Pengertian Homoseksualitas, Etimologis, Jenis, Faktor Penyebab, dan Tahap Pembentukannya

Table of Contents
Pengertian Homoseksualitas
Homoseksualitas

A. Pengertian Homoseksualitas

Homoseksual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama. Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbian untuk perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta sesama jenis, meskipun gay dapat merujuk pada laki-laki atau perempuan.

Menurut Soekanto (1990:381), homoseksual diartikan sebagai orang yang mengalami ketertarikan emosional, romantik, seksual atau rasa sayang terhadap sejenis. Secara sosiologis, homoseksual merupakan seseorang yang cenderung mengutamakan orang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Sementara itu menurut Nietzel dkk (1998:489), homoseksual adalah ketertarikan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya, yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku seksual dengan sesama jenis. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian untuk penderita perempuan.

Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu."

Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual. Ilmuwan tidak tahu secara pasti apa yang menentukan orientasi seksual seseorang, tetapi mereka menduga bahwa orientasi seksual dipicu oleh kombinasi faktor genetik, hormon, dan lingkungan, dan bukanlah suatu pilihan

Mereka mengacu kepada teori-teori yang berbasiskan pada biologi, yang menyebut faktor genetik, lingkungan awal di uterus, atau keduanya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pengalaman pada masa kecil berperan terhadap orientasi seksual. Selain itu, upaya untuk mengubah orientasi seksual juga tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah.
 
Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas adalah salah satu bentuk keragaman orientasi seksual manusia. Homoseksualitas tidak dikategorikan sebagai penyakit kejiwaan dan bukan penyebab efek psikologis negatif; prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual-lah yang menyebabkan efek semacam itu.
 

B. Etimologis Homoseksualitas

Kata homoseksual adalah hasil penggabungan bahasa Yunani dan Latin dengan elemen pertama berasal dari bahasa Yunani ὁμός homos, 'sama' (tidak terkait dengan kata Latin homo, 'manusia', seperti dalam Homo sapiens), sehingga dapat juga berarti tindakan seksual dan kasih sayang antara individu berjenis kelamin sama, termasuk lesbianisme.

Gay umumnya mengacu pada homoseksualitas laki-laki, tetapi dapat digunakan secara luas untuk merujuk kepada semua orang LGBT. Dalam konteks seksualitas, lesbian, hanya merujuk pada homoseksualitas perempuan. Kata "lesbian" berasal dari nama pulau Yunani Lesbos, di mana penyair Sapfo banyak sekali menulis tentang hubungan emosionalnya dengan wanita muda.

Kemunculan istilah homoseksual pertama kali ditemukan pada tahun 1869 dalam sebuah pamflet Jerman tulisan novelis kelahiran Austria Karl-Maria Kertbeny yang diterbitkan secara anonim, berisi perdebatan melawan hukum anti-sodomi Prusia. Pada tahun 1879, Gustav Jager menggunakan istilah Kertbeny dalam bukunya, Die Entdeckung der Seele (1880). Pada tahun 1886, Richard von Krafft-Ebing menggunakan istilah homoseksual dan heteroseksual dalam bukunya Psychopathia Sexualis; ia mungkin meminjamnya dari buku Jager.

Buku Krafft-Ebing begitu populer di kalangan baik orang awam dan kedokteran hingga istilah "heteroseksual" dan "homoseksual" menjadi istilah yang paling luas diterima untuk orientasi seksual. Dengan demikian, penggunaan istilah tersebut berakar dari tradisi taksonomi kepribadian abad ke-19 yang lebih luas.

Meskipun penulis awal juga menggunakan kata sifat homoseksual untuk merujuk pada konteks sesama jenis (seperti sekolah khusus perempuan), sekarang istilah ini digunakan secara eksklusif dalam referensi untuk daya tarik seksual, aktivitas, dan orientasi. Istilah homososial sekarang digunakan untuk menggambarkan konteks sesama jenis yang tidak secara khusus bersifat seksual. Ada juga kata yang mengacu kepada cinta sesama jenis, homofilia.

C. Jenis Homoseksualitas

Berdasarkan psikiatri (aspek kesehatan jiwa), homoseksual dibagi menjadi dua jenis (Santoso, 1988) di antaranya,
1. Homoseksual Ego Sintonik, seorang homoseksual ego sintonik adalah homoseksual yang tidak merasa terganggu oleh orientasi seksualnya, tidak ada konflik bawah sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada desakan, dorongan atau keinginan untuk mengubah orientasi seksualnya.
2. Homoseksual Ego Distonik , adalah homoseksual yang mengeluh dan merasa terganggu akibat konflik psikis. Ia senantiasa tidak atau sedikit sekali terangsang oleh lawan jenis. Hal itu menghambatnya untuk memulai dan mempertahankan hubungan heteroseksual yang sebetulnya didambakan. Secara terus terang Ia menyatakan dorongan homoseksualnya menyebabkan Ia merasa tidak disukai, cemas dan sedih. Konflik psikis tersebut menyebabkan perasaan bersalah, kesepian, malu, cemas dan depresi.

Berdasarkan perilaku yang diperlihatkan, homoseksual dibagi menjadi beberapa jenis (Coleman dkk, 1980) di antaranya,
1. Homoseksual Tulen, jenis ini memenuhi gambaran stereotipik populer tentang lelaki yang keperempuan-perempuanan, atau sebaliknya perempuan yang kelaki-lakian. Bagi penderita yang memiliki kecenderungan homoseksual ini, daya tarik lawan jenis sama sekali tidak membuatnya terangsang, bahkan ia sama sekali tidak mempunyai minat seksual terhadap lawan jenisnya.
2. Homoseksual malu-malu, yaitu kaum lelaki yang suka mendatangi wc-wc umum atau tempat-tempat mandi uap, terdorong oleh hasrat homoseksual namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain untuk mempraktikkan homoseksualitas.
3. Homoseksual tersembunyi, kelompok ini biasanya berasal dari kelas menengah dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dilindungi dengan cara menyembunyikan homoseksulitas mereka. Homoseksualitas mereka biasanya hanya diketahui oleh sahabat-sahabat karib, kekasih mereka, atau orang lain tertentu yang jumlahnya sangat terbatas.
4. Homoseksual situasional, homoseksualitas jenis ini terjadi pada penderita hanya pada situasi yang mendesak di mana kemungkinan tidak mendapatkan partner lain jenis, sehingga tingkah lakunya timbul sebagai usaha menyalurkan dorongan seksualnya.
5. Biseksual, yaitu orang-orang yang mempraktikkan baik homoseksualitas maupun heteroseksualitas sekaligus. Penderita homoseksualitas ini dapat mencapai kepuasan erotis optimal baik dengan sama jenis maupun dengan lawan jenis.
6. Homoseksual mapan, sebagian besar kaum homoseksual menerima homoseksualitas mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung jawab, dan mengikat diri dengan komunitas homoseksual setempat.

D. Faktor Penyebab Homoseksualitas

Menurut Kartono (1998:248), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya homoseksual di antaranya,
1. Faktor herediter, berupa ketidakseimbangan hormon-hormon seks. Contohnya seperti cairan dan kelenjar endokrin pada fase-fase pertumbuhan yang kritis dapat mempengaruhi arah dari dorongan-dorongan seksual dan tingkah laku.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal. Contohnya seperti individu yang besar di lingkungan yang terdiri dari para homoseksual yang melakukan prostitusi yang selanjutnya memberikan contoh yang tidak baik bagi perkembangan individu.
3. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual karena pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja. Contohnya seperti laki-laki yang semasa remaja sudah pernah berhubungan seksual dengan laki-laki dan mengalami kepuasan yang sama halnya seperti berhubungan seksual dengan perempuan sehingga membuat individu tersebut selalu mencari kepuasan yang sama dengan relasi homoseksual.
4. Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibu, sehingga timbul kebencian atau antipati terhadap ibu dan berdampak kepada semua wanita. Individu yang mengalami trauma dengan ibu tersebut kemudian memunculkan dorongan menjadi homoseksual yang permanen.

E. Tahapan Pembentukan Homoseksualitas

Menurut Troiden (Siahaan, 2009:51), terdapat tiga tahapan proses pengakuan atau pembentukan homeseksual di antaranya,
1. Sensitization, tahapan ini seseorang menyadari bahwa dia berbeda dari laki-laki lain
2. Dissaciation dan Signification, tahapan ini menggambarkan terpisahnya perasaan seksual seseorang dan menyadari orientasi dan perilaku seksualnya. Di sinilah seseorang mendapat pengalaman hiburan seksualnya dari laki-laki, tetapi mungkin gagal menunjukkan perasaannya atau mencoba untuk mengingkarinya
3. Coming Out (pengakuan), tahap ini merupakan tahap di mana homoseksualitas diambil sebagai jalan hidup. Tahap ini mungkin dapat diartikan bahwa telah terjadi kombinasi antara seksualitas dan emosi, dan mempunyai hubungan dengan pasangan tetap

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment