Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi |
Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagai ilmu yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainómenon, yang tampak, dan lógos, ilmu. Demikian fenomenologi adalah sebuah disiplin ilmu dan studi inkuiri deskriptif yang meletakkan perhatiannya pada studi atas penampakan (fenomena), akuisisi pengalaman, dan kesadaran.
Dengan kata lain, fenomenologi merupakan studi mengenai pengalaman dan bagaimana pengalaman tersebut terbentuk. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman subjektif dan intensionalitasnya. Studi ini kemudian mengarahkan pada analisis kondisi kemungkinan intensionalitas, latar belakang praktik sosial, dan analisis bahasa. Studi fenomenologi didasarkan pada premis bahwa realitas terdiri atas objek dan penampakan kejadian (fenomena) yang dicerap atau dimengerti oleh kesadaran.
Sejarah Fenomenologi
Fenomenologi didirikan pada awal abad ke-20 oleh Edmund Husserl dan dikembangkan oleh lingkar studi pengikut ide Husserlian di universitas di Göttingen dan Munich di Jerman (Edith Stein, Eugen Fink, Martin Heidegger, Max Scheler, Nicolai Hartmann, Roman Ingarden) dan khususnya di Prancis (Paul Ricœur, Emmanuel Levinas, Jean-Paul Sartre, Maurice Merleau-Ponty) dan di Amerika Serikat (Alfred Schütz, Eric Voegelin), meski diiringi dengan kritik yang menjauhkannya dari ide awal Husserlian tanpa menghilangkan ide fondasi yang melandasinya. Dalam konsepsi Husserl, fenomenologi berpusat pada refleksi sistematis dan studi struktur kesadaran dan fenomena yang tampak pada pikiran.
Kata "fenomena" sebenarnya telah ada sejak Yunani Kuno yang berarti "hal yang tampak dan tercerap oleh indra". Pemaknaan terma "fenomenologi" telah digunakan sejak mazhab skeptik yang telah menghambat ide dogmatisme metafisis mazhab pemikiran sebelumnya seperti Parmenides. Dalam sejarah kefilsafatan, terma "fenomenologi" memiliki sekurangnya tiga makna utama. Pertama adalah fenomenologi G. W. F. Hegel, kemudian dalam tulisan Edmund Husserl pada tahun 1920, dan ketiga dalam tulisan mantan asisten riset Husserl Martin Heidegger pada tahun 1927. Meski terma fenomenologi dipakai di banyak karya sebelum Husserl, pemaknaan kontemporer atas fenomenologi umumnya terkait pada metode Husserlian.
Dalam Kritik der reinen Vernunft, Immanuel Kant (1724–1804) juga menggunakan terma fenomenologi untuk menunjuk pada batas reseptif pengetahuan atas realitas. Kant membagi realitas objek menjadi dua: pertama, objek atas fenomena, yang manusia dapat cerap dan paham oleh indra dan budi, dan; kedua, objek "pada dirinya sendiri" (an sich) atau noumena, yang tak tampak di ruang dan waktu sehingga penilaian absah atas noumena tak dapat dilakukan. Dalam perkembangan lebih lanjut, Hegel (1770–1831), dalam Phänomenologie des Geistes, menyatakan bahwa fenomenologi dimengerti sebagai eksplorasi yang tampak (fenomena) untuk mengetahui apa yang tak tampak di balik fenomena. Pendekatan Hegel ini disebut fenomenologi dialektis.
Franz Brentano (1838–1917) menggunakan terma fenomenologi sebagai psikologi deskriptif. Selain itu, Carl Stumpf (1848–1936), murid Brentano dan mentor Edmund Husserl, menggunakan terma fenomenologi sebagai terma yang merujuk pada pembahasan ontologi atas konten sensori. Akan tetapi, fenomenologi baru menjadi suatu bahasan dan metode filsafat kontemporer independen setelah Husserl (1859–1938) menegakkannya pada awal abad ke-20. Pada awalnya, Husserl mendirikan fenomenologi sebagai pembahasan "psikologi deskriptif" dan berkembang menjadi ilmu transendental dan eidetis atas kesadaran. Max Scheler (1874–1928) kemudian mengembangkan lebih lanjut metode fenomenologi Husserl dan memperluas cakupan fenomenologi pada reduksi atas metode saintifik.
Sumber. https://id.wikipedia.org
Post a Comment