Pengertian Pemerkosaan, Sejarah, Jenis, dan Dampaknya
Pemerkosaan |
A. Pengertian Pemerkosaan
Perkosa, memerkosa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol; melanggar (menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan. Sementara pemerkosaan dalam KBBI adalah proses, perbuatan, cara memerkosa; pelanggaran dengan kekerasan.
Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak seksual yang terjadi ketika seorang manusia (atau lebih) memaksa manusia lain untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina atau anus dengan penis, anggota tubuh lainnya seperti tangan, atau dengan benda-benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Serangan dilakukan tidak hanya dengan paksaan, kekerasan, atau ancaman kekerasan. Perkosaan juga termasuk didahului dengan manipulasi halus, penahanan, tekanan verbal atau psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan di tengah situasi dan kondisi yang tidak seharusnya.
Istilah pemerkosaan dapat pula digunakan dalam arti kiasan, misalnya untuk mengacu kepada tindakan-tindakan kriminal umum seperti pembantaian, perampokan, penghancuran, dan penangkapan tidak sah yang dilakukan kepada suatu masyarakat ketika sebuah kota atau negara dilanda perang.
Pemerkosaan dari Beberapa Referensi
1. KUHP pasal 285, perkosaan adalah tindak persetubuhan berdasar ancaman atau kekerasan yang dilakukan pada perempuan yang bukan istri sah.
2. WHO, pemerkosaan adalah penetrasi vagina atau anus dengan menggunakan penis, anggota-anggota tubuh lain atau suatu benda -- bahkan jika dangkal -- dengan cara pemaksaan baik fisik atau non-fisik.
3. Mahkamah Kejahatan Internasional untuk Rwanda tahun 1998, pemerkosaan adalah invasi fisik berwatak seksual yang dilakukan kepada seorang manusia dalam keadaan atau lingkungan yang koersif.
4. Komnas Perempuan, pemerkosaan sebagai serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memasukkan penis, jari tangan, atau benda-benda lainnya ke dalam vagina, dubur (anus), atau mulut korban.
B. Sejarah Pemerkosaan
Di zaman kuno hingga akhir Abad Pertengahan, pemerkosaan pada umumnya tidak dianggap sebagai kejahatan terhadap seorang gadis atau perempuan, melainkan lebih kepada pribadi sang laki-laki yang "memilikinya". Jadi, hukuman atas pemerkosaan seringkali berupa denda, yang harus dibayarkan kepada sang ayah atau suami yang mengalami "kerugian" karena "harta miliknya" "dirusak". Posisi ini kemudian diubah di banyak lingkungan budaya karena pandangan bahwa, seperti halnya sang "pemilik", si perempuan itu sendiri pun mestinya ikut mendapatkan ganti ruginya.
Pemerkosaan dalam peperangan juga dapat dilihat terjadi pada zaman kuno sehingga disebutkan pula di dalam Alkitab, misalnya di dalam kisah tentang kaum perempuan yang diculik sebagai hadiah kemenangan.
Tentara Yunani, Kekaisaran Persia dan Kekaisaran Romawi, secara rutin memperkosa kaum perempuan maupun anak-anak lelaki di kota-kota yang ditaklukkan.[butuh rujukan] Perilaku yang sama masih terjadi bahkan hingga tahun 1990-an, ketika pasukan-pasukan Serbia yang menyerang Bosnia dan Kosovo, melakukan kampanye yang penuh perhitungan dengan memperkosa kaum perempuan dan anak-anak lelaki di daerah-daerah yang mereka kuasai.
Pemerkosaan, sebagai strategi perang, dilarang oleh hukum militer yang disusun oleh Richard II dan Henry V (masing-masing tahun 1385 dan 1419). Hukum-hukum ini merupakan dasar untuk menjatuhkan hukuman dan mengeksekusi para pemerkosa pada masa Perang Seratus Tahun (1337-1453).
C. Jenis Pemerkosaan
1. Pemerkosaan perpacaran, adalah hubungan seksual secara paksa tanpa persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.
2. Pemerkosaan dengan obat, yaitu pemerkosaan yang dilakukan dengan obat-obatan untuk membuat korbannya tidak sadar atau mabuk berat.
3. Pemerkosaan wanita, walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui, diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan pemerkosaan.
4. Pemerkosaan terhadap laki-laki, diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.
5. Pemerkosaan massal, pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.
6. Pemerkosaan anak-anak,pemerkosaan anak-anak salah satu bentuk dari pelecehan seksual terhadap anak. Ketika dilakukan oleh orang tua atau kerabat seperti kakek, paman, bibi, ayah, atau ibu ia dapat menyebabkan trauma psikologis yang parah dan berjangka panjang. Bila seorang anak diperkosa oleh seorang dewasa yang bukan anggota keluarga, tetapi merupakan pengasuh atau dalam posisi berkuasa atas anak seperti guru sekolah, pemuka agama atau terapis, trauma yang diderita bisa mirip dengan trauma hubungan sumbang.
7. Pemerkosaan dalam perang, dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang sipil.
8. Pemerkosaan oleh suami/istri, pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan seks.
9. Statutory rape, di banyak negara, hubungan seks dengan orang di bawah usia tertentu disebut statutory rape.
10. Perkosaan pada orang difabel, pemerkosaan jenis ini dilakukan oleh orang sehat pada orang difabel, yaitu orang yang memiliki keterbatasan/kelainan fisik, perkembangan, intelektual, dan/atau mental.
11. Perkosaan oleh anggota keluarga, tindak pemerkosaan yang terjadi ketika pelaku dan korban sama-sama memiliki hubungan sedarah atau disebut dengan perkosaan inses. Perkosaan inses bisa terjadi dalam keluarga inti atau keluarga besar.
D. Dampak Pemerkosaan
1. Dampak fisik
a. Memar atau luka pada tubuh
b. Perdarahan di vagina atau anus setelah dipenetrasi
c. Kesulitan berjalan
d. Sakit pada vagina, dubur, mulut, atau bagian tubuh lainnya
e. Tulang patah atau terkilir
f. Infeksi dan penyakit menular seksual
g. Kehamilan yang tidak diinginkan
h. Gangguan makan
i. Dispareunia (nyeri saat atau setelah berhubungan seksual)
j. Vaginismus, otot-otot vagina mengejang dan menutup dengan sendirinya
k. Sakit kepala tensi kambuhan
l. Gemetar
m. Mual dan muntah
n. Insomnia
o. Kematian
p. Hyperarousal
2. Dampak psikologi dan emosional
Selain fisik yang terluka, korban pemerkosaan juga bisa mengalami trauma psikologis dan emosional luar biasa. Dampak psikologis pemerkosaan pada umumnya berwujud syok (mati rasa), penarikan diri (isolasi) karena malu atau ketakutan, depresi, agresi dan agitasi (mudah marah), mudah kaget dan terkejut, paranoid, disorientasi (kebingungan dan linglung), gangguan disosiasi, PTSD, hingga gangguan cemas atau gangguan panik. Namun, antara satu orang dan yang lain bisa mengalami efek yang berbeda tergantung bagaimana masing-masing merespons peristiwa traumatis tersebut.
Korban perkosaan juga dapat mengalami sindrom trauma perkosaan atau yang disebut Rape Trauma Syndrome (RTS). RTS adalah bentuk turunan dari PTSD (gangguan stres pasca trauma) yang umumnya memengaruhi korban perempuan. Gejalanya bisa meliputi campuran dari cedera fisik dan dampak trauma psikologis. Termasuk juga ingatan kilas balik (flashbacks) dari peristiwa nahas tersebut dan peningkatan frekuensi mimpi buruk.
Berangkat dari keparahan dampak perkosaan yang mungkin dialami, banyak pula penyintas yang memiliki kecenderungan ingin bunuh diri. Mereka menganggap bahwa bunuh diri adalah cara terbaik untuk mengakhiri semua penderitaannya.
Dari berbagai sumber
Post a Comment