Pengertian Partisipasi Politik, Tujuan, Landasan, Mode, Jenis, dan Bentuknya
Partisipasi Politik |
A. Pengertian Partisipasi politik
Partisipasi politik secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik dalam hal ini adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif (Huntington,dkk, 1994:4). Partisipasi politik menjadi salah satu aspek penting suatu demokrasi. Partisipasi politik merupakan ciri khas dari modernisasi politik. Adanya keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara, maka warga negara berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik.
Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian.
Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Partisipasi Politik dari Beberapa Sumber
1. Silvia Bolgherini, partisipasi politik " ... a series of activities related to political life, aimed at influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or contentious”. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung -- dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa.
2. Budiardjo (1982:1), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya.
3. Herbert Mc Closky (Budiardjo, 2008:183-184), partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela (voluntary) dari warga masyarakat melalui cara mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembuatan atau pembentukan kebijakan umum.
4. Ramlan Surbakti (1992:140), partisipasi politik sebagai keterlibatan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
B. Tujuan Partisipasi Politik
Partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi mekanisme pemerintah, namun selain itu juga perlu diperjelas bahwa partisipasi politik memiliki kepentingan lain yaitu sebagai alat kontrol bagi berjalannya suatu sistem. Bahkan lebih jauh lagi bahwa partisipasi politik adalah suatu media untuk mengembangkan sistem politik, agar mekanisme politik itu hidup dan berjalan sesuai dengan prosesnya. Pada akhirnya sistem politik dapat berjalan ke arah tujuan dengan stabil dan sukses.
C. Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik di antaranya,
1. Kelas, individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
2. Kelompok atau komunal, individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.
3. Lingkungan, individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
4. Partai, individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan
5. Golongan atau faksi, individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
D. Mode Partisipasi Politik
Mode partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 bagian besar yaitu Conventional dan Unconventional.
1. Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an.
2. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students protest), dan teror.
E. Jenis Partisipasi Politik
Secara umum partisipasi politik sebagai kegiatan dibedakan menjadi (Rahman H.I, 2007:288) beberapa jenis di antaranya,
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output.
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti hanya menaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap sistem politik yang ada menyimpang dari yang dicita-citakan.
Sedangkan menurut Milbrath dan Goel (Cholisin, 2007:152), membedakan partisipasi politik menjadi beberapa jenis di antaranya,
1. Partisipasi politik apatis, orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.
2. Partisipasi politik spector, orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum.
3. Partisipasi politik gladiator, mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye dan aktivis masyarakat.
4. Partisipasi politik pengkritik, orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.
F. Bentuk Partisipasi Politik
Menurut Mas’oed dan MacAndrews (2000:225) partisipasi politik masyarakat secara umum dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk di antaranya,
1. Electroral activity, yaitu segala bentuk kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pemilihan. Termasuk dalam kategori ini adalah ikut serta dalam memberikan sumbangan untuk kampanye, menjadi sukarelawan dalam kegiatan kampanye, ikut mengambil bagian dalam kampanye atau rally politik sebuah partai, mengajak seseorang untuk mendukung dan memilih sebuah partai atau calon pemimpin, memberikan suara dalam pemilihan, mengawasi pemberian dan penghitungan suara, menilai calon-calon yang diajukan dan lain-lainnya.
2. Lobbying, yaitu tindakan dari seseorang atau sekelompok orang untuk menghubungi pejabat pemerintah ataupun tokoh politik dengan tujuan untuk mempengaruhinya menyangkut masalah tertentu.
3. Organizational activity, yaitu keterlibatan warga masyarakat ke dalam organisasi sosial dan politik, apakah ia sebagai pemimpin, aktivis, atau sebagai anggota biasa.
4. Contacting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan secara langsung pejabat pemerintah atau tokoh politik, baik dilakukan secara individu maupun kelompok orang yang kecil jumlahnya. Biasanya, dengan bentuk partisipasi seperti ini akan mendatangkan manfaat bagi yang orang yang melakukannya.
5. Violance, yaitu dengan cara-cara kekerasan untuk mempengaruhi pemerintah, yaitu dengan cara kekerasan, pengacauan dan pengrusakan.
Sedangkan Dalton (2009) mengelompokkan bentuk partisipasi politik di antaranya,
1. Voting, yaitu bentuk-bentuk partisipasi politik yang terkait dengan pemilihan (voting/electing). Voting adalah bentuk yang paling sederhana untuk mengukur partisipasi.
2. Campaign activity, yaitu aktivitas kampanye yang mewakili bentuk-bentuk partisipasi yang merupakan perluasan dari pemilihan (extension of electoral participation). Termasuk di dalamnya bekerja untuk partai atau seorang kandidat, menghadiri pertemuan-pertemuan kampanye, melakukan persuasi terhadap orang lain untuk memilih, dan segala bentuk aktivitas selama dan antara pemilihan.
3. Communal Activity, bentuk-bentuk partisipasi ini berbeda dengan aktivitas kampanye karena aktivitas komunal mengambil tempat di luar setting pemilihan (out side electoral setting). Termasuk keterlibatan dalam kelompok-kelompok masyarakat yang interest dan concern dengan kebijakan umum seperti kelompok studi lingkungan, kelompok wanita, atau proteksi terhadap konsumen.
4. Contacting personal on personal matters, bentuk partisipasi ini berupa individu melakukan kontak terhadap seseorang terkait dengan suatu materi tertentu yang melekat pada orang tersebut. Diperlukan inisiatif dan informasi yang tinggi terkait isu yang spesifik, dalam kontak yang bersifat perseorangan ini. Bentuk partisipasi ini sering kali digunakan untuk membangun pengertian, kepercayaan, mencari koneksi, ataupun membangun jaringan.
5. Protest, yaitu bentuk-bentuk partisipasi yang unconventional seperti demonstrasi dan gerakan protes. Walaupun individu-individu yang memilih bentuk partisipasi ini sering berada di luar jalur/saluran yang normal, namun mereka sering kali menjadi bagian penting dalam proses demokratisasi.
Dari berbagai sumber
Post a Comment