Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Prosedur, Alasan, Pelarangan, Jenis, dan Ketentuan Pesangon, Penghargaan, dan Pengganti Hak
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) |
A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Pemutusan hubungan kerja adalah acuan untuk pengakhiran kontrak karyawan dengan perusahaan.
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat (25), pengertian PHK sendiri yaitu pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Sedangkan dalam UU tersebut, yang menjelaskan secara rinci tentang PHK berada di BAB XII dari pasal 150-pasal 172 yang berlaku bagi badan usaha yang memiliki badan hukum atau tidak, usaha milik perseorangan, persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara. Serta usaha-usaha sosial dan usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah dan imbalan dalam bentuk lain.
B. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum hubungan kerjanya diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk menghindari memutuskan hubungan kerja. Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia.
Pengusaha harus mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata ditemukan tidak adil. Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja oleh karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus berusaha merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat mengajukan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
C. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan bubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu setelah diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi di antaranya,
1. Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.
2. Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
3. Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja.
4. Pekerja melakukan kesalahan berat
Kesalahan yang termasuk dalam kategori kesalahan berat di antaranya,
a. Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan.
b. Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
c. Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, di lingkungan kerja.
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
f. Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang.
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung, selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
5. Pekerja ditahan pihak yang berwajib
Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.
Untuk Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.
6. Perusahaan mengalami kerugian
Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja. Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.
7. Pekerja mangkir terus-menerus
Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkan diri.
Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir, berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
8. Pekerja meninggal dunia
Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus ke atas/k ebawah selama tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.
9. Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-masing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan di dalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6 bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.
10. Perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan
Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan tersebut di atas maka:
a. Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya, pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.
b. Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.
11. Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah.
D. Pelarangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan di antaranya,
1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja menikah
5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan
E. Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
1. Sukarela
Seorang karyawan dapat secara sukarela memutuskan hubungan kerja dengan perusahaan. Seorang karyawan yang memutuskan hubungan kerja mereka dengan perusahaan biasanya karena telah menemukan pekerjaan yang baik, mengundurkan diri untuk memulai bisnis sendiri, beristirahat sejenak dari pekerjaan atau pensiun hingga meninggal dunia.
Pemutusan hubungan kerja secara sukarela juga bisa merupakan hasil dari pemecatan yang konstruktif. Berarti, karyawan tidak memiliki pilihan lain. Karyawan bisa saja bekerja di bawah tekanan yang cukup signifikan dan kondisi kerja yang sulit seperti gaji terlalu rendah, pelecehan, lokasi kerja yang tidak memungkinkan, peningkatan jam kerja serta hal lainnya.
Biasanya ini juga memaksa karyawan untuk mengundurkan diri sendiri dengan membuktikan bahwa tindakan atasannya selama masa kerja yang melanggar hukum sehingga karyawan dapat berhak atas kompensasi atau tunjangan. Seorang karyawan yang sukarela meninggalkan pekerjaannya juga mengharuskan mereka untuk memberitahu atasan terlebih dahulu baik secara lisan maupun tertulis.
2. Tidak Sukarela
Saat ini, mungkin PHK secara tidak sukarela lebih banyak terjadi. Pemutusan hubungan kerja ini terjadi ketika perusahaan memberhentikan atau memecat karyawan. Perusahaan yang melakukannya biasanya mengurangi biaya operasional dan menstruktur ulang perusahaan agar dapat bertahan. Biasanya, karyawan dilepas bukan karena kesalahan mereka sendiri, tapi PHK bisa saja terjadi karena efisiensi, menghindari kebrangkrutan dan lain sebagainya.
Hal ini juga termasuk keadaan terpaksa atau force majeure karena adanya hal di luar kendali. Hal ini tentu saja tidak dapat dikendalikan baik oleh karyawan, perusahaan, pegawai maupun pemerintah. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan diharuskan memberi sejumlah imbalan atau pesangon kepada karyawan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
F. Perhitungan Pesangon, Uang Penghargaan dan Uang Penggantian Hak
1. Perhitungan Pesangon
Perhitungan pesangon jika dilihat dari pasal 156 UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 2 yaitu sebagai berikut di antaranya,
a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. Masa kerja 2 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. Masa kerja 6 (enam) atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Uang Penghargaan
Selain perhitungan pesangon, ternyata terdapat ketentuan uang penghargaan masa kerja pada pasal 3 UU tersebut, yaitu seperti berikut di antaranya,
a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
3. Uang Pengganti Hak
Lalu selanjutnya, pada pasal 4, terdapat uang penggantian hak yang dapat diberikan kepada karyawan dengan ketentuan di antaranya,
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. Pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dari berbagai sumber
Download
Post a Comment