Pengertian Manajemen Konflik, Kompetensi, Tujuan, Model, Tipe, dan Strateginya

Table of Contents
Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen Konflik

A. Pengertian Manajemen Konflik

Manajemen Konflik adalah sebuah proses mengelola konflik dengan menyusun sejumlah strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak berkonflik sehingga mendapatkan resolusi yang diinginkan. Dalam sudut pandang demokrasi, manajemen konflik akan berbicara perihal bagaimana konflik ditangani secara konstruktif, membawa pihak yang berkonflik ke dalam suatu proses yang kooperatif, serta merancang sistem kooperatif yang praktis untuk mengelola perbedaan secara konstruktif.

Melalui manajemen konflik, konflik akan dikelola sehingga dapat membatasi aspek negatif dan meningkatkan aspek positif dari konflik yang terjadi. Tujuan dari manajemen konflik, baik yang dilakukan secara langsung oleh pihak yang berkonflik maupun melibatkan pihak ketiga, adalah untuk mempengaruhi seluruh struktur situasi konflik yang dalam prosesnya mengandung hal-hal destruktif (seperti penggunaan kekerasan) dan membantu pihak-pihak berkonflik untuk menemukan solusi atas konflik yang terjadi.

Manajemen Konflik Menurut Para Ahli
1. Minnery (1980: 220), manajemen konflik adalah suatu proses rasional yang sifatnya literatif, di mana proses tersebut terjadi secara terus-menerus mengalami penyempurnaan hingga tercapai model yang ideal dan representatif.
2. Howard Ross (1993), manajemen konflik sebagai langkah-langkah yang diambil pelaku atau pihak ketiga yang bertujuan untuk mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak menghasilkan akhir berupa penyelesaian konflik, dan mungkin atau tidak menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif.
3. Bercovitch dan Diehl, manajemen konflik dapat dikatakan berhasil secara efektif apabila,
a. dapat meminimalisir gangguan atau kerusakan dari konflik yang terjadi;
b. memberikan solusi yang memuaskan dan dapat diterima oleh pihak yang berkonflik.

B. Kompetensi Manajemen Konflik

Jenis-jenis kompetensi atau keterampilan yang harus dimiliki dalam pengelolaan atau manajemen konflik di antaranya,
1. Komunikasi
Banyak konflik yang tidak perlu dapat dihindari hanya dengan komunikasi tertulis dan verbal yang jelas dan akurat. Banyak orang berdebat murni karena mereka ingin merasa didengar. Menjadi pendengar yang baik bisa cukup untuk menginspirasi kepercayaan dan menyelesaikan perasaan terluka. Contoh keterampilan komunikasi yang baik di antaranya meliputi di antaranya,
a. Mengatasi masalah dengan cepat
b. Memahami audiens atau lawan bicara
c. Bersahabat
d. Pendengar yang aktif
e. Kepemimpinan
f. Mediasi
g. Bertemu dengan para pihak yang bermasalah
h. Mampu menghidupkan dialog
i. Bernegosiasi
j. Komunikasi nonverbal
k. Dialog Terbuka
l. Menekan Perilaku yang Menyebabkan Konflik
m. Mengajar Perilaku Positif
n. Komunikasi tertulis

2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami perasaan sendiri dan orang lain, dan untuk menangani perasaan itu dengan baik. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi pandai mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan orang lain sambil mengambil tanggung jawab untuk kebutuhan dan perasaan mereka sendiri. Beberapa cara untuk melakukan hal ini di antaranya,
a. Menjadi adaptif
b. Menjadi analitik
c. Menegaskan perasaan
d. Berkompromi
e. Menunjukkan rasa ingin tahu
f. Memaafkan
g. Membantu orang lain
h. Identifikasi pemicu masalah
i. Mencari perbaikan
j. Menetapkan aturan dasar
k. Menunjukkan rasa hormat
l. Memodifikasi perilaku
m. Termotivasi
n. Menjadi optimis
o. Sadar diri
p. Menampilkan kemandirian

3. Empati
Empati berarti merasakan apa yang orang lain rasakan. Kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dan untuk memahami kebutuhan mereka, motivasi, dan kemungkinan kesalahpahaman, sangat penting untuk manajemen konflik yang efektif. Beberapa orang secara alami lebih berempati daripada yang lain, tetapi sifat empati dapat dikembangkan.

