Pengertian Globalisme, dan Perbedaan Globalisasi dengan Globalisme

Table of Contents
Pengertian Globalisme
Globalisme

A. Pengertian Globalisme

Globalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang layak diperhitungkan, terutama untuk bidang ekonomi dan politik. Berbeda dengan globalisasi, globalisme adalah konsep yang sering digunakan untuk menyebut berbagai ideologi globalisasi.

Globalisme Menurut Para Ahli
1. Paul James, globalisme sebagai ideologi dominan dan subjektivitas yang terkait dengan berbagai formasi cakupan global yang dari dulu selalu mendominasi. Definisi tersebut bermakna bahwa globalisme dan globalisasi pra-modern dan tradisional sudah ada jauh sebelum kapitalisme menguasai semua penjuru dunia, contohnya Kekaisaran Romawi pada abad ke-2 M dan bangsa Yunani abad ke-5 SM.
2. Joseph Nye, globalisme mengacu pada gambaran dunia yang memiliki jaring hubungan lintas benua, sedangkan globalisasi mengacu pada peningkatan atau penurunan tingkat globalisme.
3. Manfred Steger membagi globalisme menjadi beberapa jenis seperti globalisme keadilan, globalisme jihad, dan globalisme pasar. Globalisme pasar meliputi ideologi neoliberalisme. Penyusutan makna globalisme menjadi ideologi globalisme pasar dan neoliberalisme yang tunggal kadang kala memicu pertentangan.
4. John Ralston Saul, globalisme sejalan dengan neoliberalisme dan globalisasi neoliberal. John Ralston Saul berpendapat bahwa meski belum memberi dampak yang besar, globalisasi sudah terpecah duluan menjadi bagian-bagian yang saling berlawanan dan orang-orang yang terlibat dalam globalisasi kembali menegaskan kepentingan nasionalnya lewat cara-cara yang positif sekaligus menghancurkan.

B. Perbedaan Globalisasi dengan Globalisme

Globalisme mempersempit definisi asli dari globalisasi dengan banyak dipengaruhi pemikiran-pemikiran neo-liberal. Manfred mengemukakan lima pernyataan mengenai globalisme yang disebut sebagai globalisasi oleh para globalis, juga terkait dengan ideologi neo-liberal.
Pertama, globalisasi itu tentang liberalisasi dan integrasi pasar global. Globalisasi dianggap sebagai fenomena ekonomi yang mewujud dalam liberalisasi dan integrasi pasar global, juga pelemahan peran negara dalam urusan ekonomi. Campur tangan pemerintah dianggap sebagai “kebebasan yang negatif” (Manfred 2002, 48). Liberalisasi dan integrasi pasar global itu dimaksudkan sebagai manifesto kebebasan individual dan pemenuhan kepemilikan barang-barang pribadi.

Kedua, pendapat globalis bahwa globalisasi tidak dapat dihindari (Manfred 2002, 54) dan ketiga bahwa  tidak ada yang membentuk globalisasi. Hal itu dipercaya bersifat alamiah, muncul begitu saja, dan tidak ada pengontrol di belakangnya. Anti-globalis menentang pernyataan itu karena menurut mereka ada konspirasi, juga ada kekuatan besar yang mengontrol (Manfred 2002, 61). Lihat saja bagaimana hegemoni Amerika Serikat mendominasi pergerakan ekonomi dan perdagangan dunia. Sedangkan, pernyataan-pernyataan neo-liberal itu, termasuk pasar bebas, menjadi taktik untuk mempertahankan hegemoni Amerika Serikat dan mengontrol pihak-pihak lain yang mencoba menjalankan cara-cara neo-liberal.

Keempat, dinyatakan bahwa globalisasi menguntungkan semua pihak dengan tersedianya kesempatan-kesempatan untuk perbaikan di masa depan (Manfred 2002, 66). Pernyataan itu lagi-lagi ditentang oleh anti-globalis melalui bukti bahwa banyak kesenjangan pemasukan antar bangsa. Ketika perusahaan asing beroperasi di negara asing, pembedaan upah diberlakukan bagi pegawai asli negara itu dengan pegawai dari negara asal perusahaan. Orang-orang miskin juga semakin jauh tertinggal dalam teknologi yang memperkecil kesempatan untuk perbaikan kualitas hidup.

Kelima, globalisasi memajukan perkembangan demokrasi. Bagi globalis, demokrasi dan globalisasi tidak ada bedanya, seperti sebuah sinonim kata (Manfred 2002, 73). Demokrasi memberi ruang lebih bebas untuk bergerak bagi ekonomi liberal sehingga menarik perhatian neo-liberalis. Demokrasi ini secara global berkembang pada tahun 1990-an (Susanto t.t.), namun ketika membicarakannya dalam konteks globalisasi justru demokrasi terkesan hanya digunakan sebagai roda untuk melaksanakan pasar bebas karena legitimasi yang diperoleh bisa lebih kuat.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment