Pengertian Harga Diri, Aspek, Faktor, Tipe, dan Fluktuasinya

Table of Contents
Pengertian Harga Diri atau Self esteem
Harga Diri (Self esteem)

A. Pengertian Harga Diri (Self-esteem)

Harga diri (self-esteem) adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri. Penghargaan diri juga kadang dinamakan martabat diri atau gambaran diri. Harga diri merupakan cara individu menilai dirinya sendiri. Harga diri terbentuk karena berbagai faktor seperti pengalaman, persepsi, keterbatasan, hingga opini.

Harga diri atau self-esteem yang sehat dapat memengaruhi kepercayaan diri. Dalam ilmu psikologi, self-esteem atau harga diri adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan nilai personal seorang individu, terhadap dirinya sendiri. Dalam arti kata, self-esteem merujuk pada cara Anda menghargai, mengapresiasi, dan menyukai diri sendiri.

Harga diri atau self-esteem dapat berubah-ubah, ada kalanya rendah atau negatif, tapi juga bisa sehat atau positif. Kalau harga dirinya tinggi, berarti seseorang ini menganggap bahwa dirinya baik. Dia merasa berharga, layak untuk terus berusaha. Kalau rendah, berarti dia menganggap bahwa dirinya adalah seorang yang buruk. Harga diri negatif bisa merusak dan menghambat kemajuan. Bahkan, bisa menyebabkan gangguan jiwa seperti depresi dan lain sebagainya.

Harga Diri Menurut Beberapa Ahli
1. Coopersmith (dalam Ainur, 1997), harga diri adalah evaluasi yang dibuat individu mengenai sesuatu yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan dalam suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan bahwa individu tersebut meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga.
2. Blascovich dan Tomaka (dalam Coetzee, 2005), harga diri adalah komponen evaluatif dari konsep diri, representasi diri yang lebih luas sehingga mencakup aspek kognitif dan behavior yang bersifat menilai dan afektif.
3. Roman (dalam Coetzee, 2005), harga diri sebagai suatu kepercayaan diri seseorang, merupakan patokan untuk sesuatu yang terbaik bagi diri sendiri, dan bagaimana melakukannya.
4. Clements dan Bean (1995), harga diri (self-esteem) adalah penilaian-penilaian seseorang tentang dirinya sendiri dari berbagai perspektif.
5. Dariuszky (2004), harga diri (self-esteem) sebagai penilaian seseorang bahwa dirinya mampu menghadapi tantangan hidup dan mendapat kebahagiaan.
6. Santrock (1998), harga diri merupakan evaluasi individu tentang dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya sendiri apa adanya.
7. Rosenberg (1965), harga-diri (self-esteem) merupakan suatu evaluasi positif ataupun negatif terhadap diri sendiri (self).
8. Robinson (1991), harga diri adalah salah satu komponen yang lebih spesifik dari konsep diri, yang melibatkan unsur evaluasi atau penilaian terhadap diri.
9. Stuart dan Sundeen (1998), harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menilai seberapa jauh perilaku memenuhi tujuan idealnya.
10. Burn (1978), harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya tersembunyi dan tidak dinyatakan.
11. Maslow (dalam Alwisol, 2002), harga diri adalah satu bagian dari hierarki kebutuhan manusia. Harga diri ini perlu dipenuhi, sebelum beranjak memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

B. Aspek Harga Diri (Self-esteem)

Harga diri dapat kita liat dari macam-macam perilaku yang menandakannya. Untuk mengetahui seberapa tinggi seseorang menilai dirinya terdapat tiga perilaku yang bisa dilihat (Michinton, 1993) di antaranya,
1. Perasaan Terhadap Diri Sendiri, adalah bagaimana cara seseorang memandang dirinya sendiri. Orang yang harga dirinya tinggi merasa nyaman sama dirinya. Dia menerima kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri. Dia juga tidak gampang terpengaruh pendapat orang lain atas dirinya. Orang yang harga dirinya tinggi ini tidak gampang marah. Tidak gampang tersinggung.
2. Perasaan terhadap Hidup, orang dengan harga diri tinggi adalah orang yang hidup dalam realitas. Mereka menerima kenyataan yang terjadi dalam hidupnya. Orang dengan harga diri tinggi sadar bahwa semuanya terjadi karena pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena faktor orang lain.
3. Hubungan dengan Orang Lain, orang dengan harga diri tinggi memiliki toleransi dan menghargai orang lain. Daripada sibuk menjelekkan orang lain, mereka memilih melihat potensi dan kebaikan yang orang lain punya. Mereka percaya, semua orang punya hak yang sama dan patut dihormati. Mereka yang senang menjelekkan orang lain adalah mereka yang tidak nyaman dengan dirinya sendiri.

C. Faktor Pembentuk Harga Diri (Self-esteem)

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri di antaranya,
1. Usia
Setiap manusia punya fase perkembangan dari anak, remaja, dewasa awal, dewasa madya, sampai lanjut usia. Setiap fase ini punya rentang usia, dan rentang usia ini berperan dalam self esteem. Dari sebuah penelitian tentang hubungan self esteem dengan usia, disebutkan bahwa harga diri cenderung menurun di masa remaja, meningkat di usia 20 tahun, mendatar di usia 30, meningkat di rentang 50-60 tahun dan menurun di usia 70 dan 80 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 326.641 responden, dengan rentang usia 9 sampai 90 tahun.

2. Jenis Kelamin
Harga diri juga dipengaruhi sama jenis kelamin. Secara rata-rata harga diri laki-laki lebih positif dibandingkan perempuan. Hal ini diperkuat temuan Erol dan Orth (2011) yang menyebutkan jenis kelamin adalah salah satu dari tujuh faktor penentu harga diri seseorang. Major dkk (dalam Baron, Branscombe, & Byrne, 2008) menekankan bahwa perbedaan harga diri pada laki-laki dan perempuan terlihat signifikan pada kelas sosial menengah ke bawah. Untuk kelas profesional atau menengah ke atas, perbedaan harga diri ini tidak berbeda signifikan.

3. Keluarga
DeHart, Pelham, dan Tenne (dalam Baron, Branscombe, & Byrne, 2008) menyatakan bahwa orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga dengan kasih sayang yang besar cenderung memiliki harga diri yang lebih positif dibandingkan orang dewasa yang dibesarkan dengan kasih sayang yang sedikit. Penelitian lain dari Lian dan Yusoof (2009) menyebutkan bahwa keluarga yang kohesif (dekat) memberikan peningkatan pada harga diri anak.

Sejumlah penelitian juga menyebutkan pentingnya peran ayah dalam memengaruhi harga diri seseorang. Anak-anak dari keluarga tanpa ayah cenderung mengalami masalah dengan harga diri, masalah akademis, dan masalah perilaku (O’Neill, 2002). Anak yang tidak memiliki seorang dengan peran ayah cenderung bermasalah dengan prestasi di sekolah, dan mengalami kesulitan belajar (Allen dan Daly, 2002).

4. Kondisi Fisik
Coopersmith (1967) menyatakan bahwa orang dengan daya tarik fisik tinggi cenderung memiliki harga diri lebih baik dibandingkan orang dengan kondisi fisik kurang menarik. Individu yang merasa dirinya berpenampilan menarik akan merasa baik terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, cacat fisik yang mencolok bisa membuat seseorang merasa rendah diri (Hurlock, 1990).

5. Tingkat Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh Bulut, Gurkan, dan Sevil (dalam Ilmaz dan Baran, 2010) menyebutkan semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula harga diri yang dia miliki. Sebaliknya, sikap yang positif terhadap pendidikan akan menghasilkan kepercayaan diri pada seseorang. Tingginya kepercayaan diri ini berimbas pada harga diri yang meningkat.

6. Penghasilan
Menurut Baruch, Barnett, & Rivers (1983), penghasilan yang sesuai dengan usaha seseorang akan meningkatkan harga dirinya. Penelitian lain dari Aro dan Nurmi (2007) juga menyebutkan bahwa harga diri yang tinggi terlihat pada seseorang yang memiliki pekerjaan permanen dan berpenghasilan tinggi.

7. Teman Dekat
Herter (dalam Bitar, 2004) menyatakan bahwa teman dekat juga bisa mempengaruhi self-esteem. Keberadaan teman dan kemampuan mempertahankan hubungan dengan teman mampu mempengaruhi penilaian seseorang terhadap diri sendiri.

8. Kompetensi
Herter (dalam Bitar, 2004) menyatakan bahwa kemampuan/kompetensi tinggi juga memberi pengaruh pada harga diri. Ketika seseorang bisa mengerjakan suatu hal spesifik lebih baik dibandingkan orang lain, maka ia akan merasa bangga terhadap dirinya sendiri. Perasaan bangga ini meningkatkan self-esteem.

Herter sendiri menyatakan ada tiga kompetensi yang mempengaruhi harga diri: kompetensi akademis, kompetensi sosial, dan kompetensi kerja. Kompetensi akademis adalah kemampuan akademik. Kompetensi sosial adalah kemampuan dalam bersosialisasi, dan kompetensi kerja adalah keahlian lebih dalam hal pekerjaan. Pada perkembangan remaja, self esteem akan meningkat bila individu tersebut mengetahui tugas-tugas perkembangannya, dan mampu menghandle tugas tersebut. (Santrock, 2003)

9. Dukungan Sosial dan Emosional
Santrock (2002) menyatakan dukungan emosional dari orang lain mampu mempengaruhi self-esteem. Anak-anak dengan harga diri rendah sering kali berasal dari keluarga konflik, perundungan (bully) dan ditolak keberadaannya.

10. Kekuasaan
Ketika seseorang mampu mengontrol perilaku orang lain, dan diakui oleh orang lain, dia akan merasa punya kekuasaan (power). Kekuasaan ini meningkatkan harga diri orang tersebut (Mengantes, 2005). Peningkatan self-esteem itu ada, walaupun mungkin pengaruhnya beda-beda pada tiap orang.

11. Kebajikan
Ketika kita berbuat baik dan tulus, kita juga merasa baik terhadap diri kita sendiri. Rasa positif ini mempengaruhi self-esteem. Tidak hanya sebatas berbuat baik, ketika kita menaati peraturan, moral, etika, dan agama, self-esteem kamu akan meningkat pula (Mengantes, 2005).

Crocker dan Woldfe (2000) mengemukakan harga diri dipengaruhi beberapa hal di antaranya,
1. Dukungan keluarga
2. Kompetisi
3. Penampilan
4. Anugerah Tuhan
5. Kompetensi akademis
6. Nilai moral
7. Penghargaan dari orang lain

D. Tipe Harga Diri (Self-esteem)

Klasifikasi ini dibuat oleh Martin Ross, membagi self-esteem dalam lingkup yang disebut feats dan anti-feats. “Feats” memiliki atribut yang positif (kemenangan, kehormatan, kebajikan), sementara “anti-feats” adalah atribut-atribut negatif (kekalahan, rasa malu, terhina). Perihal self esteem, ada tiga tingkatan yang selalu dilewati individu di antaranya,
1. Terpecah
Individu memandang dirinya tidak berharga dan tidak layak dicintai. Ia mengalami “anti-feats”, yang di dalamnya ada rasa terhina, malu, dan pecundang. Ia mengasihani dan menghina dirinya sendiri (Gallardo, 2015; Ross, 2013). Fase ini penuh kesedihan dan ketidakberdayaan.

2. Rapuh
Pada tahap ini, individu memiliki citra diri yang positif. Namun, apabila ia masih rentan terhadap muncul “anti-feats”, sehingga individu dalam tahap ini sering merasa gugup dan secara regular melakukan mekanisme pertahanan diri (Bonet dan Bailen, 2015). Mekanisme perlindungan yang sering terjadi pada fase ini, adalah menghindari pengambilan keputusan.

Walaupun individu pada tahap ini seolah memperlihatkan kepercayaan diri yang besar, sebenarnya ia adalah kebalikannya. Kepercayaan diri yang terlihat besar adalah indikasi ketakutan mereka akan rasa tak berdaya dan rapuhnya self–esteem mereka. Mereka juga mencoba menyalahkan orang lain, demi melindungi tercorengnya image dalam diri mereka.

Mekanisme pertahanan rapuh di antaranya adalah berpura-pura “sengaja mengalah” dalam pertandingan dan atau kompetisi. Hal ini dilakukan agar orang lain mengira ia tidak butuh kemenangan, dan memperlihatkan sikap tak acuh terhadap penerimaan sosial.

3. Kuat
Individu dengan self-esteem kuat, memiliki image diri yang positif dan teguh, sehingga “anti-feats” tidak mampu menodai harga diri mereka. Tidak takut gagal, mereka terlihat rendah hati, ceria, dan tidak menyombongkan diri (Gallardo, 2015; Ross, 2013).

Mereka juga mampu berusaha dengan segenap kemampuan demi mencapai tujuan. Hal ini dapat terjadi, karena meskipun gagal, harga diri mereka tidak akan terpengaruh. Mereka mengenali kesalahan-kesalahan yang mereka buat tanpa merasa malu. Walaupun kokoh seperti karang, sesungguhnya semua tingkatan self-esteem dapat berubah, tergantung pada situasi dan kondisi dalam hidup mereka (Ross, 2013).

E. Fluktuasi Harga Diri (Self-esteem)

Harga diri cenderung berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Tentunya, hal ini normal jika pada saat-saat tertentu, Anda memiliki self-esteem yang rendah, dan di lain waktu sangat menghargai diri sendiri. Sebenarnya, harga diri atau self-esteem berada dalam suatu rentangan, dengan titik rendah dan titik tinggi yang tidak terlalu jauh. Rentangan harga diri tersebut merefleksikan cara Anda menyukai diri secara keseluruhan, dan seharusnya dapat meningkat seiring pertambahan usia.
1. Harga Diri Rendah
Apabila memiliki self-esteem yang rendah atau negatif, Anda cenderung merendahkan nilai opini dan ide yang dimiliki. Anda fokus pada kelemahan dan kesalahan yang diperbuat, dan bersikap tidak adil pada keahlian serta aset yang dimiliki. Saat memiliki harga diri yang negatif, Anda percaya bahwa orang lain lebih cerdas dan lebih baik, daripada diri sendiri.

Anda juga mungkin kesulitan dalam menerima kritikan dan saran yang positif, dari orang lain. Anda juga takut gagal, yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pengalaman masa lalu. Bahkan, individu dengan harga diri atau self-esteem rendah, memiliki perasaan malu berlebihan, hingga kecemasan dan kondisi depresi.

2. Harga Diri Sehat
Bertolak belakang dengan harga diri rendah, self-esteem sehat, membuat percaya diri dengan setiap hal yang Anda lakukan. Anda juga memandang diri sendiri dengan takaran yang akurat, termasuk menyadari kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Saat bisa menghargai diri sendiri, Anda juga bisa mengatakan tidak pada permintaan orang, jika penolakan tersebut memang harus dilakukan. Pengalaman buruk yang menimpa, juga tak memengaruhi perspektif dan cara pandang Anda.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment