Pengertian Penelitian Evaluasi, Ciri, Fungsi, Tujuan, Prosedur, dan Modelnya
Penelitian Evaluasi |
A. Pengertian Penelitian Evaluasi
Penelitian evaluasi adalah bentuk penelitian terapan-penelitian ini dimaksudkan untuk memiliki efek bagi dunia nyata. Evaluasi merupakan penilaian sistematis tentang nilai atau nilai waktu, uang, upaya, dan sumber daya yang dihabiskan untuk mencapai suatu tujuan.
Demikian, penelitian evaluasi adalah suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mengukur hasil program atau proyek (efektivitas suatu program), apakah telah sesuai dengan tujuan yang direncanakan atau tidak, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji pelaksanaan program yang dilakukan secara objektif.
B. Ciri Penelitian Evaluasi
Adapun ciri-ciri penelitian evaluatif di antaranya,
1. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya.
2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti berpikir secara sistemis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri atas beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi, bagi pengawas ialah keberhasilan program pembinaan.
3. Agar bisa mengetahui secara detail kondisi dari objek yang dievaluasi, maka diperlukan adanya identifikasi terhadap komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.
4. Menggunakan standar, kriteria, atau tolok ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi real dari data yang didapatkan dan untuk mengambil kesimpulan.
5. Kesimpulan atau hasil penelitian dipergunakan untuk masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang sudah ditentukan, atau dengan kata lain, dalam melakukan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolok ukur.
6. Agar informasi yang didapatkan bisa menggambarkan kondisi real secara detail untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka diperlukan adanya identifikasi terhadap komponen, yang selanjutnya melakukan identifikasi terhadap sub komponen, dan identifikasi pada indikator dari program yang dievaluasi.
7. Standar, kriteria atau tolok ukur, diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan.
8. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.
C. Fungsi dan Tujuan Penelitian Evaluasi
Menurut Michael Scriven (dalam Arikunto, 2007: 222-223) secara garis besar fungsi penelitian evaluasi dapat dibedakan menjadi dua di antaranya,
1. Evaluasi formatif difungsikan sebagai pengumpulan data pada waktu pendidikan masih berlangsung. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk “membentuk” (to form) dan memodifikasi program kegiatan. Jika pada pertengahan kegiatan sudah diketahui hal-hal apa yang negatif dan para pengambil keputusan sudah dapat menentukan sikap tentang kegiatan yang sedang berlangsung maka terjadinya pemborosan yang mungkin akan terjadi, dapat dicegah.
2. Evaluasi sumatif dilangsungkan jika program kegiatan sudah betul-betul selesai dilaksanakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menentukan sejauh mana sesuatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan program-program yang lain. Penilaian sumatif bermanfaat datanya bagi para pendidik yang akan mengadopsi program yang dievaluasi berkenaan dengan hasil, program atau prosedur.
Pada prinsipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak tujuan program yang akan dievaluasi (Dwiyogo, 2006: 50). Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap komponen dari program.
D. Prosedur Penelitian Evaluasi
Prosedur penelitian evaluasi menurut Suharsimi Arikunto (2007: 299-230) di antaranya,
1. Peneliti mengadakan pengkajian terhadap buku-buku, lapangan dan menggali informasi dari para pakar untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang akan diteliti.
2. Peneliti merumuskan problematika penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian setelah terlebih dahulu mengkaji lagi sumber-sumber yang relevan untuk memperoleh ketajaman problematika.
3. Peneliti menyusun proposal penelitian dengan mencantumkan latar belakang masalah, alasan mengadakan penelitian, problematika, tujuan, hipotesis ( disertai dengan dukungan teori dan penemuan-penemuan penelitian), metodologi penelitian yang memuat subjek penelitian (populasi dan sampel dengan rincian besarnya sampel, teknik sampling dan siapa sampel penelitiannya), instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.
4. Peneliti mengatur perencanaan penelitian, menyusun instrumen, menyiapkan kancah penelitian dan melaksanakan uji coba instrumen.
5. Pelaksanaan penelitian dalam bentuk yang disesuaikan dengan model penelitian yang telah dipilih. Dalam penelitian evaluasi peneliti mungkin mengambil model eksperimen murni (jika persyaratan-persyaratan terpenuhi) atau model eksperimen pura-pura. Dalam hal ini penelitian berpikir bahwa dalam mengevaluasi program dipikirkan mesti ada sesuatu yang dilaksanakan. Peneliti mengukur tingkat keberhasilan perlakuan yang dilaksanakan dalam program yang dievaluasi. Dalam hal ini peneliti telah mengkaji rencana pengelola program melalui sasaran yang dikehendaki sesudah perlakuan diberikan. Dengan kata lain pelaksana penelitian evaluasi sudah menyiapkan tolok ukur.
6. Peneliti mengumpulkan data dengan instrumen yang telah disusun berdasarkan rincian komponen-komponen yang akan dievaluasi.
7. Menganalisis data yang terkumpul dengan menerapkan tolok ukur yang telah dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pengelola program.
8. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan atas gambaran sejauh mana data sesuai dengan tolok ukur.
9. Informasi mengenai hasil penelitian evaluasi disampaikan kepada pengelola program atau pihak yang minta bantuan kepada peneliti evaluasi. Evaluasi tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi tindak lanjut program yang dievaluasi. Wujud tindak lanjut ada tiga alternatif di antaranya,
a. Program disebarluaskan karena dipandang baik
b. Program direvisi karena ada hal-hal yang belum sesuai dengan tolol ukur yang dikehendaki
c. Program dihentikan karena ada bukti bahwa kurang atau tidak baik.
E. Model Evaluasi
Terdapat beberapa model evaluasi sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program di antaranya,
1. Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program (Fuddin, 2007). Mbulu (1995: 62) model CIPP merupakan singkatan (akronim) dari contect evaluation, input evaluation, process evaluation, dan product evaluation yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kawan-kawannya pada tahun 1968 di Ohio State University dan berorientasi pada pengambilan keputusan.
a. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis, 1989: 10-11). Evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran program dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi (Edison, 2009). Mbulu (1994/1995: 62-63) evaluasi konteks meliputi:
a) Analisis masalah/kebutuhan yang berhubungan dengan lingkungan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan.
b) Menggambarkan secara jelas dan terperinci tujuan program yang akan memperkecil kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap kebutuhan-kebutuhan, tujuan pemenuhan kebutuhan serta karakteristik individu yang melaksanakan evaluasi.
b. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya (Tayibnapis, 1989: 11). Evaluasi ini digunakan dalam pelaksanaan program, diadakan penjadwalan dan prosedur pelaksanaannya (Mbulu, 1994/1995: 63). Edison (2009) evaluasi masukan dilaksanakan dengan tujuan dapat menilai relevansi rancangan program, strategi yang dipilih, prosedur, sumber baik yang berupa manusia (guru, siswa) atau mata pelajaran serta sarana prasarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Singkatnya masukan (input) merupakan model yang digunakan untuk menentukan bagaimana cara agar penggunaan sumberdaya yang ada bisa mencapai tujuan serta secara esensial memberikan informasi tentang apakah perlu mencari bantuan dari pihak lain atau tidak. Aspek input juga membantu menentukan prosedur dan desain untuk mengimplementasikan program.
c. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasi keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki (Tayibnapis, 1989; 11). Mbulu (1994/1995: 63) evaluasi proses dipergunakan untuk membantu memberikan dan menyediakan informasi balikan dalam rangka mengimplementasi keputusan, sampai sejauh mana rencana-rencana atau tindakan-tindakan yang hendak dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan program sudah sesuai dengan prosedur dan penjadwalan yang ditetapkan. Evaluasi Proses dilaksanakan dengan harapan dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana program telah diimplementasikan sehari- hari di dalam maupun di luar kelas, pengalaman belajar apa saja yang telah diperoleh siswa, serta bagaimana kesiapan guru dan siswa dalam implementasi program tersebut dan untuk memperbaiki kualitas program dari program yang berjalan serta memberikan informasi sebagai alat untuk menilai apakah sebuah proyek relatif sukses/gagal (Edison, 2009).
d. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan? (Tayibnapis, 1989: 11). Edison (2009) evaluasi produk mengakomodasi informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai dan juga untuk menentukan jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya berhenti, modifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk yang seperti sekarang. Evaluasi produk meliputi penentuan dan penilaian dampak umum dan khusus suatu program, mengukur dampak yang terantisipasi, mengidentifikasi dampak yang tak terantisipasi, memperkirakan kebaikan program serta mengukur efektivitas program. Mbulu (1994/1995: 64) jenis evaluasi produk digunakan untuk: a. menolong keputusan selanjutnya, seberapa besar hasil yang telah dicapai dan apa yang akan dilakukan setelah program dilaksanakan. b. mengukur keberhasilan pencapaian tujuan program yang telah ditetapkan.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Model evaluasi untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program dengan menggunakan evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk.
2. Model Evaluasi UCLA
Tayibnapis (1989: 11) Alkin (1969) menulis tentang kerangka kerja evaluasi yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dan memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan lima macam evaluasi di antaranya,
a. System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu (1994/1995: 83) system assessment, berfungsi memberikan informasi mengenai keadaan atau profil program.
b. Program plannin, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program (Tayibnapis. 1989: 11).
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan? (Tayibnapis. 1989: 11).
d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu (1994/1995: 83) program improvement, berfungsi memberikan informasi tentang bagaimana program tersebut bermanfaat dan bagaimana program dapat dilaksanakan.
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program(Tayibnapis. 1989: 11).
3. Model evaluasi Brinkerhoff
Model ini dikembangkan oleh Brinkerhoff dan kawan-kawan, dengan mengemukakan tiga jenis desain (dalam Dwiyogo, 2006: 54) di antaranya,
a. Fixed vs Emergant evaluation design. Desain fixed ditentukan dan direncanakan secara sistematis dan desainnya dikembangkan dengan mengacu pada tujuan program. Rencana analisis dibuat sebelumnya di mana si pemakai akan menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Strategi pengumpulan informasi dalam desain ini menggunakan tes, angket, lembar wawancara. Berbeda dengan desain fixed, desain emergent dibuat dengan maksud menangkap fenomena yang sedang berlangsung yang berpengaruh terhadap program seperti masukan-masukan baru. Pada prinsipnya desain ini terus berkembang sesuai dengan kondisi dan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan.
b. Formatif vs Summative evaluation. Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh data bagi keperluan revisi program, sedangkan evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu program. Pada evaluasi sumatif fokus evaluasi ditujukan pada variabel-variabel yang dipandang penting dan berkaitan dengan kebutuhan pengambilan keputusan.
c. Desain eksperimental dan Quasi eksperimental vs Natural inquiry. Desain eksperimental, quasi eksperimental dan natural inquiry desain merupakan hasil adopsi dari disiplin penelitian. Desain eksperimental dan quasi eksperimental digunakan untuk menilai suatu program yang baru diujicobakan. Sedangkan natural inquiry dilakukan dengan cara evaluator terlibat langsung dengan sumber-sumber informasi serta program yang dilaksanakannya.
4. Model Evaluasi Stake
Model ini dikembangkan oleh Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Descriptions dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu: Antecedents (context), transaction (process), dan Outcomes (output) (Tayibnapis. 1989: 11).
Mbulu (1994/1995: 74-75): Tahap pendahuluan (antecedents) menyangkut kondisi yang terlebih dahulu ada sampai pada saat dilakukan instruksi yang dihubungkan dengan hasil yang dicapai. Tahap transaksi (transactions) menyangkut proses dilakukannya instruksi dan hasil yang diperoleh adalah karena pengaruh dari proses tersebut. Tahap outcomes menyangkut hasil yang dicapai setelah program diimplementasikan serta untuk menentukan langkah kerja selanjutnya.
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut, untuk menilai manfaat program (Tayibnapis,1989:16-17).
Dari berbagai sumber
Post a Comment