Pada titik yang berguna, empati diperkuat oleh pemahaman intelektual tentang situasi orang lain, karena empati emosional saja kadang-kadang dapat membuat skenario yang rumit. Empati paling baik diterapkan dalam lingkungan kerja ketika dipasangkan dengan pemikiran kritis, kecerdasan emosi, dan jenis kebijaksanaan lainnya. Ciri khas empati meliputi di antaranya,
a. Akuntabilitas
b. Meminta umpan balik
c. Membangun kepercayaan
d. Menunjukkan kasih sayang
e. Merangkul keanekaragaman dan inklusi
f. Memberikan umpan balik konstruktif
g. Menangani banyak karakter manusia
h. Mengelola emosi
i. Kecerdasan emosional tinggi
j. Mengidentifikasi isyarat nonverbal
k. Mengenali perbedaan
l. Memahami berbagai sudut pandang
m. Keahlian interpersonal yang baik
n. Kemampuan mengenali masalah
o. Kontrol diri yang baik
p. Kemampuan untuk menerima pendapat yang berbeda

4. Pemecahan Masalah secara Kreatif
Pemahaman dan komunikasi yang diterapkan dalam manajemen konflik akan menghasilkan hal yang baik, tetapi tidak banyak membantu jika Anda tidak memiliki solusi untuk masalah yang mendasarinya, apa pun itu masalahnya. Konflik sering terjadi karena tidak ada yang dapat menemukan solusi yang bisa dikerjakan, jadi menyelesaikan konflik tergantung pada menciptakan solusi. Hal iini membuat pemecahan masalah menjadi keterampilan yang dibutuhkan bagi Anda. Contoh pemecahan masalah dalam manajemen konflik di antaranya,
a. Analisis konflik
b. Mendengar jejak pendapat
c. Berkolaborasi
d. Komunikasi lisan
e. Rapat tatap muka
f. Kreativitas
g. Pengambilan keputusan
h. Memberikan sanksi
i. Komunikasi nonverbal
j. Penyelesaian masalah
k. Selera humor
l. Integrasi sasaran
m. Memantau kepatuhan
n. Mengkonfigurasi ulang hubungan
o. Resolusi wajar

C. Tujuan Manajemen Konflik

Berikut ini beberapa tujuan manajemen konflik di antaranya,
1. Mencegah dan meminimalisir terjadinya gangguan terhadap anggota organisasi, sehingga dapat fokus kepada visi dan misi perusahaan atau organisasi.
2. Membangun rasa saling menghormati antar sesama anggota organisasi dan menghargai keberagaman.
3. Meningkatkan kreativitas anggota organisasi dengan memanfaatkan konflik yang terjadi.

D. Model Manajemen Konflik

Pada tahun 1964, Blake dan Mouton mengembangkan lima model manajemen konflik dalam mengelola konflik interpersonal, yaitu forcing, withdrawing, smoothing, compromising, dan problem solving.
1. Forcing, model pengelolaan konflik cara memaksa salah satu pihak untuk mengalah. Model ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah
2. Withdrawing, model pengelolaan konflik dengan cara menghindar dari konflik yang sedang terjadi.
3. Smoothing, model pengelolaan konflik dengan menekankan pada permasamaan kepentingan dan mengurangi perbedaan diantara pihak-pihak yang berkonflik
4. Compromising, Model pengelolaan konflik yang menempatkan seseorang pada posisi moderat, memadukan kepentingan sendiri dengan kepentingan orang lain. Model ini dapat juga disebut dengan model kompromi sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak berkonflik.
5. Problem Solving, Model pengelolaan konflik di mana pihak yang berkonflik bersama-sama mengidentifikasi masalah, berkolaborasi untuk mencari, mempertimbangan, serta memilih solusi alternatif dari permasalahan yang ada.

Model yang dikonsepkan oleh Blake dan Mouton ini kemudian dikembangkan oleh Thomas, Kilmann, dan Renwick yang didasarkan pada perhatian perilaku assertive (keinginan untuk memuaskan diri sendiri) dan perilaku cooperative (keinginan memuaskan pihak lain). Kedua hal tersebut membentuk lima model manajemen konsep yaitu competing, collaborating, avoiding, accomodating, dan compromising.

E. Tipe Manajemen Konflik

Dalam manajemen konflik terdapat enam macam tipe manajemen konflik di antaranya,
1. Acomodating, merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai pendapat pihak yang terlibat konflik. Nantinya, akan digunakan untuk musyawarah atau menyelesaikan konflik tersebut. Namun, tetap mementingkan kepentingan dari salah satu pihak. Hal ini dapat merugikan salah satu pihak yang berkonflik.
2. Avoiding, adalah sebuah upaya untuk menghindari sebuah konflik agar tidak terlibat di dalamnya. Hal ini menjadi cara yang efektif agar lingkungan terhindar dari konflik.
3. Compromising, berbeda dari acomodating, cara ini lebih memerhatikan kepentingan bersama. Dengan mendengarkan pendapat dari semua pihak dan memutuskan jalan keluar dengan tetap mementingkan kepentingan bersama menjadi cara yang adil bagi semua pihak. Cara ini akan memberikan solusi bagi semua pihak. Ada 4 bentuk kompromi yaitu separasi, atrasi, menyogok, dan mengambil keputusan secara kebetulan.
a. Separasi artinya pihak yang terlibat konflik dipisahkan untuk menyelesaikan konflik yang ada.
b. Atrasi artinya pihak yang berkonflik setuju dengan keputusan yang diambil pihak ketiga atau penengah.
c. Mengambil keputusan berdasarkan faktor kebetulan, dengan cara ini bisa dilakukan dengan hal-hal yang sederhana tapi tetap berpegang pada aturan yang berlaku.
d. Menyogok merupakan memberikan imbalan untuk pihak yang mengambil keputusan dengan tujuan pihaknya dapat dimenangkan dalam konflik tersebut. Hal ini mungkin curang, tetapi bergantung pihak masing-masing yang menyelesaikannya.

4. Colaborating, merupakan cara menyelesaikan konflik dengan bekerja sama yang hasilnya memuaskan semua pihak. Semua pihak akan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dengan tetap memerhatikan kepentingan bersama.
5. Competing, adalah cara yang digunakan dengan mengarahkan pihak yang terlibat konflik bersaing dan memenangkan kepentingan masing-masing pihak. Cara ini pastinya tidak akan memberikan solusi bagi kedua belah pihak dan yang pasti ada kalah ada yang menang.
6. Conglomeration, merupakan kombinasi atau campuran menyelesaikan konflik dengan cara menggabungkan lima tipe di atas. Tentunya cara ini akan lebih memakan banyak waktu dan tenaga.

F. Strategi Manajemen Konflik

Selain cara menyelesaikan konflik yang ada, Anda juga harus memerhatikan awal mula terjadinya konflik tersebut, kita harus memelajari agar tidak salah langkah dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengenali konflik yang terjadi di antaranya,
1. Pengenalan, sebelum masuk lebih dalam ke konflik yang sedang terjadi, terlebih dahulu Anda harus tahu akar atau awal mula konflik terjadi dan juga harus tahu keadaan sekitar ketika konflik belum dan sedang terjadi. Dengan melakukan ini, Anda akan memeroleh informasi awal terjadinya konflik.
2. Diagnosa, jika sudah mendapat informasi yang ingin diperoleh seperti siapa saja yang berkonflik, apa konflik yang dipermasalahkan, awal mula terjadi konflik. Langkah selanjutnya adalah memikirkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik tersebut.
3. Menyepakati Solusi, jika sudah memikirkan solusi yang tepat, langkah berikutnya adalah menyepakati solusi yang dirasa paling tepat untuk mengakhiri konflik. Sebaiknya, solusi yang digunakan tidak berat sebelah dan juga harus ada pihak penengah.
4. Pelaksanaan, setelah solusi disepakati bersama, maka langkah selanjutnya adalah semua pihak harus melaksanakan serta menerima solusi yang telah disepakati. Kesepakatan yang diambil sebaiknya tidak merugikan salah satu pihak dan diharapkan tidak menimbulkan konflik lagi ke depannya.
5. Evaluasi, setelah konflik selesai, lakukanlah evaluasi bersama-sama. Musyawarah kan hal-hal yang bisa menghindari konflik lagi ke depannya. Evaluasi dilakukan bertujuan untuk tidak mengulangi kesalahan atau konflik yang pernah terjadi.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment