Pengertian Kepribadian, Aspek, Sifat, Struktur, Ciri, dan Faktor Pembentuknya
Kepribadian |
A. Pengertian Kepribadian
Pribadi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri sendiri); keadaan manusia sebagai perseorangan; keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak orang, dan kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dari orang lain. Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
Kepribadian erat kaitannya dengan karakteristik perilaku individu, di mana setiap individu memiliki kepribadian unik yang dapat dibedakan dari individu yang lainnya. Untuk lebih jelasnya berikut beberapa pengertian kepribadian menurut ahli di antaranya,
1. Gordon Allport, kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses.
2. Theodore R. Newcombe, kepribadian adalah sekumpulan organisasi sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku atau tindakan sosial yang dilakukannya terhadap lingkungan sekitar.
3. Roucek dan Warren, kepribadian adalah sekumpulan organisasi atas berbagai bentuk faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu seseorang terhadap fenomena sosial atau keadaan sosial yang sedang dialaminya.
4. Yinger, kepribadian adalah keseluruhan pola perilaku yang dilakukan oleh seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu untuk terdorong melakukannya secara kontinu (terus-menerus). Akhirnya dengan keadaan itulah ia akan berinteraksi dengan serangkaian situasi yang dialaminya.
5. Koentjaraningrat, kepribadian adalah karakteristik seseorang yang dilandasi atas dasar watak dengan menunjukkan secara konsisten dan konsekuen, sehingga keadaan ini mendorong seorang individu memiliki suatu identitas yang khas dan berbeda dari individu-individu lainnya.
6. Robert Sutherland, kepribadian adalah abstraksi yang dilakukan secara individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan. Dengan arti inilah setidaknya kepribadian digambarkan sebagai hubungan saling memengaruhi antara tiga aspek tersebut.
B. Aspek Kepribadian
1. Perasaan, adalah tingkah individu yang didasari pada faktor kejiwaan dalam hatinya. Kondisi ini akan mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan kata hati. Oleh karenanya banyak pihak mengatakan bahwa perasaan sama arti dengan emosi.
2. Pengetahuan, wawasan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang satu dengan lainnya, tentu saja tidak bisa disamakan. Akan ada perbedaan yang mendalam, dengan keadaan ini pengetahuan menjadi aspek terpenting dalam membentuk kepribadian seseorang.
3. Naluri, naluri membentuk manusia untuk bertingkah laku sesuai dengan kata hati. Naluri memiliki karakteristik yang berbeda daripada aspek lainnya, lantaran naluri di bawa sejak ia lahir.
C. Sifat Kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.
Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan karier.
D. Struktur Kepribadian
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku dipandang Eysenck memiliki empat tingkatan hierarki, berturut-turut dari hierarki yang tinggi ke hierarki yang rendah di antaranya,
1. Hierarki tertinggi, supertraits, kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
2. Hierarki kedua, trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respons yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
3. Hierarki ketiga, kebiasaan tingkah laku atau berpikir, kumpulan respons spesifik, tingkah laku/pikiran yang muncul kembali untuk merespons kejadian yang mirip.
4. Hierarki terendah, respons spesifik, tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respons terhadap suatu kejadian.
Jika dilihat dari hubungnnya dengan hierarki di atas, maka dapat disebutkan bahwa antarbagian dari hierarki kepribadian tersebut terjadi interaksi dan saling berpengaruh antar satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah adanya interaksi antara bagian kepribadian yang disebut sebagai specific response dan habitual response.
Di mana yang disebut sebagai specific response yakni perilaku atau pikiran individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau tidak, misal seorang siswa yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual response dapat dimaknai sebagai respons yang terus berlangsung di bawah kondisi yang sama, misal jika seorang siswa sering kali berusaha sampai suatu tugas selesai dikerjakannya. Habitual response ini dapat berubah-ubah ataupun dapat menetap.
Setelah mengetahui penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat perilaku tertentu atau specific response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual response maka perlu adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga beberapa kali. Sedangkan jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku tertentu itu menjadi sebuah habitual response atau sebuah kebiasaan, maka tidak diperlukan pengulangan perilaku hingga berkali-kali. Dan hubungan serta interaksi juga berlaku pada bagian kepribadian Eysenck yang lain, seperti tipe dan trait.
E. Ciri kepribadian
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup di antaranya,
1. Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat
2. Temperamen, yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan
3. Sikap, sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
4. Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
5. Responsibilitas (tanggung jawab), adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
6. Sosiabilitas ,yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat di antaranya,
1. Kepribadian yang sehat
a. Mampu menilai diri sendiri secara realistik, mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya
b. Mampu menilai situasi secara realistik, dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna
c. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan mereaksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik
d. Menerima tanggung jawab, dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya
e. Kemandirian, memiliki sifat mandiri dalam cara berpikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya
f. Dapat mengontrol emosi, merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif (merusak)
g. Berorientasi tujuan, dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan
h. Berorientasi keluar (ekstrovert), bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berpikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya
i. Penerimaan sosial, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain
j. Memiliki filsafat hidup, mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya
k. Berbahagia, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)
2. Kepribadian yang tidak sehat
a. Mudah marah (tersinggung)
b. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
c. Sering merasa tertekan (stres atau depresi)
d. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
e. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
f. Kebiasaan berbohong
g. Hiperaktif
h. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
i. Senang mengkritik/mencemooh orang lain
j. Sulit tidur
k. Kurang memiliki rasa tanggung jawab
l. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
m. Kurang memiliki kesadaran untuk menaati ajaran agama
n. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
o. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
F. Faktor Pembentuk Kepribadian
1. Faktor biologis
Faktor biologis sebagai pembentuk kepribadian selalu diragukan dalam sudut pandang sosiologi. Namun pada kenyataannya, dalam masyarakat beredar opini bahwa karakter fisik tertentu membentuk kepribadian tertentu. Misalnya orang yang kepalanya besar dianggap cerdas, orang yang rambutnya keriting calon orang sukses, orang yang kepalanya kotak kriminal. Tak perlu tersinggung dengan contoh tersebut karena semua itu mitos.
Faktor biologis dianggap memiliki kontribusi pada pembentukan kepribadian khususnya berhubungan dengan keturunan. Sering kali kita mendengar ungkapan bahwa ”buah tak jatuh jauh dari pohonnya”. Seorang anak tentara yang tegas, keras dan disiplin membuat para tetangga tak heran. Mereka langsung berpikir itu karena pengaruh orang tuanya. Singkatnya, anak dilihat sebagai cerminan orang tua. Kepribadian anak diturunkan dari orang tua. Lagi-lagi kita tidak bisa serta-merta percaya pada pandangan ini. Faktor biologis sebagai pembentuk kepribadian sangat problematis.
2. Faktor geografis
Satu level di atas faktor biologis adalah faktor geografis. Penjelasan faktor geografis lebih masuk akal meskipun biasanya pembelajar sosiologi tidak tertarik mendalami faktor ini. Pengaruh faktor geografis bisa dilihat dari perbedaan kepribadian antara individu atau kelompok masyarakat yang tinggal di lokasi dengan karakteristik yang berlainan. Misal, kita menemukan bahwa orang pantai cenderung lebih bersikap terbuka pada orang asing, ketimbang orang gunung.
Iklim, temperatur, kondisi topografis tanah sering kali dianggap memiliki pengaruh besar pada pembentukan kepribadian. Orang yang tinggal di kutub memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang yang tinggal di daerah tropis. Perbedaannya seperti apa terbuka untuk diperdebatkan. Sekali lagi perbedaan kepribadian tersebut merupakan kecenderungan umum. Kita tidak bisa melakukan over generalisasi dan menganggap bahwa semua orang gunung tidak terbuka pada orang asing, misalnya.
3. Faktor psikologis
Faktor ini sedikit menarik perhatian para sosiolog. Faktor psikologis sebagai pembentuk kepribadian berhubungan dengan pengalaman unik yang dialami oleh individu. Pengalaman unik tersebut memengaruhi kondisi emosional dan mental individu sehingga membentuk suatu kepribadian tertentu. Pengalaman unik bisa positif, bisa pula negatif.
Contoh faktor psikologis yang bisa saya paparkan di sini adalah trauma karena peristiwa tertentu. Misalnya, korban begal mengalami trauma naik motor sendirian pada malam hari. Ia menjadi pribadi yang lebih pendiam karena diselimuti rasa takut setelah peristiwa yang dialaminya. Kondisi psikologis korban begal membentuk kepribadian korban menjadi lebih pendiam.
4. Faktor budaya
Faktor ini selalu menarik pemerhati ilmu sosial dan budaya. Unsur-unsur kebudayaan secara langsung memengaruhi pola perilaku individu. Kegiatan sehari-hari yang membentuk suatu kultur juga dapat memengaruhi kepribadian individu. Contoh, kebudayaan masyarakat Minangkabau yang suka merantau dan jualan, membentuk kepribadian orang Minangkabau untuk terbuka pada orang-orang baru yang ditemuinya.
Contoh lain, kebiasaan seseorang melakukan solo travelling, membentuk kepribadian orang tersebut untuk berani mengambil resiko dan tidak malu memulai pembicaraan dengan orang asing. Kultur travelling telah membentuk kepribadian seorang traveller yang konon katanya mempunyai hasrat besar untuk menjelajah tempat-tempat baru. Kebiasaan selalu membentuk kultur, lalu kultur itu memengaruhi atau membentuk kepribadian.
5. Faktor sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah pengalaman-pengalaman dalam pergaulan. Pergaulan tidak hanya dengan teman, tetapi bisa juga dengan buku, film, website, dan sebagainya. Dalam kehidupan sosial, kita senantiasa menjalani pergaulan dengan individu atau kelompok tertentu. Lingkungan sosial berupa pergaulan memiliki pengaruh pada para anggotanya. Teman kita, misalnya, memiliki nilai atau keyakinan tertentu yang ia anut dalam keseharian. Nilai tersebut tersosialisasikan, baik sengaja atau pun tidak dalam pergaulan kepada diri kita.
Dalam pergaulan, ada tokoh atau kelompok yang biasanya dijadikan acuan. Ambil contoh, lingkungan pergaulan yang membentuk kepribadian individu pada mulanya adalah keluarga. Seiring waktu, seorang anak memiliki teman bergaul, di sekolah, di rumah, atau di mana pun ia bergaul. Lingkungan sosial pertemanan mulai mengambil alih peran dominan keluarga. Pasca sekolah, ia kuliah atau kerja, maka lingkungan sosial dan pergaulannya berubah lagi. Masing-masing lingkungan sosial memiliki nilai-nilai yang kecenderungannya berbeda.
Misalnya, seorang anak dilahirkan dalam keluarga taat agama. Anak tersebut awalnya dikenal religius. Ketika kuliah, membaca Das Kapital sehingga kepribadiannya kekiri-kirian. Setelah lulus, ia mendalami filsafat agama sehingga menjadi juru bicara liberalisme. Lalu, usia paruh bayanya dihabiskan untuk mencari uang dengan bergaul dengan kaum kapitalis. Ketika tua ia bergaul dengan penjual parfum biar kecipratan wanginya. Kepribadian orang tersebut berubah-ubah tergantung seperti apa lingkungan sosialnya.
Dari berbagai sumber
Download
Post a Comment