Upacara Nangluk Mrana

Table of Contents
Upacara Nangluk Mrana
Upacara Nangluk Mrana
Nangluk Mrana berasal dari kata dalam bahasa Bali yang mendapat pengaruh bahasa Sansekerta. Nangluk berarti empangan, tanggul, pagar, atau penghalang; dan Mrana berarti hama atau bala penyakit. Jadi Nangluk Mrana berarti mencegah atau menghalangi hama (penyakit), atau ritual penolak bala.

Upacara Nangluk Mrana (merana) merupakan upacara Yadnya yang dilaksanakan sebagai permohonan kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa agar berkenan menangkal atau mengendalikan gangguan-gangguan yang dapat membawa kehancuran atau penyakit pada tanaman, seperti padi di sawah, hewan maupun manusia sehingga tidak membahayakan lagi.

Upacara Nangluk Mrana biasanya dilaksanakan pada sasih kanem oleh umat Hindu di Bali. Sasih kanem merupakan musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hujan yang turun pada sasih kanem lebih lebat dari pada hujan saat sasih kalima. Musim pancaroba tentu saja berdampak pada kondisi alam dan merebaknya aneka penyakit atau pun hama. Sehingga dengan adanya Upacara Nangluk Mrana inilah diharapkan dapat memberikan keselamatan lahir dan batin.

Sasih yang paling baik untuk menggelar upacara Nangluk Mrana adalah sasih keenam (Desember), sasih kepitu (Januari), sasih keulu/kawolu (Februari), sasih kesanga (Maret), yang menurut keyakinan orang Bali merupakan bulan-bulan rawan yang penuh marabahaya. Menurut kepercayaan yang tumbuh subur di pesisir selatan Bali, pada bulan-bulan keramat itu, seperti yang telah disebutkan di atas, penguasa Nusa Penida, Ratu Gde Mecaling sedang gencar-gencarnya menyebarkan wabah dan penyakit ke Bali daratan.

Dan pada bulan-bulan rawan itu biasanya berbagai jenis wabah penyakit merajalela. Untuk menetralkan kembali keseimbangan kosmis yang terganggu maka digelarlah berbagai jenis ritual penolak bala, salah satunya adalah ritual  Nangluk Mrana. Menurut kepercayaan orang Bali, segala penyakit dan hama bersumber dari laut selatan yang dikuasai oleh Dewa Laut, Sang Hyang Baruna. Dari laut selatan itulah segala hama penyakit disebarkan oleh Ratu Gde Mecaling (Penguasa Kegelapan) yang beristana di Nusa Penida.

Bahkan Pura Masceti yang terletak di pinggir pantai di Gianyar dianggap sebagai pura yang menguasai tikus. Para petani wajib datang ke Pura Masceti memohon agar terhindarkan dari wabah tikus yang menyerang tanaman padi mereka.


Dari berbagai sumber

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment