Pengertian Prejudice, Perkembangan, Kategori, Ciri, Sumber, Faktor, Macam, Teori, dan Dampaknya

Table of Contents
Pengertian Prejudice
Prejudice

A. Pengertian Prejudice atau Prasangka

Prejudice atau Prasangka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri; syak, bukan kebenaran. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai sesuatu tersebut. Prasangka cenderung diiringi oleh tindakan yang tidak menyenangkan dan dapat merugikan orang atau kelompok lain.

Prasangka merupakan stereotip negatif dan ketidaksukaan atau kebencian yang kuat dan tidak rasional terhadap suatu kelompok. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.

Individu yang terkena virus prasangka tidak mudah untuk mengubah sikapnya. Bila dihadapkan pada kenyataan yang berbeda, biasanya resistan dan mencari pembenarannya sendiri, atau malah muncul emosinya. Artinya, jika apa yang diprasangkakannya ternyata salah atau tidak sesuai, maka mereka mengambil dalih untuk mempertahankan kebenaran prasangkanya.

Pengertian Prasangka Menurut Ahli
1. Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial.
2. Mar’at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yang memiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif.
3. Brehm dan Kassin (1993), prasangka sosial adalah perasaan negatif terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu.
4. David O. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada objek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut.
5. Kartono (1981) menguraikan bahwa prasangka merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas.
6. Papalia dan Sally (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alasan yang mendasar pada pribadi orang tersebut. Lebih lanjut diuraikan bahwa prasangka sosial berasal dari adanya persaingan yang secara berlebihan antar 2 individu atau kelompok. Selain itu proses belajar juga berperan dalam pembentukan prasangka sosial dan kesemuanya ini akan terintegrasi dalam kepribadian seseorang.
7. Allport (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka social merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang objektif untuk membenci kelompok tersebut.
8. Kossen (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan pra hukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup. Dengan demikian bila seseorang berupaya memahami orang lain dengan baik maka tindakan prasangka sosial tidak perlu terjadi.
9. Feldman (1985) adalah evaluasi positif atau negatif atau sikap mengadili suatu anggota dari kelompok berdasarkan keanggotaannya pada kelompok tersebut. Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu.
10. Myers (1996) yang mengemukakan prasangka sebagai sifat negatif seseorang atau kelompok lain atau anggotanya yang disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan kelompok.
11. Hudaniah & Dayakisni (2001) memperjelas definisi prasangka sosial sebagai sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok lain. Prasangka juga melibatkan penilaian apriori terhadap objek sasaran prasangka yang tidak berdasarkan pada karakteristik unik individu, tetapi melekatkan pada karakteristik kelompok yang menonjol.
12. Samovar dan Porter (1981), mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap kaku terhadap suatu kelompok orang, berdasarkan keyakinan atau pra-konsepsi yang salah. Artinya bukan berdasar fakta atau bukti ilmiah, yang terlalu disederhanakan dan dilebih-lebihkan. Prasangka sangat mempengaruhi tindakan, bersifat kaku dan irrasional.

B. Perkembangan Prasangka

Baron & Byrne (1991) mengurai proses perkembangan prasangka dalam kehidupan interaksi sosial antar kelompok masyarakat di antaranya,
1. Menerima pendapat atau informasi tanpa memperhatikan kekuatan atas kebenaran fakta, dan hanya menyandarkan kebenaran tersebut pada isu yang berkembang atau argumentasi yang menjadi pijakan atas pendapat tersebut
2. Tindakan atau perilaku yang sangat diyakini tentang sebuah pendapat yang dipegang teguh, padahal pendapatnya tersebut justru tidak rasional
3. Kebencian, ketidakakraban, dan ketidaksenangan terhadap suatu kelompok khusus, ras, golongan lapisan masyarakat tertentu, atau agama.

C. Kategori Prasangka

John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori
1. Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar
2. Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai
3. Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak

D. Ciri-Ciri Prasangka Sosial

Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu “kelompok kita” (in group) dan “kelompok mereka” (out group). Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group di antaranya,
1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain, jika ada salah seorang individu dari kelompok luar berbuat negatif, maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar. Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negatif tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota kelompok sendiri lainnya
2. Kompetisi sosial, merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untuk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik daripada kelompok lain
3. Penilaian ekstrem terhadap anggota kelompok lain, individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa penilaian negatif
4. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu, pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotip
5. Perasaan frustrasi (scope goating), perasaan frustrasi (scope goating) merupakan rasa frustrasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuannya menghadapi kegagalan.
6. Agresi antar kelompok, agresi biasanya timbul akibat cara berpikir yang rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung berperilaku agresif
7. Dogmatisme, adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah tertentu, salah satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme dapat berupa etnosentrisme dan favoritisme.

E. Sumber-Sumber Penyebab Prasangka Sosial

1. Prasangka Sosial
a. Ketidaksetaraan sosial, ketidaksetaraan sosial ini dapat berasal dari ketidaksetaraan status dan prasangka, serta agama dan prasangka.
b. Identitas sosial, identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa aku?” yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan dalam sebuah kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain kita cenderung untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri.
c. Konformitas, menurut penelitian bahwa orang yang berkonformitas memiliki tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkonformitas

2. Prasangka secara Emosional
a. Frustrasi dan agresi rasa sakit sering membangkitkan pertikaian, salah satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi. Ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu, misalnya pekerjaan, rumah, dan derajat sosial, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan frustrasi bagi pihak yang lain.
b. Kepribadian yang dinamis status, untuk dapat merasakan diri kita memiliki status, kita memerlukan adanya orang yang memiliki status dibawah kita. Salah satu kelebihan psikologi tentang prasangka adalah adanya sistem status, yaitu perasaan superior.
c. Kepribadian otoriter, emosi yang ikut berkonstribusi terhadap prasangka adalah kepribadian diri yang otoriter.

3. Prasangka Kognitif
Seringkali orang yang berbeda, mencolok, dan terlalu ekstrem dijadikan perhatian dan mendapatkan perlakuan yang kurang ajar. Berdasarkan pada perspektif tersebut, sumber utama penyebab timbulnya prasangka adalah faktor individu dan sosial. Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas.

F. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prasangka Sosial

Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, 
1. Pengaruh Kepribadian, dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga, berpikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri.
2. Pendidikan dan Status, semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berpikirnya dan akan meredusir prasangka sosial.
3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua, dalam hal ini orang tua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai family ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial.
4. Pengaruh Kelompok, kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu.
5. Pengaruh Politik dan Ekonomi, politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka sosial terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas.
6. Pengaruh Komunikasi, komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang.
7. Pengaruh Hubungan Sosial, hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial.

G. Macam-Macam Prasangka

1. Racism adalah prasangka ras yang menjadi terlembagakan, yang tercermin dalam kebijakan pemerintah, sekolah dan sebagainya
2. Sexism adalah prasangkan yang telah terlembagakan menentang anggota dari salah satu jenis kelamin
3. Ageism yaitu kecenderungan yang terlembagakan terhadap diskriminasi berdasarkan pada usia atau prasangka berdasarkan pada usianya
4. Heterosexism yaitu keyakinan bahwa heteroseksual itu lebih baik atau lebih natural dari pada homoseksual

H. Teori-teori prasangka sosial

1. Teori Konflik Realistik
Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi (biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber langka, seperti ekonomi dan kekuasaan) dan konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota out group. Kompetisi yang terjadi antara dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbal balik. Jadi, prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat dielakan.

2. Teori Belajar Sosial
Menurut teori belajar sosial, prasangka adalah sesuatu yang dipelajari seperti halnya individu belajar nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotip dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotip dan prasangka.

3. Teori Kognitif
Menjelaskan bagaimana cara individu berpikir mengenai prasangka (objek yang dijadikan sasaran untuk diprasangkai) dan bagaimana individu memproses informasi dan memahami secara subjektif mengenai dunia dan individu lain. Dalam mengamati individu lain, seseorang berusaha mengembangkan kesan yang terstruktur mengenai individu lain dengan cara melakukan proses kategorisasi. Kategorisasi sering kali didasarkan pada isyarat yang sangat jelas dan menonjol, seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan logat bahasa. Berdasarkan teori kognitif, prasangka timbul karena adanya atribusi dan perbedaan antara in group dan out group.

4. Teori Atribusi
Atribusi adalah proses bagaimana kita mencoba menafsirkan dan menjelaskan perilaku individu lain, yaitu untuk melihat sebab tindakan mereka. Menurut teori atribusi, prasangka disebabkan oleh individu sebagai pengamat melakukan atribusi yang “bias” terhadap target prasangka. Thomas Pettigrew (1979), Emmot, Pettigrew, dan Johnson (1983) mengemukakan bahwa individu yang berprasangka cenderung melakukan ultimate attribution error, yang merupakan perluasan dari fundamental attribution error.

5. Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan. Pengalihan agresi terjadi apabila sumber frustrasi tidak dapat diserang karena rasa takut dan sumber frustrasi itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbul akibat terganggunya fungsi psikologis dalam diri individu tersebut. Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul karena adanya rasa frustrasi dan kepribadian yang otoriter.

6. Teori Kategorisasi Sosial
Dunia merupakan kekompleksan yang tiada batas. Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain, kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau in group. Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai out group.

7. Teori Perbandingan Sosial
Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kita dengan kelompok lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki, mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dan sebagainya. Konsekuensi dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatu lebih baik atau lebih buruk dari yang lain. Melalui perbandingan sosial kita juga menyadari posisi kita di mata orang lain dan masyarakat. Kesadaran akan posisi ini tidak akan melahirkan prasangka bila kita menilai orang lain relatif memiliki posisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir ketika orang menilai adanya perbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah yang akan melahirkan prasangka (Myers, 1999).

8. Teori Biologi
Menurut pendekatan ini prasangka memiliki dasar biologis. Hipotesisnya adalah bahwa kecenderungan untuk tidak menyukai kelompok lain dan hal-hal lain yang bukan milik kita merupakan warisan yang telah terpetakan dalam gen kita. Pendekatan biologis ini berasal dari sosiobiologi. Rushton dalam Baron dan Byrne (1991) mengistilahkan pendekatan ini sebagai genetic similarity theory. Asumsi dari teori ini adalah bahwa gen akan memastikan kelestariannya dengan mendorong reproduksi gen yang paling baik yang memiliki kesamaan. Bukti dari hal ini adalah bisa dilacaknya nenek moyang kita melalui DNA karena kita dengan nenek moyang kita memiliki kesamaan gen. Maka, menurut teori ini orang-orang yang memiliki kemiripan satu sama lain atau yang menunjukkan pola sifat yang mirip sangat mungkin memiliki gen-gen yang lebih serupa dibandingkan dengan yang tidak memiliki kemiripan satu sama lain.

9. Deprivasi Relatif
Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis di mana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka (Brown, 1995).

I. Dampak Prasangka Sosial

1. Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal.
2. Selanjutnya Steplan (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas.
3. Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerja sama. 


Dari berbagai sumber

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment