Definisi Masyarakat Primitif dan Ciri-cirinya

Table of Contents
Pengertian Masyarakat Primitif
Masyarakat Primitif

A. Definisi Masyarakat Primitif

Masyarakat primitif atau primitif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian dalam keadaan yang sangat sederhana; belum maju (tentang peradaban; terbelakang), dan kebudayaan primitif adalah sederhana; kuno (tidak modern tentang peralatan): senjata-senjata primitif. Kata primitif sering digunakan untuk suatu kebudayaan atau masyarakat yang hidupnya masih tergantung alam ataupun tidak mengenal dunia luar, jauh dari keramaian teknologi. Primitif mempunyai arti tidak mengenal teknologi modern.

Istilah primitif ada yang mengistilahkan pra-literate, non-literate, archaic, dan sebagainya, dengan pengertian bahwa sesuatu yang primitif itu sesuatu yang kuno, sudah ketinggalan zaman, prasejarah. Pengertian seperti ini kebanyakan dikemukakan oleh para ahli Antropologi pada abad ke-19. Mereka menempatkan manusia primitif pada skala yang sangat rendah dari perkembangan kebudayaan manusia kontemporer.

Masyarakat primitif disebut juga masyarakat sederhana, di mana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya belum mengalami perkembangan yang berarti, bahkan terbatas hanya berhubungan dengan usaha mencari dan menghasilkan bahan makanan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Sehingga hasil produksi yang dihasilkan oleh masyarakat primitif masih sangat rendah. Masyarakat primitif umumnya memiliki mata pencaharian berburu karena belum mengenalnya sistem jual beli ataupun barter.

Masyarakat ini terdiri dari beberapa kelompok yang anggotanya terbatas hanya beberapa puluh sampai beberapa ratus orang saja, bertempat tinggal terpencil jauh dari hubungan dengan masyarakat lain. Masyarakat primitif ini sangat jarang berhubungan dengan masyarakat lain, karena umumnya terisolasi dengan keadaan alam, sehingga sulit untuk dijangkau. Sulitnya menjangkau kehidupan masyarakat primitif menyebabkan mereka terasing dengan dunia luar, sehingga tidak ada pengenalan terhadap pembelajaran membaca dan menulis sehingga pemahaman mereka hanya sebatas pemahaman lisan yang di dapat secara tradisi atau turun-temurun.

Kehidupan masyarakat primitif homogen belum banyak terjadi diferensiasi sosial yang tegas, begitu pula halnya solidaritas masyarakat bersifat solidaritas mekanik di mana setiap anggota masyarakat merupakan bagian-bagian tersendiri yang terlepas dari pekerjaan masing-masing yang hampir tidak berhubungan dengan pekerjaan dengan anggota masyarakat lain. Mereka menganut agama yang telah dianut oleh nenek moyangnya yang mereka dapat secara turun-temurun dan jarang sekali ada masyarakat primitif yang mau melanggar apa yang telah digariskan olehnya karena pemikirannya masih sangat kolot, sehingga hal-hal yang diangap tabu menjadi sesuatu yang sangat dipantang oleh mereka.

B. Ciri-ciri Masyarakat Primitif

1) Pandangan tentang Alam Semesta, masyarakat primitif mengangap bahwa alam adalah sebagai subjek. Artinya, alam seakan-akan mempunyai jiwa, makhluk yang berpribadi dan menempatkan alam sebagai subjek atau personal. Berbeda dengan masyarakat modern yang menganggap alam sebagai objek
2) Mudah mensakralkan Objek Tertentu, masyarakat primitif memandang sakral pada suatu yang menurut mereka mengandung kemanfaatan, kebaikan, atau bencana. Misalnya ketika seseorang yang menempati sebuah rumah baru, tak lama kemudian penghuni rumah mengalami sakit
3) Sikap Hidup yang Serba Magis, masyarakat yang dalam segala segi kehidupnya selalu dihubungkan dengan hal-hal gaib, jika terdapat hal-hal tertentu yang terjadi masyarakat primitif langsung menghubungkannya dengan sesuatu hal yang magis
4) Hidup Penuh dengan Upacara Keagamaan, misalnya ketika tibanya musim panen padi, masyarakat primitif tidak menganggap sepele akan hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa terdapatnya yang mereka sebut dengan dewi sri atau dewi padi. Tatkala musim panen tiba mereka menyediakan sesaji-sesaji yang dikhususkan untuk dewi sri, sebagai tanda terimakasih kepadanya atas keberhasilan panen


Dari berbagai sumber

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment