Pengertian Kemiskinan Kultural, Contoh, dan Upaya Penanggulangannya
Kemiskinan Kultural |
A. Pengertian Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural merupakan bentuk kemiskinan yang terjadi akibat adanya sikap dan unsur budaya masyarakat yang cenderung santai dan tidak memiliki motivasi untuk memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Kebudayaan kemiskinan merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya.
Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol. Di tingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah. Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut.
Kebudayaan kemiskinan merupakan efek domino dari belenggu kemiskinan struktural yang menghinggapi masyarakat terlalu lama, sehingga membuat masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi adalah takdir, dalam konteks keagamaan disebut dengan paham Jabariah, terlebih paham ini disebarkan dan didoktrinasikan dalam mimbar agama. Contoh kemiskinan ini ada pada masyarakat pedesaan, komunitas kepercayaan atau agama, dan kalangan marginal lainnya.
Kemiskinan kultural di masyarakat sering kali juga diakibatkan oleh adanya budaya gadai menggadai dan hutang menghutang untuk dapat hidup serta tidak adanya kesetiaan terhadap satu jenis pekerjaan. Pola hidup pada masyarakat ketika panen raya, adat istiadat yang konsumtif seperti berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai di luar kemampuan dikarenakan prestise dan keharusan budaya juga turut melanggengkan kemiskinan di masyarakat.
Kemiskinan Kultural Menurut Ahli
1. Menurut Oscar Lewis, kemiskinan kultural terdiri dari nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola kelakuan yang adaptif terhadap lingkungan hidup yang serba kekurangan yang menghasilkan adanya diskriminasi, ketakutan, kecurigaan dan apatis. Pada lingkungan masyarakat miskin sering kali muncul sikap pemberontakan tersembunyi terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap masyarakat, tetapi di lain pihak juga terdapat sikap-sikap masa bodoh dan pasrah kepada nasibnya sendiri dan pasrah serta tunduk kepada mereka yang mempunyai kekuasaan ekonomi dan sosial. Begitu mudah mereka mengikuti petunjuk tetapi dengan mudah melupakannya, apalagi kalau dirasakan sebagai beban hidup atau tidak menguntungkan mereka.
2. Menurut Putu Ayu Pramitha Purwanti, kebijakan program penanggulangan kemiskinan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah ternyata telah menyentuh banyak masyarakat miskin namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Lebih lanjut menurutnya hal ini dikarenakan program penanggulangan masih berorientasi pada aspek ekonomi semata. Sedangkan pada kenyataan yang ada bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah multi dimensi sehingga program penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tapi juga aspek lainnya secara holistik. Oleh karena itu, menurut penulis agaknya perlu inisiatif baru penanggulangan kemiskinan yaitu dengan melibatkan aspek pendidikan dan kebudayaan terutama terkait dengan program pendidikan karakter. Selain itu pendidikan karakter ini juga mengandung arti sebagai upaya sungguh-sungguh untuk merubah watak dan perilaku masyarakat dalam rangka pembentukan karakter bangsa (national character)
B. Contoh Kemiskinan Kultural
1. Kepercayaan masyarakat pada pepatah banyak anak banyak rezeki yang mendorong masyarakat memiliki banyak anak, namun dalam kesehariannya.
2. Adanya anggapan bahwa rezeki telah diatur oleh Tuhan. Sehingga, masyarakat lebih menerima nasib dibanding berusaha.
3. Budaya masyarakat yang koruptif yang menyebabkan orang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin.
4. Suku Baduy yang hingga saat ini mempertahankan adat istiadat dan menolak adanya kemajuan jaman teknologi.
5. Masyarakat yang bertahan dalam lingkar kemiskinan dan mengharapkan bantuan dari pemerintah.
6. Merasa bahwa diri tidak memiliki potensi dalam pekerjaan sehingga memilih untuk menganggur.
7. Memiliki sikap bermalas-malasan dan tidak cekatan dalam mengambil peluang dalam lapangan pekerjaan.
8. Mempergunakan uang untuk kesenangan semata dan mengabaikan kehidupan selanjutnya.
9. Memilih untuk mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
10. Mengandalkan harta yang dimiliki oleh orang tua untuk keberlangsungan hidupnya.
C. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kultural
Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) di antaranya,
1. Kebijakan tidak langsung yang meliputi
a. Upaya menciptakan ketenteraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial dan politik
b. Mengendalikan jumlah penduduk
c. Melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan.
2. Kebijakan langsung yang meliputi
a. Pengembangan data base dalam penentuan kelompok sasaran
b. Penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan)
c. Penciptaan kesempatan kerja
d. Program pembangunan wilayah
e. Pelayanan perkreditan.
Berangkat dari rumusan kebijakan di atas, diperlukan strategi yang terukur dan terencana serta pelaksanaan yang efektif dalam menanggulangi kemiskinan kultural. Hal ini disebabkan sasaran yang dituju dalam penanganan kemiskinan budaya lebih terkait dengan faktor budaya masyarakat. Adapun untuk merubah gaya hidup, perilaku ataupun budaya masyarakat tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Budaya yang ada dalam masyarakat merupakan sesuatu yang telah lama berkembang dan mengalami proses pewarisan antar generasi.
Dikarenakan kemiskinan kultural muncul akibat gaya hidup dan perilaku yang memiskinkan, maka strategi pengentasannya menggunakan pengembangan pendidikan watak dan karakter. Pendidikan model ini atau yang lebih dikenal dengan pendidikan karakter bertujuan untuk memberikan kesadaran kritis tentang kemiskinan itu sendiri sekaligus menumbuhkan nilai-nilai baru yang bersifat produktif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dengan pendidikan karakter ini diharapkan nantinya akan menumbuhkan nilai-nilainya budaya hemat, produktif, kerja keras dan semangat pantang menyerah. Pembentukan karakter positif tersebut dihasilkan melalui internalisasi nilai-nilai positif baik itu melewati jalur formal, informal, maupun nonformal.
Dari berbagai sumber
Post a Comment