Pengertian Traktat, Sejarah, dan Jenisnya
Traktat |
A. Pengertian Traktat
Traktat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perjanjian antarbangsa (seperti perjanjian persahabatan, perjanjian perdamaian). Traktat atau perjanjian internasional (bahasa Inggris: treaty, bahasa Prancis: traité) adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang utamanya adalah negara, walaupun ada juga perjanjian yang melibatkan organisasi internasional.
Traktat merupakan salah satu sumber hukum internasional. Hal-hal yang terkait dengan perjanjian internasional diatur dalam Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969, dan sebagian dari isinya kini dianggap melambangkan kebiasaan internasional sehingga menjadi norma hukum internasional yang mengikat. Pada dasarnya praktik perjanjian internasional diatur oleh asas pacta sunt servanda, yang berarti perjanjian tersebut mengikat semua pihak yang berjanji untuk melaksanakan kewajibannya dengan itikad baik.
Menurut Pasal 2(1)(a) Konvensi Wina 1969, "traktat" adalah "perjanjian internasional yang disepakati antara negara-negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik itu yang terkandung dalam satu atau dua atau lebih dokumen dan apapun penyebutannya." Berdasarkan definisi ini, "traktat" hanya bisa dirumuskan oleh dua negara atau lebih. Perjanjian antara perusahaan dengan negara tidak dianggap sebagai traktat, dan begitu pula perjanjian antara suatu negara dengan suku tertentu.
Aturan mengenai penafsiran perjanjian tercantum dalam Pasal 31 dan 32 Konvensi Wina 1969. Kedua pasal ini kini dianggap melambangkan kebiasaan internasional. Pada dasarnya perjanjian ditafsirkan sesuai dengan pengertian yang lazim diberikan terhadap suatu istilah sesuai dengan konteks dan berdasarkan maksud dan tujuan dari perjanjiannya. Apabila makna yang diperoleh dari penafsiran ini "rancu atau kabur" atau "mustahil atau tidak masuk akal", penafsir dapat menggunakan cara penafsiran tambahan dalam Pasal 32 Konvensi Wina 1969, salah satunya dengan melihat dokumen persiapan perjanjian atau travaux préparatoires.
B. Sejarah Traktat
Keberadaan perjanjian internasional dapat ditilik kembali hingga ribuan tahun yang lalu. Sekitar tahun 2100 SM, penguasa Lagash dan Umma di Sumeria kuno merumuskan sebuah perjanjian perbatasan yang terpatri di sebuah prasasti. Sekitar seribu tahun kemudian, Firaun Ramses II dari Mesir dan Raja Het Hattusili III menyepakati Perjanjian Kadesh yang mengakhiri perang di antara mereka. Namun, pada zaman kuno, cakupan perjanjian semacam ini terbatas secara geografis dan budaya, dan belum ada konsep mengenai komunitas internasional yang terdiri dari negara-negara berkedudukan setara dengan hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum internasional.
Seiring berjalannya waktu, mulai muncul perkembangan-perkembangan penting dalam hubungan antarnegara. Pakar hukum internasional asal Belanda Hugo Grotius menerbitkan karyanya yang membahas hukum traktat, De jure belli ac pacis, pada tahun 1625. Ia menjabarkan teori mengenai traktat berdasarkan konsep keadilan kodrati. Ia juga membahas konsep clausula rebus sic stantibus (traktat menjadi batal akibat perubahan keadaan yang mendasar) dan itikad baik.
Kemudian, Perdamaian Westfalen tahun 1648 (yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun) dikenal karena mengakui konsep bahwa setiap negara memiliki kedaulatan untuk memerintah rakyatnya dan negara lain tidak boleh ikut campur dalam urusan dalam negeri setiap negara, walaupun pakar hukum Stéphane Beaulac berpendapat bahwa konsep kedaulatan sudah ada sebelumnya dan bukan pertama kali dicetuskan oleh perjanjian perdamaian ini. Namun, pada masa ini, perjanjian-perjanjian internasional hanya bersifat kontraktual dan tidak menetapkan aturan-aturan dasar yang berlaku untuk semua.
Pada abad ke-19, seusai Kongres Wina tahun 1814/1815 yang mengakhiri Peperangan Era Napoleon, benua Eropa mengalami masa-masa stabil yang memungkinkan negara-negara Eropa memusatkan perhatian mereka pada aspek-aspek dasar hubungan internasional, contohnya adalah aturan mengenai hukum perang dalam Konvensi Jenewa 1864. Pakar hukum internasional juga mulai membedakan perjanjian yang menetapkan aturan umum dengan perjanjian yang hanya bersifat kontraktual. Pada masa ini pula mulai muncul berbagai konsep dalam hukum traktat seperti "perjanjian terbuka" (perjanjian yang dapat ditandatangani oleh negara yang awalnya tidak mengikuti perjanjian tersebut) dan pensyaratan (pernyataan sepihak untuk meniadakan atau mengubah dampak hukum dari ketentuan tertentu dalam suatu perjanjian). Pada tahun 1917, diperkirakan terdapat sekitar sepuluh ribu perjanjian yang berlaku, sehingga abad ke-19 merupakan abad ketika hukum traktat mengalami perkembangan pesat.
Upaya untuk merumuskan hukum internasional tertulis dalam bentuk traktat semakin gencar seusai Perang Dunia I. Pada periode 19 Mei 1920 hingga 1 Januari 1935, terdapat hampir 3.600 "traktat atau janji internasional" yang terdaftar di Sekretariat Liga Bangsa-bangsa. Namun, pada masa itu hukum mengenai traktat masih belum terang, dan istilah "traktat" sendiri memiliki makna yang tidak terlalu jelas. Pada tahun 1925, Institut Hukum Internasional Amerika memulai proyek kodifikasi hukum internasional, yang berujung pada penetapan Konvensi Havana mengenai Traktat oleh Konferensi Internasional Keenam Negara-negara Amerika tahun 1928.
Dokumen ini sendiri masih belum sempurna karena tidak terdapat definisi istilah "traktat", dan asas-asas yang terkandung di dalamnya masih sepenggal-sepenggal dan tidak banyak bersumbangsih terhadap perkembangan hukum traktat. Sementara itu, Komite Ahli Liga Bangsa-bangsa mengenai Kodifikasi Hukum Internasional pada tahun 1926 menganggap kodifikasi hukum traktat sebagai salah satu tema yang dapat dipertimbangkan. Namun, begitu laporan ini diterima oleh Dewan Liga Bangsa-bangsa, tema ini dianggap tidak terlalu mendesak.
Kejelasan bagi hukum traktat baru mencapai titik terang pada tahun 1969 dengan ditetapkannya Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian. Rancangan perjanjian ini dirumuskan oleh Komisi Hukum Internasional (lembaga yang dibentuk Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa) dari tahun 1949 hingga 1966 dan memerlukan 292 pertemuan serta 17 laporan dari 4 Pelapor Khusus. Konvensi ini dimaksudkan untuk menetapkan hukum traktat dengan cakupan yang meyeluruh. Dengan ini, seperti yang dikemukakan oleh pakar hukum Oliver Dörr, "dibutuhkan lebih dari 3000 tahun pembuatan traktat hingga hukum traktat akhirnya dikodifikasi."
C. Jenis Traktat
1. Berdasarkan jumlah pihak yang ikut serta
a. Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang dibuat antara dua negara. Namun, terdapat pula perjanjian bilateral yang melibatkan lebih dua negara apabila perjanjian tersebut memiliki struktur bilateral; dengan kata lain, perjanjian tersebut disepakati oleh sejumlah negara di satu pihak dan sejumlah negara lainnya di pihak lain
b. Perjanjian multilateral (plurilateral), adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara. Mengacu kepada perjanjian yang hanya diikuti oleh sejumlah negara karena subjeknya spesifik atau cakupan geografinya terbatas di wilayah tertentu.
2. Berdasarkan cakupan wilayah
a. Perjanjian regional, perjanjian yang memiliki cakupan wilayah yang spesifik
b. Perjanjian universal, perjanjian yang boleh diikuti oleh negara mana pun
3. Berdasarkan dampaknya
a. Perjanjian yang membentuk hukum (law-making treaties, juga disebut perjanjian normatif atau normative treaties), adalah perjanjian yang membentuk hukum menetapkan asas-asas dan aturan-aturan dasar yang berlaku secara umum (semacam undang-undang internasional)
b. Perjanjian kontraktual (contractual treaties), perjanjian yang hanya berurusan dengan transaksi hukum biasa antara pihak-pihak tertentu seperti penyerahan kedaulatan atas suatu wilayah
Download
Post a Comment