut”, yang dimulai pada akhir zaman es, sekitar 10.000 tahun yang lampau. Para ahli memperkirakan manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta, Sakai, dan Aborigin. Sama dengan zaman palaeolitikum, manusia zaman mezolitikum mendapatkan makanan dengan cara berburu dan menangkap ikan. Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit karang (abris souche roche), tepi pantai, dan ceruk pegunungan. Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi diri dari panas dan hujan.
Hasil peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah berupa alat-alat kesenian yang ditemukan di gua-gua dan coretan (atau lukisan) pada dinding gua, seperti di gua Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950. Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes, serta batu penggiling di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo, dan Madiun. Selain itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang dan siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut kjokkenmoddinger. Peralatan yang ditemukan di tempat itu adalah kapak genggam Sumatera, pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan.
3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Muda)
Di Indonesia, zaman neolitikum, dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat, dari cara food gathering menjadi food producing, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang buas.
Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang.
4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai, gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang dapat memengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan manusia. Dari hasil peninggalannya, diperkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk penghormatan.
Adanya kepercayaan manusia purba terhadap kekuatan alam dan makhluk halus dapat dilihat dari penemuan bangunan-bangunan kepercayaan primitif. Peninggalan yang bersifat rohaniah pada era Megalitikum ini ditemukan di Nias, Sumba, Flores, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam bentuk menhir, dolmen, sarkofagus, kuburan batu, punden berunda-undak, serta arca. Menhir adalah tugu batu sebagai tempat pemujaan; dolmen adalah meja batu untuk menaruh sesaji; sarkopagus adalah bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati; kuburan batu adalah lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat; punden berundak adalah bangunan bertingkat-tingkat sebagai tempat pemujaan; sedangkan arca adalah perwujudan dari subjek pemujaan yang menyerupai manusia atau hewan.
5. Zaman Logam
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi atas:
a. Zaman Perunggu
Manusia purba Indonesia hanya mengalami zaman perunggu tanpa melalui zaman tembaga. Kebudayaan Zaman Perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli Indonesia (Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang membentuk ras Deutero Melayu (Melayu Muda). Disebut zaman perunggu karena pada masa ini manusianya telah memiliki kepandaian dalam melebur perunggu. Di kawasan Asia Tenggara, penggunaan logam dimulai sekitar tahun 3000-2000 SM. Masa penggunaan logam, perunggu, maupun besi dalam kehidupan manusia purba di Indonesia disebut masa Perundagian. Alat-alat besi yang banyak ditemukan di Indonesia berupa alat-alat keperluan sehari-hari, seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak.
Pembuatan alat-alat besi memerlukan teknik dan keterampilan khusus yang hanya mungkin dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar Indonesia, berdasarkan bukti-bukti arkeologis, sebelum manusia menggunakan logam besi mereka telah mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih dahulu. Mengolah bijih menjadi logam lebih mudah untuk tembaga dari pada besi.
b. Zaman Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C. Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain: mata kapak bertungkai kayu, mata pisau, mata sabit, mata pedang, cangkul. Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur)
Dari berbagai sumber
Post a Comment