Pengertian Hukuman (Punishment), Fungsi, Tujuan, Bentuk, Jenis, Prinsip dan Syaratnya

Table of Contents
Pengertian Hukuman atau Punishment
Hukuman (Punishment)

A. Pengertian Hukuman (Punishment)

Hukuman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya; keputusan yang dijatuhkan oleh hakim; hasil atau akibat menghukum. Hukuman dalam Bahasa Inggris punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum.

Istilah punishment sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu punire yang berarti menjatuhkan hukuman kepada seseorang karena bersalah, melakukan kejahatan atau pelanggaran dalam masalah ganjaran dan hukuman. Kata punishment dalam bahasa Inggris, juga disamakan dengan istilah law (hukuman) atau siksaan. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respons atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.

Hukuman (punishment) merupakan bentuk prosedur atau tindakan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas kesalahan, pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukan dalam bentuk reinforcement negatif atau penderitaan dalam rangka pembinaan dan perbaikan tingkah laku sehingga tidak terulang kembali di kemudian hari. Melalui punishment diharapkan seseorang atau kelompok yang melakukan kesalahan dapat menyadari perbuatannya, sehingga menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah tindakan. Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan.

Pengertian Hukuman (Punishment) Menurut Beberapa Ahli
1. Sardiman (2011), punishment adalah salah satu bentuk reinforcement negatif yang menjadi alat motivasi jika diberikan secara tepat dan bijak sesuai dengan prinsip-prinsip pemberian hukuman.
2. Abu dan Supriyono (2013), punishment adalah prosedur yang dilakukan untuk memperbaiki tingkah laku yang tak diinginkan dalam waktu singkat dan dilakukan dengan bijaksana.
3. Purwanto (2006), punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.
4. Sadulloh (2011), punishment adalah sesuatu yang diberikan karena anak berbuat kesalahan, anak melanggar suatu aturan yang berlaku, sehingga dengan diberikannya hukuman, anak tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, dan hukuman diberikan sebagai suatu pembinaan bagi anak untuk menjadi pribadi susila.
5. Sabri (1999), punishment adalah tindakan pendidik yang sengaja dan secara sadar diberikan kepada anak didik yang melakukan suatu kesalahan, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji dalam hatinya untuk tidak mengulanginya.

B. Fungsi Hukuman (Punishment)

Menurut Wiyani (2013), fungsi punishment atau hukuman di antaranya,
1. Hukuman adalah menghalangi. Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
2. Hukuman adalah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman.
3. Memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima oleh masyarakat. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut.

C. Tujuan Hukuman (Punishment)

Tujuan punishment adalah untuk mencegah, mengoreksi, dan memberikan kesadaran kepada seseorang agar mereka memahami kesalahannya sekaligus memperbaikinya dan tidak mengulanginya di kemudian hari. Menurut Purwanto (2006), tujuan pemberian punishment di antaranya,
1. Teori Pembalasan, punishment diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan di sekolah.
2. Teori Perbaikan, punishment diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi asumsi ini ialah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi.
3. Teori Perlindungan, punishment diadakan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh si pelanggar.
4. Teori Ganti Kerugian, punishment diadakan untuk menggantikan kerugian yang telah diderita akibat kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. Punishment ini banyak dilakukan dalam masyarakat atau pemerintahan. Dalam proses pendidikan, teori ini masih belum cukup, sebab dengan punishment semacam itu anak mungkin menjadi tidak merasa bersalah atau berdosa karena kesalahannya itu telah terbayar dengan punishment.
5. Teori Menakut-nakuti, punishment diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar akan akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu dan mau meninggalkannya.

D. Bentuk Hukuman (Punishment)

Menurut Tafsir (2004), berdasarkan tingkat perkembangan anak, punishment atau hukuman dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu:
1. Punishment Asosiatif, umumnya orang mengasosiasikan antara punishment (hukuman) dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh punishment (hukuman) dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya orang atau anak menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.
2. Punishment Logis, hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak besar. Dengan punishment (hukuman) ini, anak mengerti bahwa punishment (hukuman) itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik.
3. Punishment Normatif, adalah punishment (hukuman) yang bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Punishment (hukuman) ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu, dan mencuri. Jadi, punishment (hukuman) normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-anak. Dengan hubungan ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak, menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah, dan memperkuat kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan.

Menurut Sabri (1999), berdasarkan efek yang diberikan, hukuman atau punishment dibagi dalam tiga bentuk di antaranya,
1. Punishment Badan, yaitu hukuman yang dikenakan terhadap badan seperti pukulan. Hukuman jenis ini memiliki efek yang membekas berupa rasa sakit di badan atau fisik yang diberi hukuman.
2. Punishment Perasaan, seperti ejekan bagi siswa yang melanggar, dipermalukan, dan dimaki. Hukuman jenis ini tidak menciderai fisik atau badan seseorang namun lebih kepada efek emosi dalam hati seseorang karena melakukan pelanggaran.
3. Punishment Intelektual, yaitu hukuman yang diberikan berupa kegiatan tertentu sebagai punishment dengan pertimbangan kegiatan tersebut dapat membawanya ke arah perbaikan. Hukuman jenis ini tidak memberikan efek negatif baik cidera badan ataupun melukai emosi.

E. Jenis Hukuman (Punishment)

Menurut Purwanto (2006), berdasarkan fungsinya hukuman atau punishment dibagi dalam dua jenis di antaranya,
1. Hukuman Preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran, sehingga hukuman ini dilakukan sebelum pelanggaran itu dilakukan.
2. Hukuman Represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya pelanggaran. Hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan.

Menurut Hartono (2017), berdasarkan bentuk tindakan yang diberikan, hukuman atau punishment dibagi dalam tiga jenis di antaranya,
1. Hukuman Presentasi, adalah penggunaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau rangsangan yang tidak disukai, seperti siswa disuruh menulis seperti "Saya tidak akan mengganggu kelas" 100 kali atau cacian atau tamparan, serta bisa juga bentakan.
2. Hukuman Penghapusan, adalah menghapus penguatan, contohnya yaitu siswa dihukum dengan tidak boleh beristirahat, berdiri di depan kelas, atau dihilangkan hak-haknya.
3. Time out, adalah menghukum siswa yang tingkah lakunya melanggar tata tertib kelas dengan menyuruh berdiri di sudut kelas, dengan tujuan agar tingkah laku nakal itu dapat hilang atau agar siswa lain terhindar dari tingkah lakunya yang nakal.

F. Prinsip Hukuman (Punishment)

Menurut M. J Langeveld (Kompri, 2016), dalam memberikan suatu hukuman atau punishment, hendaknya berpedoman kepada prinsip Punitur, Quia Peccatum est, yang artinya dihukum karena telah bersalah, serta Punitur, ne Peccatum yang artinya dihukum agar tidak lagi berbuat kesalahan. Selain itu terdapat beberapa prinsip yang harus dipegang dalam pemberian hukuman atau punishment di antaranya,
1. Hukuman hendaknya dapat dirasakan sebagai suatu yang tidak enak atau mencekam pada waktu dikenakan, sehingga subjek hukuman menyadari bahwa pemberi hukuman berharap agar ia menghentikan perbuatan yang menyimpang tersebut.
2. Pemberian hukuman hendaknya dengan bijaksana, hati-hati, dan teliti agar subjek hukuman tidak menaruh sakit hati pada pemberi hukuman.
3. Hukuman hendaknya dapat diberikan dalam ukuran yang sekecil-kecilnya dengan bobot seringan-ringannya tetapi sudah cukup dirasakan oleh subjek penerima hukuman sebagai alat untuk memotivasi pengurangan perilaku menyimpang.
4. Pemberian hukuman hendaknya dikombinasikan dengan pernyataan positif, seperti agar subjek menaati peraturan.
5. Hendaknya pemberian hukuman disertai dengan sesuatu yang positif yang akan diberikan kepada subjek penerima hukuman setelah mereka menunjukkan bahwa perilakunya sudah berubah.

G. Syarat Hukuman (Punishment)

Selain itu terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum memberikan sebuah hukuman atau punishment kepada seseorang di antaranya,
1. Kepercayaan terlebih dahulu kemudian hukuman. Metode terbaik yang harus diprioritaskan adalah memberikan kepercayaan kepada anak. Memberikan kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan kesalahan-kesalahannya, tetapi sebaliknya kita memberikan pengakuan bahwa kita yakin mereka tidak berniat melakukan kesalahan tersebut, mereka hanya khilaf atau mendapat pengaruh dari luar.
2. Hukuman disandarkan pada perilaku. Sebagaimana halnya pemberian hadiah yang harus disandarkan pada perilaku, maka demikian halnya hukuman, bahwa hukuman harus berawal dari penilaian terhadap perilaku anak, bukan pelakunya. Setiap anak bahkan orang dewasa sekalipun tidak akan pernah mau dicap jelek, meski mereka melakukan suatu kesalahan.
3. Menghukum tanpa emosi. Kesalahan yang paling sering dilakukan orang tua dan pendidik adalah ketika mereka menghukum anak disertai dengan emosi kemarahan. Bahkan emosi kemarahan itulah yang menjadi penyebab timbulnya keinginan untuk menghukum. Dalam kondisi ini, tujuan sebenarnya dari pemberian hukuman yang menginginkan adanya penyadaran agar anak tak lagi melakukan kesalahan, menjadi tak efektif.
4. Hukuman sudah disepakati. Suatu pantangan memberikan hukuman kepada anak, dalam keadaan anak tidak menyangka ia akan menerima hukuman, dan ia dalam kondisi yang tidak siap. Mendialogkan peraturan dan hukuman dengan anak, memiliki arti yang sangat besar bagi si anak. Selain kesiapan menerima hukuman ketika melanggar juga suatu pembelajaran untuk menghargai orang lain karena ia dihargai oleh orang tuanya. 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment